
Korupsi adalah salah satu masalah terbesar yang menggerogoti kehidupan bangsa Indonesia. Belum lama ini ramai diberitakan terkait kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah di salah satu lembaga Badan Usaha Milik Negara. Kerugian negara nyaris dua ratus triliun rupiah dalam setahun. Dan diduga bisa mencapai hampir seribu triliun rupiah karena sudah dilakukan selama lima tahun. Saking besarnya jumlah yang dikorupsi, ada yang dengan sinis menyindir kasus ini sebagai pemimpin klasemen sementara liga korupsi di negeri ini. Miris!
Sebagian orang sudah ditangkap dan menjadi tersangka. Kasusnya sedang didalami dan sangat mungkin tersangka akan terus bertambah, mengingat sangat besar nilai yang ditilap. Secara logika, tidak mungkin kasus mega korupsi ini hanya dilakukan sedikit orang. Tentu ini adalah kewajiban penegak hukum formal untuk menuntaskan kasus dan memberikan informasi yang transparan pada tiap tahapan prosesnya kepada masyarakat luas.
Praktik korupsi sedianya tidak hanya terjadi di lingkup pemerintahan, tetapi juga telah meresap ke dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia usaha, pendidikan, dan bahkan kehidupan sosial sehari-hari. Sebagai umat Kristen, kita dipanggil untuk menjadi garam dunia dan terang dunia (Matius 5:13-16), termasuk dalam melawan tabiat koruptif yang sudah mengakar dalam masyarakat. Gereja memiliki peran penting dalam membentuk karakter jemaat agar menolak segala bentuk korupsi dan menegakkan keadilan.
Akar Perilaku Koruptif
Secara teologis, akar dari perilaku koruptif dapat ditelusuri dalam sifat dasar manusia yang telah jatuh dalam dosa. Sejak kejatuhan Adam dan Hawa, manusia cenderung mengejar kepentingan pribadi dan mengabaikan kebenaran Allah. Dalam 1 Timotius 6:10 dikatakan, “Sebab, akar segala kejahatan ialah cinta uang…” Keserakahan, ketamakan, dan keinginan untuk mendapatkan keuntungan dengan cara yang tidak benar menjadi pemicu utama tindakan korupsi.
Selain itu, budaya permisif di tengah masyarakat turut memperkuat praktik koruptif. Banyak orang menganggap korupsi sebagai sesuatu yang wajar atau bahkan sebagai bagian dari strategi bertahan hidup. Ditambah lagi dengan lemahnya sistem penegakan hukum, korupsi semakin berkembang tanpa kendali.
Namun, Alkitab dengan tegas menentang segala bentuk ketidakadilan dan penyimpangan moral. Dalam Mikha 6:8, Tuhan menuntut umat-Nya untuk hidup dengan adil, setia, dan rendah hati di hadapan-Nya. Oleh karena itu, gereja memiliki tanggung jawab moral untuk memberantas budaya korupsi dengan menanamkan nilai-nilai kebenaran dan kejujuran dalam kehidupan jemaat.
Peran Gereja dalam Melawan Korupsi
- Mendidik Jemaat tentang Etika Kristen
Gereja harus menjadi tempat pendidikan rohani yang mengajarkan jemaat tentang pentingnya hidup jujur dan berintegritas. Khotbah, seminar, dan kelompok diskusi bisa menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai Alkitab tentang kejujuran dan keadilan. Para pemimpin gereja juga harus memberikan teladan dalam hal ini, karena kepemimpinan yang benar akan berdampak besar pada jemaat.
- Menanamkan Kesadaran Sosial
Gereja tidak boleh hanya berbicara tentang dosa dan keselamatan secara individual, tetapi juga harus membangun kesadaran sosial tentang bagaimana korupsi merugikan banyak orang, terutama mereka yang lemah dan miskin. Pengajaran tentang keadilan sosial yang berbasis Alkitab semestinya menjadi bagian dari agenda gereja.
- Mendorong Partisipasi Jemaat dalam Gerakan Anti-Korupsi
Gereja dapat mengajak jemaat untuk aktif dalam gerakan sosial yang menentang korupsi, seperti bekerja sama dengan lembaga-lembaga anti-korupsi, ikut dalam kampanye transparansi, dan menjadi whistleblower terhadap praktik korupsi di tempat kerja atau lingkungan sekitar.
- Membangun Sistem Keuangan yang Transparan
Gereja sendiri harus menjadi contoh dalam hal transparansi dan akuntabilitas keuangan. Pengelolaan dana gereja secara profesional dan terbuka, serta diaudit secara berkala akan menjadi teladan yang baik bagi jemaat dan masyarakat luas.
- Mendoakan dan Mengadvokasi Keadilan
Gereja harus berdoa bagi bangsa dan pemimpin agar diberikan hikmat dan hati yang takut akan Tuhan. Selain itu, gereja dapat menggunakan suara kenabiannya untuk menegur ketidakadilan dan menyuarakan perubahan yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat melalui kanal-kanal yang tersedia. Tulisan ini salah satunya.
Jadi, korupsi adalah musuh besar bagi kesejahteraan masyarakat dan bertentangan dengan nilai-nilai Kerajaan Allah. Gereja tidak boleh tinggal diam melihat bangsa ini dirusak oleh perilaku koruptif. Dengan mengajarkan nilai-nilai integritas, menanamkan kesadaran sosial, dan mendorong partisipasi jemaat dalam gerakan anti-korupsi, gereja dapat menjadi agen perubahan dalam melawan budaya korupsi di Indonesia. Sebagai tubuh Kristus, marilah kita berdiri teguh dalam kebenaran dan menjadi teladan dalam kejujuran, sebab dunia membutuhkan terang yang bersinar di tengah kegelapan.
Kiranya SUP ini dapat menjadi asupan yang berkhasiat untuk menggugah nurani dan menggugat keadaan bobrok yang sedang berlaku di bangsa ini. Sila dibagikan jika pembaca yang budiman terberkati olehnya. Diharap pula menulis komentar untuk ikut urun pendapat mengenai topik ini.
Soli Deo Gloria!