
“ORANG Kristen harus aktif terlibat dalam kehidupan bernegara, dan berpartisipasi untuk memajukan bangsa, demi Kerajaan Allah di dunia,” inilah pemikiran teologi, Johannes Leimena.
Dasar Pemikiran ini mengantar sosok pemuda Ambon ini, hadir dan menjadi saksi Tuhan. Mendirikan GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), di tahun 1950. Gagasan Leimena sangat memengaruhi cita-cita GMKI, yaitu menyatukan mahasiswa Kristen dari berbagai daerah, membina iman dalam konteks kemahasiswaan, dan pelayanan di tengah masyarakat dan bangsa. Leimena menekankan bahwa GMKI adalah persekutuan dalam Kristus yang berakar pada gereja, nusa, dan bangsa, serta harus menjadi tempat latihan bagi mereka yang ingin bertanggung jawab atas kepentingan negara dan bangsa.
Pemuda kelahiran Ambon, 6 Maret 1905 ini juga adalah salah satu penggagas berdirinya Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta. Ia adalah seorang dokter dan juga seorang teolog yang sangat peduli dengan pendidikan teologi di Indonesia. Leimena bersama dengan beberapa tokoh lainnya, berinisiatif untuk mendirikan sebuah sekolah teologi yang dapat memberikan pendidikan teologi yang berkualitas bagi masyarakat Indonesia. Menciptakan sebuah lembaga pendidikan yang dapat melahirkan pemimpin-pemimpin gereja yang berintegritas dan berkompeten.
Pada tahun 1954, STT Jakarta didirikan dengan Leimena sebagai salah satu pendiri dan juga sebagai anggota Dewan Kurator. Leimena juga menjadi dosen di STT Jakarta dan memberikan kontribusi besar dalam pengembangan kurikulum dan program pendidikan teologi di lembaga tersebut. STT Jakarta kini telah menjadi salah satu lembaga pendidikan teologi terkemuka di Indonesia dan telah melahirkan banyak pemimpin gereja dan teolog yang berpengaruh di Indonesia dan luar negeri.
Kesadaran melihat panggilan hidup untuk berdampak ditengah-tengah dunialah, yang mendorong Leimena hadir dan memberi dampak nyata. Memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) dan agama (oikumenisme) yang sama. Pandangan hidup ini yang mendorong Leimena menjadi sosok politisi Kristen asal Maluku, dan ahli misiologi Belanda.
BENIH IMAN YANG BERTUMBUH
Benih iman yang tertanam, bertumbuh, dan mengakar telah mengantar Leimena menjadi sosok teguh dan berdampak. Bertumbuh dari keluarga Kristen yang taat dan memiliki latar belakang pendidikan yang kuat. Leimena adalah anak dari pasangan Dominggus Leimena dan ibu yang bernama Elizabeth Sulilatu. Ayahnya adalah seorang guru dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang peduli dengan pendidikan anak-anaknya.
Walau terlahir dalam keluarga sederhana, dan ditinggalkan sang ayah di masa masih kecil berusia 5 tahun. Dalam kesulitan bangsa yang terjajah, namun putra kedua dari lima bersaudara ini bertumbuh menjadi pribadi yang kuat, teguh, penuh perjuangan untuk belajar.
Setelah ditinggal ayahnya, Leimena tinggal bersama pamannya. Pribadi yang rajin dan mau dibentuk dalam binaan pamannya. Leimena bersekolah di Ambonsche Burgerschool (setingkat SD untuk saat ini) di Ambon di tempat paman yang mengasuhnya menjadi kepala sekolah. Didikan pamannya yang penuh disiplin berhasil menempa Johannes dan menjadikannya murid yang berprestasi. Hingga akhirnya Leimena berkesempatan meneruskan studinya setelah SMP, SMA ke School tot Opleiding van Indische Artsen (bahasa Indonesia: Sekolah Pendidikan Dokter Hindia), atau yang juga dikenal dengan singkatannya STOVIA, yang adalah sekolah untuk pendidikan dokter pribumi di Batavia pada zaman kolonial Hindia Belanda. Saat ini, sekolah ini telah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tepatnya di Gereja Pasundan pada 19 Agustus 1933, Leimena menikah dengan Wijarsih Prawiradilaga dan dikaruniai 8 putri. Setelah bekerja selama 11 tahun sebagai dokter swasta, ia melanjutkan studi dan mendalami ilmu penyakit dalam (internist). Pada 17 November 1939, Leimena mempertahankan disertasi Ph.D-nya dengan judul Leverfunctieï proeven bij Inheemschen dan meraih gelar Doktor di Geneeskunde Hogeschool/GHS (Sekolah Tinggi Kedokteran), Batavia.
Semua prestasi yang bisa diraihnya, berkat usaha dan kerja kerasnya untuk belajar dengan sungguh. Inipun adalah karya Kasih Allah yang menyertai anak yatim ini nyata. Dokter spesialis penyakit dalam, jarang ditemukan namun Leimena mendapat kesempatan meraihnya. Sungguh ajaib anugerah Tuhan.
KEPEDULIAN YANG NYATA
“Oom Yo”, inilah nama panggilan dekat yang menempel pada dirinya. Dalam karier yang dibangun melalui pendidikan yang diraihnya, dirinya menggagas hadirnya Puskesmas pada tahun 1950, dan baru dibangun pada tahun 1968 oleh pemerintahan Orde Baru. Kepedulian bagi masyarakat desa yang jauh dari pelayanan kesehatan.
Ketika bertugas di Rumah Sakit Immanuel di Bandung (1931-1941), Oom Yo terkenal sebagai sosok yang sederhana dan selalu melihat setiap orang sebagai makhluk Tuhan yang sama kodratnya. Karena itulah, ia mengecam struktur masyarakat kolonial. Baginya, masyarakat yang terpecah-pecah menurut warna kulit tidak sejalan dengan ajaran Alkitab dan sikap berdiam diri terhadap hal ini bertentangan dengan hati nuraninya. Ia juga tidak setuju dengan para teolog Barat yang memisahkan gereja dan negara secara absolut karena hal itu menyebabkan orang-orang Kristen tidak mau bertanggung jawab dalam kehidupan bernegara. Menurut Oom Yo, orang Kristen harus memancarkan sinar kasih Kristus kepada masyarakat luas melalui partisipasi aktif.
Ketika menjadi Menteri Kesehatan, Oom Yo juga sangat memerhatikan kebutuhan masyarakat banyak akan fasilitas kesehatan sehingga ia mengeluarkan Rencana Bandung yang dirancang berdasarkan pengalamannya melayani sebagai dokter di Bandung. Rencana Bandung inilah yang menjadi cikal bakal dari Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) pada masa kini.
Selain terlibat aktif di pemerintahan, Oom Yo juga memainkan peranan penting dalam pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia yang kini menjadi PGI (Persatuan Gereja-gereja di Indonesia). Setelah melepaskan tugas-tugasnya sebagai menteri, Oom Yo masih menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung hingga 1973.
Dr. Johannes Leimena mengakhiri hidupnya dengan meninggalkan jejak sejarah yang manis. Meninggal di Jakarta, 29 Maret 1977 pada umur 72 tahun. Sebagai seorang dokter, politisi, dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ia juga tercatat sebagai salah satu Menteri yang menjabat paling lama selama pemerintahan Presiden Soekarno, dengan total masa jabatan hampir 20 tahun.
Pribadi yang terlahir dengan banyak kesulitan, namun tak menyerah untuk terus berjuang. Kasih Tuhan melalui paman yang mengasuh, mengantarnya dapat menikmati pendidikan yang layak walau tak mudah di masa penjajahan. Setiap prestasi diraihnya, namun tak melupakan panggilan sebagai anak Tuhan. Berkarya nyata dengan pemahaman yang benar, dan bersinar di tengah-tengah bangsa. Dirinya-pun dipakai Tuhan menjadi seorang teolog Kristen yang meletakkan dasar teologi bangsa, menjadi berkat bagi bangsa. Terimakasih Om Yo, menjadi teladan bagi bangsa dan dunia. Hidup tak hanya bagi diri sendiri, keluarga, dan gereja namun bagi juga bagi bangsa.
(Dikompilasi dari berbagai sumber)