
Berita pemecatan seorang Wakil Menteri Tenaga Kerja yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi baru-baru ini kembali membuka mata tentang pentingnya integritas. Kasus tersebut menjadi sorotan bukan hanya karena melibatkan pejabat negara, melainkan juga karena yang bersangkutan dikenal sebagai seorang yang beragama Kristen. Fakta ini menimbulkan pertanyaan reflektif: bagaimana seharusnya identitas Kristen dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pejabat negara maupun sebagai masyarakat biasa dengan profesi berbeda-beda?
Identitas Kristen: Dipanggil untuk Menjadi Terang
Yesus berkata, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga” (Matius 5:16). Identitas Kristen bukanlah sekadar label agama, melainkan panggilan untuk hidup memancarkan terang Kristus. Identitas itu tidak boleh hanya berhenti pada pengakuan iman, tetapi harus nyata dalam sikap, keputusan, dan perilaku sehari-hari.
Seorang pejabat negara yang beragama Kristen dipanggil untuk mengelola kuasa dan jabatan sebagai sarana pelayanan, bukan keuntungan pribadi. Begitu pula seorang masyarakat biasa, dipanggil untuk bekerja dengan jujur, mengasihi sesama, dan menjadi saksi Kristus di lingkungan keluarga, tempat kerja, maupun masyarakat. Itulah wujud integritas yang terpuji.
Integritas sebagai Landasan Hidup Kristen
Dalam perspektif iman Kristen, integritas bukan hanya nilai etika umum, tetapi cerminan dari iman yang hidup. Rasul Paulus menasihatkan, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kolose 3:23). Ayat ini menegaskan bahwa pekerjaan apa pun—baik sebagai pejabat negara, pegawai kantor, pedagang kecil, maupun ibu rumah tangga—harus dilakukan dengan kesungguhan, kejujuran, dan rasa tanggung jawab, karena semua itu pada dasarnya ditujukan bagi Tuhan.
Kasus korupsi atau pemerasan jelas menunjukkan kegagalan dalam mempraktikkan iman. Ketika seseorang menyalahgunakan wewenang, ia bukan hanya merugikan rakyat dan negara, tetapi juga mempermalukan, alih-alih mempermuliakan nama Kristus yang ia akui sebagai Tuhan. Godaan dan tantangan itu tetap, dan akan selalu ada, namun bertahan untuk hidup benar adalah perjuangan seorang Kristen yang berintegritas, dan itu tak mudah.
Tantangan dan Godaan
Seorang Pejabat menghadapi godaan berupa kekuasaan dan uang, sedangkan rakyat biasa menghadapi godaan berupa ketidakjujuran kecil: mencontek, memanipulasi laporan, atau mengelak dari kewajiban. Godaan itu nyata, tetapi identitas Kristen menuntut kita untuk tetap hidup benar di hadapan Tuhan.
Petrus menulis, “Kamu adalah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia” (1 Petrus 2:9). Identitas ini bukan hanya sebuah status rohani, melainkan juga tanggung jawab moral untuk hidup kudus di tengah dunia yang penuh kompromi.
Peran Pejabat Kristen
Sebagai pejabat, seorang Kristen seharusnya menghadirkan nilai kerajaan Allah dalam kebijakan publik. Itu berarti menegakkan keadilan, melindungi yang lemah, serta mengelola sumber daya dengan bijak. Ketika jabatan digunakan untuk melayani rakyat dengan tulus, maka nama Kristus dipermuliakan. Sebaliknya, ketika jabatan dipakai untuk memperkaya diri, maka nama Kristus dipermalukan.
Dalam sejarah, tokoh-tokoh Kristen seperti Abraham Kuyper menekankan bahwa iman tidak pernah boleh dipisahkan dari politik maupun pelayanan publik. Kuyper berkata, “Tidak ada satu inci pun dari kehidupan manusia yang Kristus tidak berteriak, ‘Itu milik-Ku!’” Prinsip ini menegaskan bahwa seorang Kristen, sekalipun duduk di pemerintahan, tetap berada di bawah kedaulatan Kristus.
Peran Masyarakat Kristen
Namun, identitas Kristen tidak hanya berlaku bagi pejabat. Sebagai masyarakat biasa, kita dipanggil untuk menjadi teladan dalam hal kejujuran, kerja keras, dan kasih kepada sesama. Tidak mencurangi timbangan, tidak menyuap, tidak menghindari pajak, serta tidak menyebarkan kebohongan adalah wujud sederhana namun nyata dari identitas Kristen.
Ketika orang Kristen hidup benar di tengah masyarakat, meskipun kecil dan tampak sepele, mereka sesungguhnya sedang memancarkan terang Kristus. Dunia tidak hanya membutuhkan pemimpin Kristen yang berintegritas, tetapi juga masyarakat Kristen yang hidup dalam kebenaran sehari-hari.
Kasus yang melibatkan seorang pejabat negara beragama Kristen mengingatkan kita bahwa iman tidak boleh berhenti pada pengakuan, melainkan harus diwujudkan dalam perbuatan nyata. Identitas Kristen berarti hidup dalam terang Kristus, menolak kompromi dengan dosa, dan menghadirkan kasih serta kebenaran Allah di tengah dunia.
Baik sebagai pejabat negara maupun rakyat biasa, kita semua dipanggil untuk menjadikan Kristus sebagai pusat hidup. Dengan demikian, iman kita bukan sekadar nama, melainkan kesaksian yang nyata—yang memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi sesama.
Kiranya sajian SUP kali ini menjadi sebuah bahan perenungan yang relevan. Laksana pil pahit yang sulit ditelan, namun dibutuhkan untuk memulihan dan meningkatkan kesehatan. Biarlah, nama Tuhan diagung-muliakan bukan hanya melalui ritual peribadatan, namun juga melalui perkataan dan tindakan di keseharian. Segala hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan.