
“… Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” 1 Korintus 13:4-7
Ketika seseorang berbuat salah maupun ketika kita melakukan kesalahan kepada orang lain, yang kita inginkan adalah kebaikan hati yang aktif, yang kuat dan yang melindungi. Ini menggemakan kasih karunia Allah yang pemurah. Karena itu kalau kita memiliki hati Allah, kita juga menawarkan karunia yang sama kepada orang-orang lain yang mengalami masalah. Seperti kata Paulus ‘Kasih menutupi segala sesuatu.’ Dia melindungi, melindungi sesama yang kita kasihi. Kita mau belajar apa yang Paulus maksudkan dengan pernyataannya itu.
Dalam bahasa aslinya, bahasa Yunani ‘Ia menutupi segala sesuatu’ adalah panta stegei. Panta berarti segala sesuatu, semuanya, sedangkan stegei artinya Ia menutupi, Ia melindungi, Ia menanggung, Ia menyembunyikan.
Kasih Allah, kasih agape, adalah kasih yang melindungi. Dia mengamati orang lain. Dia bertahan terhadap kesulitan. Jika pada orang yang dikasihi ada kekurangan atau kesalahan, kasih punya kemauan untuk menutupinya (Amsal 10:12). Kasih agape tidak didasarkan pada keinginan egois, bahkan tidak untuk saling menguntungkan; tapi dia mencari keuntungan orang yang dikasihi. Kasih bertujuan memberi daripada menerima. Kasih melindungi orang yang kita kasihi secara fisik dan emosi agar orang tidak mengalami luka emosi. Kasih juga melindungi reputasi orang lain dari penghinaan dan kerusakan, karena itu kita tidak menggosip orang atau menyebarkan hoax.
Dalam Perjanjian Lama (PL) ‘menutup’ berasal dari kata Ibrani ‘kaphar’ sering diterjemahkan ‘atonement’ dalam bahasa Inggris. Ini seperti terungkap dalam ayat-ayat seperti Mazmur 32:1;85:3. PL mencatat perlindungan Allah bagi orang Israel dan para janda, kaum yang rentan bahkan terabaikan merupakan tanda kasih-Nya (Ezra 9:9; Mazmur 91:14; Mazmur 68:6).
Dalam Perjanjian Baru, kasih juga ditunjukkan lewat tindakan nyata, seperti Yusuf yang tidak mempermalukan Maria (Matius 1:19), dan Kristus yang menanggung dosa manusia. Paulus menegur jemaat Korintus yang saling menggugat, menandakan kurangnya kasih yang melindungi (1 Korintus 6:6-7).
Namun, kasih bukan berarti kita membiarkan perbuatan salah atau berusaha menghindar akibat dosa. Tapi menguatkan yang lemah, melindungi yang rentan; dan mengampuni yang memprovokasi. Ada waktunya dosa harus diekspos dan diselesaikan.
‘Kasih menutupi segala sesuatu’ menekankan sifat melindungi dari kasih sejati. Berarti kasih bersedia menderita untuk orang lain.
Dalam hubungan kita dengan sesama kita dipanggil untuk memiliki ketangguhan dan siap memberikan perlindungan. Kasih itu menantang kita untuk berdiri bersama dengan orang yang kita kasihi dalam masa sulit, mendukung mereka dalam pergumulan mereka, melindungi mereka dari bahaya sebisa mungkin. Kita dituntut untuk kuat bagi orang lain, menawarkan kekuatan kita bukan untuk alat untuk mengendalikan mereka tapi sebagai bentuk dukungan dan perlindungan.
Seperti Yesus yang memberikan anugerah penutup untuk kegagalan-kegagalan kita, kita dipanggil untuk saling menutupi kesalahan-kesalahan orang lain dengan kasih.
Aplikasi dari Kasih menutupi segala sesuatu:
Memberikan ruang dan pengertian saat terjadi kesalahan: Tindakan ini “menutupi” kesalahan dengan empati dan membuka jalan untuk pemulihan dan pertumbuhan.
Menjaga kehormatan dan reputasi orang lain: Kita berusaha untuk “melindungi” nama baik mereka dengan tidak menyebarkan informasi negatif atau mengungkit masa lalu di depan umum.
Menawarkan dukungan dan pembelaan ketika ada keperluan: Ini adalah wujud “melindungi” mereka dari perasaan sendirian, putus asa, atau ketidakadilan.
Menjaga rahasia yang dipercayakan: Ketika seseorang mempercayakan rahasia kepada kita, kasih mendorong kita untuk menjaganya dengan aman, “melindungi” kepentingan yang bersangkutan dan kepercayaan yang telah diberikan.
Memberikan dukungan dan semangat secara proaktif: Kita tidak perlu menunggu seseorang mengalami masalah untuk menawarkan dukungan atau memberikan semangat. Kita bisa “melindungi” semangat dan motivasi orang lain, mencegah potensi perasaan rendah diri atau putus asa di kemudian hari.