
Pertanyaan:
Selamat siang Pak Lando,
Menyimak berita seputar kasus dugaan ijazah palsu mantan presiden Joko Widodo digunakan untuk kontestasi Pilpres pada tahun 2019. Dalam kaitan kasus ini, Saya mau bertanya:
- Bagaimana hukum berlaku atas mantan presiden Joko Widodo, akibat objek perkara (ijazah), jika terbukti palsu?
- Jika hal serupa dilakukan oleh pelaku lainnya demi menyukseskan sebuah kontestasi, apakah pelaku bisa diturunkan dari posisi saat menjabat? dan apa yang akan dilakukan kepada pihak-pihak yang bekerjasama, demi tercipta ijazah palsu tersebut?
- Melihat lengahnya hukum terhadap kasus serupa, apa yang harus dilakukan dalam kontestasi berikutnya di bangsa kita?
Terimakasih Pak Lando, saya menanti pencerahan hukum dari Bapak
Salam: Ricardo, Tangerang
Jawaban:
Halo Pak Ricardo,
Dalam menanggapi pertanyaan mengenai implikasi hukum terkait dugaan pemalsuan ijazah oleh pejabat publik, penting untuk saya sampaikan terlebih dahulu bahwa Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menegaskan keaslian ijazah Presiden Joko Widodo. Oleh karena itu, analisis berikut bersifat hipotetis atau skenario, dengan tujuan menjelaskan bagaimana hukum Indonesia bekerja apabila suatu ijazah terbukti palsu.
Jika terbukti bahwa sebuah ijazah palsu digunakan, hukum pidana secara tegas mengatur pertanggungjawaban bagi siapa pun, tanpa terkecuali, termasuk pejabat publik. Namun demikian, keabsahan keputusan atau kebijakan yang telah dibuat pejabat saat menjabat tidak otomatis batal; pembatalannya memerlukan putusan pengadilan yang sah.
Bagi pejabat lain yang melakukan hal serupa demi meraih kemenangan politik, mekanismenya berbeda tergantung pada jabatan yang dipegang. Untuk presiden atau wakil presiden yang sedang menjabat, satu-satunya mekanisme pemberhentian adalah melalui pemakzulan. Proses pemakzulan di Indonesia merupakan mekanisme konstitusional yang melibatkan DPR, Mahkamah Konstitusi (MK), dan MPR, dan hanya dapat dilakukan atas dasar pelanggaran hukum berat atau pelanggaran konstitusi yang telah terbukti secara hukum.
Sementara itu, kepala daerah atau pejabat publik lainnya dapat dikenai diskualifikasi atau pemberhentian setelah ada pembuktian hukum yang sah. Aparat penegak hukum juga memiliki kewenangan untuk menindak seluruh jejaring yang terlibat, mulai dari pembuat hingga pengguna dokumen palsu, sedangkan sanksi administratif berjalan secara paralel.
Singkatnya, hukum di Indonesia telah menyediakan instrumen yang memadai untuk menjerat pelaku pemalsuan ijazah, sementara mekanisme pemilu dan administrasi pemerintahan memiliki kapasitas untuk membatalkan pencalonan atau memberhentikan pejabat yang tidak memenuhi syarat, selama prosedur dijalankan dengan benar. Kunci integritas kontestasi politik pada saat ini terletak pada verifikasi awal yang kuat, dan komunikasi publik yang transparan. Dengan langkah-langkah ini, kepercayaan publik dapat dijaga, dan prinsip keadilan tetap ditegakkan.
Demikian saya sampaikan.
Salam,
Theodorus Warlando Ginting
Theodorus Warlando Ginting adalah seorang profesional yang dikenal di bidang hukum dan bisnis khususnya dalam bidang hukum korporasi, merger & akuisisi, serta restrukturisasi perusahaan. Ia juga aktif dalam berbagai organisasi profesi hukum di Indonesia.