Makan Bergizi Gratis (MBG), Kok beracun?

Dalam beberapa waktu terakhir, portal berita nasional terus memberitakan kasus keracunan makanan yang dialami oleh para siswa sekolah yang menjadi penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis. Sedianya program ini merupakan salah satu program prioritas pemerintah dalam rangka menyambut era bonus demografi yang diharapkan bermuara kepada generasi emas Indonesia 2045, ketika bangsa ini akan merayakan dirgahayu ke-100 tahun. Kasus keracunan ini terjadi di berbagai daerah dan semakin lama semakin banyak kasus yang terjadi. Bahkan media internasional ikut menyoroti hal yang menyedihkan dan merendahkan martabat bangsa ini.

Program Sejati Kehilangan Nilai

Dari sudut pandang teologi Kristen, persoalan meningkatnya kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis tidak hanya merupakan masalah teknis belaka, tetapi juga menyentuh aspek moral dan teologis yang mendasar: tanggung jawab manusia sebagai penatalayan Allah (stewardship). Setiap mandat sosial, termasuk penyediaan makanan bagi masyarakat, harus dijalankan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan kasih kepada sesama.

Kegagalan dalam menjaga mutu, keamanan, dan keseimbangan gizi menunjukkan cacat dalam pelaksanaan mandat budaya (Kejadian 1:28). Program yang sejatinya bertujuan mulia menjadi kehilangan nilai rohaninya ketika dijalankan tanpa ketulusan, akuntabilitas, dan integritas. Prinsip soli Deo gloria menuntut bahwa setiap tindakan pemerintah, pelaksana program, maupun penyedia bahan pangan dilakukan demi kemuliaan Allah, bukan demi kepentingan politik, popularitas, atau keuntungan pribadi.

Kritik utama yang dapat diberikan adalah lemahnya aspek etika dan moral publik dalam proses pelaksanaan. Ketika rantai pasokan diabaikan, pengawasan dilonggarkan, dan tanggung jawab dialihkan, sesungguhnya sedang terjadi pelanggaran terhadap prinsip keadilan (Mikha 6:8) dan kasih terhadap sesama (Markus 12:31). Makanan yang seharusnya menjadi sarana berkat justru berubah menjadi ancaman karena kelalaian dan kurangnya tanggung jawab moral.

Teologi Kristen menekankan bahwa kasih Allah harus nyata dalam keadilan sosial. Karena itu, pemerintah dan para pelaksana program perlu melakukan pertobatan struktural, yakni pembenahan sistem yang mencerminkan nilai-nilai kerajaan Allah: kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Ini termasuk pengawasan ketat terhadap proses pengadaan dan distribusi bahan pangan, pelibatan ahli gizi, serta penggunaan sumber daya pangan daerah yang berkelanjutan. Dengan demikian, program tidak hanya efisien secara ekonomi, tetapi juga bermartabat secara moral.

MBG Cermin Iman Publik Bangsa

Selain itu, gereja dan masyarakat Kristen terpanggil untuk berperan sebagai suara kenabian (prophetic voice), mengingatkan bahwa pelayanan publik harus menghormati kehidupan sebagai anugerah Allah. Gereja dapat turut mendorong kesadaran etis di masyarakat dan memberi teladan dalam pelayanan sosial yang bertanggung jawab.

Program Makan Bergizi Gratis akan menjadi cermin dari iman publik bangsa ini—apakah mau dengan sungguh menghargai kehidupan dan kemuliaan Allah dalam tindakan nyata. Reformasi yang sejati bukan sekadar pembaruan sistem, tetapi pembaruan hati dan cara pandang bahwa setiap anak yang menerima makanan adalah citra Allah yang harus dihormati dan dilayani dengan kasih yang tulus, serta dijaga keselamatannya.

Inilah SUP yang dihidangkan di hadapan para pembaca sekalian. Kiranya menjadi masukan dan membangkitkan harapan, alih-alih menyalahkan, apalagi menjatuhkan. Kiranya program yang seharusnya bermanfaat ini terus dievaluasi dan mengalami peningkatan. Sebagai tanggung jawab untuk generasi mendatang yang akan menjadi pemeran utama di tahun 2045 di hadapan. Silakan dibagikan kepada orang-orang baik yang tebersit di ingatan. Soli Deo Gloria!

Recommended For You

About the Author: Pdt. Gelen Marpaung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *