
“Janganlah mengerjakan sesuatu dengan maksud mencari keuntungan diri sendiri atau pujian yang sia-sia. Sebaliknya, dengan rendah hati anggaplah orang lain lebih utama daripada dirimu sendiri. Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, melainkan juga kepentingan orang lain.” (Filipi 2:3–4 )
Di dunia kerja modern, kita sering menilai pemimpin berdasarkan jabatan formal mereka, apakah CEO, direktur, manajer, supervisor, dsb. Struktur organisasi membuat kita percaya bahwa posisi adalah sumber otoritas. Namun, pengalaman, riset kepemimpinan modern, dan terutama ajaran Alkitab memberi koreksi, bahwa jabatan tidak otomatis menciptakan kepemimpinan; yang menciptakan kepemimpinan adalah pengaruh; dan pengaruh tidak selalu dari posisi.
Yesus menunjukkan bahwa keagungan seseorang datang dari pelayanan (Markus 10:45) dan keteladanan (1 Timotius 4:12), bukan dari posisi. John C. Maxwell menggemakan prinsip ini dengan mengatakan: “Leadership is influence—nothing more, nothing less.”
Karena itu, sebelum kita membahas pengaruh menurut Alkitab, kita perlu memahami terlebih dahulu secara akademis dari mana pengaruh seorang pemimpin biasanya muncul? Teori kepemimpinan modern mengidentifikasi lima sumber utama pengaruh kepemimpinan.
- Posisi (positional influence). Ini adalah sumber pengaruh paling dasar—dan paling dangkal. Orang mematuhi orang lain karena jabatan memberi kuasa formal. Namun jenis pengaruh ini hanya menghasilkan kepatuhan minimal, bukan komitmen.
- Karakter (moral influence). Karakter adalah sumber pengaruh paling kuat. Orang mengikuti pemimpin yang jujur, adil, konsisten dan rendah hati. Karakter menghasilkan otoritas moral, sebuah pengaruh yang tidak dapat dibeli atau dipaksakan.
- Keahlian dan kompetensi (expertise influence). Pengetahuan dan kemampuan nyata memberi kredibilitas. Pemimpin yang cakap akan diikuti karena orang merasa aman dan percaya pada arah yang ia berikan.
- Relasi dan kepercayaan (relational influence). Pengaruh juga lahir dari hubungan yang sehat. Pemimpin yang hadir, mendengarkan dan peduli secara tulus membangun kepercayaan yang mendalam.
- Keteladanan (behavioral influence). Tindakan sehari-hari yang konsisten menciptakan pengaruh terbesar. Ketika pemimpin mempraktikkan integritas, memperlakukan orang dengan hormat, dan tetap tenang dalam tekanan, ia sedang membangun pengaruh yang tidak tergoyahkan.
Namun Alkitab menempatkan sumber pengaruh yang sejati—yang paling dalam dan paling tahan uji pada pada karakter, kerendahan hati dan kepedulian kepada orang lain.
Pengaruh dimulai dari melepaskan dari kepentingan diri sendiri. Paulus memberikan koreksi terhadap kepemimpinan yang berpusat pada ego. Ia berkata: “Janganlah mengerjakan sesuatu dengan maksud mencari keuntungan diri sendiri atau pujian yang sia-sia.”
Kepemimpinan dunia bergerak dari motivasi “ingin terlihat” dan “ingin dihormati.” Namun kepemimpinan Kristen dimulai dari kesediaan menanggalkan ego demi kebaikan orang lain. Inilah dasar pengaruh sejati yang memerlukan kerendahan hati.
Bagi pemilik atau manajer, pertanyaannya adalah bagaimana kita memperlakukan karyawan: sebagai alat untuk mencapai target, atau sebagai manusia berharga (Imago Dei) yang harus diberdayakan dan dikembangkan? Bagi staf, kepemimpinan tetap dapat dijalankan tanpa melihat jabatan: membantu rekan, berbagi beban, memberi yang terbaik meski tak dilihat. Kerendahan hati bukan kelemahan; kerendahan hati adalah kekuatan moral yang menciptakan pengaruh yang besar.
Berikut, pengaruh bertumbuh dari karakter dan keteladanan. Posisi bisa memaksa orang patuh, tetapi hanya karakter yang membuat orang mau mengikuti dengan hati. Integritas, kejujuran, etos kerja, empati—semuanya adalah fondasi pengaruh. Karena itu jika pemimpin berkompromi dalam kebenaran atau etika, pengaruhnya akan runtuh. Orang mungkin tetap bekerja, tetapi kepercayaan berhenti. Kepemimpinan sejati dimulai dari selarasnya perkataan dan tindakan sang pemimpin.
Keteladanan adalah pengaruh diam yang sangat kuat. Cara kita bersikap dalam tekanan, memperlakukan bawahan yang salah, atau menjalani nilai organisasi menjadi “khotbah hidup” yang diingat orang.
Selanjutnya, pengaruh seorang pemimpin akan bertumbuh ketika dia mengembangkan orang lain. Filipi 2:4 memberi dimensi aksi ini: “…memperhatikan kepentingan orang lain.” Kepemimpinan bukan tentang mempertahankan kuasa, tetapi mendistribusikannya.
Bagi pemegang jabatan, ini berarti: memberdayakan orang lain, memberi ruang berkembang, mendelegasikan dengan kepercayaan, menyediakan sumber daya untuk berhasil
Bagi mereka tanpa jabatan formal, pengaruh tetap hadir melalui: inisiatif, kebermanfaatan, menjadi penghubung, menaikkan moral tim, menjadi pendengar yang baik. Pengaruh muncul bukan dari kekuasaan, tetapi dari kontribusi.
Kepemimpinan yang mengikuti pola Kristus—melayani, merendahkan diri, mengutamakan keberhasilan orang lain—menghasilkan dampak jangka panjang. Bukan hanya pencapaian kuartalan, tapi hidup manusia yang berubah, budaya kerja yang sehat, dan integritas yang menjadi kesaksian iman. Pemimpin yang mengejar jabatan mungkin mendapat penghormatan tapi sementara; pemimpin yang mengejar pengaruh sejati mendapat kepercayaan, dampak, dan warisan kekal.
Mari memimpin dengan pengaruh, tidak sekedar dengan jabatan. Untuk praktik, mari kita ambillah waktu minggu ini untuk mengidentifikasi beberapa orang dalam lingkaran pengaruh kita: rekan kerja, bawahan, atasan. Ambil satu tindakan yang mengutamakan kepentingan mereka.
Setiap kali Anda memilih kerendahan hati daripada kesombongan, kebenaran daripada keuntungan, pemberdayaan daripada kontrol—Anda sedang membangun pengaruh atau kepemimpinan sejati Anda, yang tidak dapat diguncang oleh krisis atau persaingan. Sesungguhnya jabatan memberi panggung; namun pengaruh membuka hati. Mari kita memilih untuk memimpin dengan pengaruh—karakter, keteladanan dan pelayanan—sebagaimana kita meneladani Kristus. Tuhan Yesus memberkati!