
Apa yang membedakan seorang pemimpin Kristen sejati dari seorang pemimpin yang lain? Bagi seorang pemimpin Kristen, baik di dalam gereja, di kantor, di pabrik, di tengah masyarakat, dimana saja, kepemimpinan adalah anugerah dan tanggung jawab yang dipercayakan Allah. Ini bukan buah dari kepintaran, pengalaman, atau networking semata, melainkan karunia yang diberikan-Nya untuk sebuah tujuan yang lebih besar. Ini selaras dengan apa yang dikatakan 1 Petrus 4:10, bahwa kita adalah ‘pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.’ Karena itu kepemimpinan Kristen adalah panggilan, panggilan untuk melayani sebagai pemimpin, sebagaimana yang dicontohkan oleh Kristus sendiri (Markus 10:45) dan ditegaskan dalam karunia pimpinan yang diberikan Allah kepada kita (Roma 12:8).
Di Alkitab kita tahu nama Musa, seorang pria yang merasa gagap, dipanggil Tuhan untuk memimpin bangsanya keluar dari perbudakan (Keluaran 3). Nehemia, seorang pejabat tinggi di istana raja Persia, hatinya terbeban dan merespons panggilan ilahi untuk membangun kembali Yerusalem (Nehemia 2). Kita juga punya Daniel dan Yusuf, yang diangkat pada posisi kepemimpinan strategis di kerajaan asing, karena Tuhan menempatkan mereka di sana untuk tujuan-Nya. Mereka semua adalah contoh bahwa kepemimpinan Kristen dimulai dari panggilan, bukan keinginan pribadi; panggilan untuk melayani Allah dimana pun mereka ditempatkan.
Firman Tuhan di Efesus 4:11-12 menyatakan: “Dialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus.” Ayat ini menyatakan bahwa karunia kepemimpinan diberikan oleh Kristus sendiri, dengan tujuan untuk memperlengkapi umat-Nya agar mereka bisa melakukan pekerjaan pelayanan dan membangun tubuh Kristus—baik itu di gereja, di perusahaan, di lembaga pendidikan, atau di manapun kita berkarya.
Ketika kepemimpinan dipandang sebagai panggilan Ilahi untuk pelayanan, seluruh cara pandang dan praktek kepemimpinan kita akan berbeda secara fundamental dibandingkan dengan pandangan sekular. Pertama, jika kita memimpin untuk berbagai motivasi lain daripada panggilan Allah, seperti mengejar promosi, kekuasaan, atau tepuk tangan jemaat, motivasi kita pada dasarnya berpusat pada diri sendiri. Namun, jika kita memimpin karena panggilan pelayanan, motivasi kita adalah mencari kehendak Tuhan dengan posisi kita. Bagaimana kita bisa memuliakan Dia di tempat kita ini?” Motivasi kita tidak lagi egoisme tapi kesetiaan pada kehendak Allah.
Berikut, pemimpin yang terobsesi jabatan cenderung fokus pada pencitraan, keuntungan pribadi atau organisasi jangka pendek, atau popularitas pribadi. Sebaliknya, pemimpin yang memahami panggilannya akan fokus pada etika, kesejahteraan orang yang dipimpin, dampak positif bagi masyarakat, dan tentu saja, pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan. Fokusnya adalah bagaimana kita bisa menjadi ‘terang dan garam’ di tempat kerja atau pelayanan kita, membangun budaya yang adil, berintegritas, dan memberkati.
Lebih lanjut, panggilan ilahi menuntut kerendahan hati dan pengorbanan sang pemimpin, bahkan di lingkungan yang kompetitif atau penuh tantangan sekali pun. Seorang pemimpin yang dipanggil tidak akan menuntut untuk dilayani atau memanfaatkan posisi, melainkan akan meneladani Kristus yang datang tidak untuk dilayani tapi untuk melayani (Markus 10:45). Karakter Kristus—kasih, integritas, kesabaran, kelemahlembutan—akan mewarnai karakter kepemimpinan Anda, dan membentuk Anda menjadi pribadi yang berintegritas dan tepercaya di mata kolega, atasan, bawahan, jemaat, atau anggota tim.
Kita tidak hanya mengelola proyek, tim, anggaran, atau program. Kita mengelola sumber daya dan jiwa-jiwa (karyawan, klien, jemaat, anggota komunitas) yang dipercayakan Tuhan. Setiap aset dan setiap individu, kita pandang sebagai bagian dari anugerah Tuhan yang harus dikelola dan layani dengan bijak demi tujuan-Nya, bukan semata keuntungan pribadi atau organisasi. Ini berarti mengambil keputusan yang tidak hanya efektif, tetapi juga etis, adil, dan berpihak pada kebenaran.
Kepemimpinan Kristen, baik di gereja maupun di dunia profesional, adalah panggilan mulia yang mengubah cara kita memandang diri sendiri, orang-orang di sekitar kita, dan pekerjaan kita. Ini bukan tentang apa yang bisa kita capai untuk diri sendiri, melainkan apa yang Tuhan mau Dia genapi melalui kita. Ketika kita memimpin berdasarkan panggilan, kita tidak hanya menjadi pemimpin yang efektif secara profesional dan fungsional, tetapi juga pemimpin yang setia, yang hidupnya memuliakan Allah di tempat dia berkarya.
Apakah saya memimpin karena jabatan, atau karena panggilan? Jika kita meyakini kalau kepemimpinan kita adalah anugerah dan panggilan melayani, mari kita wujudkan dalam pekerjaan kita hari demi hari. Tuhan Yesus memberkati!