Di mana Keadilan Allah?

Pertanyaan:

Bapak Pengasuh yang terkasih,

Saya ingin bertanya, bagaimana kita menjawab pertanyaan mereka yang hidupnya terluka, penuh kepahitan, dan kesulitan dalam kehidupan. Mereka bertanya: di mana keadilan Allah? Apakah mereka terlahir untuk menderita? Bagaimana dalam kegelapan dan kepahitan hidup ini, mereka tetap bisa melihat terang dan kebaikan Tuhan?

Apa sebenarnya yang terjadi dalam kehidupan mereka, apakah ini bagian dari hukuman Tuhan? Atau benarkah ada orang yang terlahir hanya untuk menderita seperti Kristus?

Saya menantikan jawaban Bapak. Terimakasih, dan Tuhan memberkati.

Salam: Redwin, Jakarta

Jawaban:

Terang dan kebaikan Tuhan dikontraskan dengan gelap dan penderitaan serta kepahitan hidup.

Apakah itu semua merupakan hukuman Tuhan? Apakah mereka dipersiapkan sejak lahir untuk menderita dan mengalami kehidupan yang pahit? Jawabannya adalah tidak harus demikian! Sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa, kerusakan mulai menggerogot ibarat karat dalam lempengan logam. Jadi penderitaan dan hidup yang keras/pahit boleh disebut sebagai hukuman bagi Adam & Hawa oleh karena pelanggaran. Namun bagi keturunan mereka penderitaan dan kepahitan adalah karena status yang diwariskan meski mereka belum berbuat dosa.

Ada sebuah istilah Theodise yang berasal dari dua kata Yunani [Theos: Tuhan dan Dike: hukum/keadilan]. Theodise [yang mewujud dalam penderitaan dan kepahitan hidup] menjelaskan bahwa Tuhan selalu benar di tengah dunia yang jahat. Tuhan tidak pernah salah ketika ciptaan-Nya mengalami penderitaan dan kepahitan hidup. Jadi masalah kejahatan bukanlah Tuhan sumbernya! Bapa Gereja Irenaeus menegaskan bahwa Theodise semacam alat untuk membentuk jiwa orang percaya menjadi dewasa/matang dalam hal moral & spiritual. Sementara Agustinus menegaskan bahwa kejahatan yang berdampak kepada kerusakan adalah penyalahgunaan kehendak bebas manusia.

Begitu juga dengan hukum alam yang dibuat Tuhan demi berlangsungnya keteraturan ciptaan berdampak kepada penderitaan ketika hukum itu dilanggar. Jadi tatanan dunia menjadi kacau setelah keberdosaan manusia. Ada juga pemahaman bahwa semua penderitaan pada akhir zaman akan dipulihkan agar seluruh ciptaan tahu bahwa Tuhan itu adil dan benar!

Jadi penderitaan dan kehidupan yang pahit tidak perlu dipandang sebagai sesuatu yang buram apalagi gelap. Sebab dengan penderitaan dan kepahitan, orang akan sadar bahwa dia perlu Juruselamat agar statusnya dipulihkan [dibenarkan]. Dan dia dapat bertumbuh kembang sebagai ciptaan baru karena ada pengharapan eskatologis yang memulihkan semua di dalam Kristus Yesus. [ssl]

Recommended For You

About the Author: Pdt. Simon Stevi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *