
Sebagian orang percaya berpikir kehidupan terbagi menjadi dua: wilayah sakral—pelayanan di gereja—dan wilayah sekuler—pekerjaan sehari-hari. Akibatnya, banyak yang merasa bahwa pekerjaan mereka, entah itu sebagai programmer, supervisor, manajer, guru, atau apa pun tapi di luar gereja, adalah urusan dunia yang hanya bertujuan mencari nafkah, bukan melayani Tuhan. Ketika masuk ke kegiatan gereja, mereka baru meyakini sedang masuk ke wilayah sakral, melayani Tuhan. Keyakinan seperti melumpuhkan kesaksian banyak orang percaya yang Tuhan tempatkan di posisi-posisi strategis.
Pertanyaannya: Apakah Tuhan membedakan pekerjaan di balik mimbar dengan pekerjaan di meja kantor? Alkitab memberikan jawaban yang tegas, seperti kata Paulus di Kolose 3:23, yang mengatakan: “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Pernyataan ini jelas menghilangkan dikotomi kegiatan orang percaya dalam dikotomi sakral dan sekuler. Ungkapan “apa pun juga” menunjukkan bahwa panggilan ilahi kita bukanlah sebuah jabatan, melainkan respon hati kita kepada Tuhan di mana pun kita bekerja atau berbuat. Kita tidak dipanggil hanya di gereja, tetapi menjadi gereja di mana saja; dan, kapan saja.
Panggilan tertinggi kita adalah menjadi murid Kristus. Pekerjaan kita adalah panggung misi yang menuntut integritas dan kompetensi tertinggi untuk kemuliaan nama Allah kita. Kita lihat contoh yang diberikan Alkitab: Yusuf dan Daniel. Mereka tidak diangkat karena khotbah mereka, melainkan karena kompetensi profesional mereka dalam administrasi dan strategi di tengah kerajaan asing yang sekuler. Begitu juga Nehemia, yang menggunakan ketrampilan manajemen proyeknya yang mungkin dia belajar dari istana raja Persia untuk membangun kembali Yerusalem. Tuhan memilih profesional yang setia untuk menjalankan misi-Nya.
Oleh karena itu, sebagai pemimpin, kita harus melakukan pergeseran perspektif, berhenti berpikir, “Saya bekerja untuk sekedar mendapatkan penghasilan,” dan beralih ke pikiran, “Saya bekerja untuk Tuhan di tempat kerja saya.” Kita menerapkan perubahan prinsip ini dalam penatalayanan aspek-aspek sumber daya yang dipercayakan kepada kita.
Pertama, panggilan dalam penatalayanan waktu dan kompetensi. Bekerja untuk Tuhan menuntut profesionalisme terbaik. Kita harus meningkatkan kualitas kerja (melatih skill dan inovasi) dan mengelola waktu secara efisien, menghindari pemborosan waktu dan sikap reaktif yang tidak bermanfaat. Ketidakdisiplinan dalam manajemen waktu adalah bentuk ketidaksetiaan karena kita menyia-nyiakan anugerah waktu yang Tuhan berikan kepada kita.
Kedua, panggilan dalam penatalayanan keuangan dan karakter. Ini adalah ujian integritas yang paling nyata. Kita harus menolak godaan korupsi, dalam bentuk yang paling umum dilakukan orang lain, seperti memanipulasi data kecil-kecilan atau laporan pengeluaran. Integritas melindungi sekaligus memberi kita pahala (Lihat Amsal 13:13). Kita ingat 1 Korintus 4:2 menuntut agar kita menjadi orang yang dapat dipercayai. Integritas dalam keuangan di dunia sekuler adalah satu bentuk kesaksian hidup kita yang utama.
Ketiga, panggilan dalam penatalayan manusia atau talenta atau SDM (Sumber Daya Manusia). Kita tidak melihat bawahan atau rekan kerja hanya sebagai alat untuk mencapai target pribadi atau organisasi. Panggilan kita adalah melayani dan memberdayakan sesama, khususnya tim kita. Mari kita gunakan posisi kepemimpinan kita untuk membina, melatih, dan memuridkan orang lain. Coaching yang kita lakukan kepada tim adalah bentuk pemuridan yang relevan di pasar kerja dan merupakan investasi pada nilai kekekalan (2 Timotius 2:2).
Oleh karena itu, di mana pun kita berada—di ruang meeting, di depan layar coding, atau di kelas mengajar—kita ingat: Kita sedang berada di tempat yang Tuhan pilih untuk kita. Penatalayanan dimulai saat kita menyadari bahwa kita bekerja untuk satu-satunya Sang Owner sejati yang memiliki alam semesta ini.
Karena itu mari kita aplikasikan kebenaran ini dalam praktek kerja kita. Mari kita selalu pilih integritas dalam situasi apa pun. Identifikasi satu area di pekerjaan Anda di mana Anda tergoda untuk mengambil jalan pintas (melanggar kejujuran) dan berkomitmen untuk meluruskan standar Anda menjadi “untuk Tuhan.”
Berikut, mari kita jadwalkan investasi diri. Blok waktu khusus setiap hari untuk mengasah skill yang relevan dengan pekerjaan Anda. Melihatnya sebagai bagian dari ketaatan kepada Tuhan, yaitu mengembangkan talenta yang Dia berikan. Dan mari lakukan duplikasi diri kepada anggota tim yang dipercayakan kepada kita. Pilih satu orang di tim kerja atau tim pelayanan Anda dan buat komitmen untuk mengalokasikan waktu untuk mempersiapkan dan melatih mereka, mengubah relasi transaksional menjadi relasi pemuridan.
Mari kita hidupi panggilan Tuhan untuk masuk dalam Kerajaan-Nya dimana pun kita berada! Bekerja hanya untuk Tuhan, dan ini menuntut yang terbaik dari diri kita, di mana saja, kapan saja. Soli Deo Gloria!
Ev. Harry Puspito
Pendiri dan chairman MRI (Marketing Research Indonesia)