ALLAH yang kekal, yang kita sembah, adalah Allah yang melintasi garis, bidang, ruang, dan waktu. Bagi orang percaya, iman itu dimensi yang tidak bisa diukur, karena sangat luar biasa, melintasi segala sesuatu. Allah melewati semuanya. Allah tidak dikurung atau dibatasi oleh garis. Allah tidak terbatas oleh bidang, dan Allah tidak dikurung oleh ruang dan tidak dikuasai oleh waktu yang berputar.
Sementara kita, manusia, dibatasi oleh garis maupun bidang. Sehingga kita terkotak-kotak, terkurung dalam satu ruang, tidak bisa ada di satu tempat, lalu ada di tempat lain pada saat yang bersamaan. Kita dibatasi ruang dan waktu. Itu membuat kita secara hakekat berbeda dengan Allah yang tidak dibatasi oleh garis, bidang, ruang maupun waktu. Maka Allah yang kekal itu sering kali sulit kita mengerti.
Tetapi manusia tidak tahu diri. Karena tidak bisa mengerti Allah, justru Allah yang disalahkan. Maka sering tanpa sadar kita memaksakan supaya Allah bisa dimengerti berdasarkan pikiran kita. Waktu Allah bisa dimengerti, barulah kita berkata, “Ini Allah”. Sebaliknya, ketika Allah tidak bisa kita mengerti, kita marah-marah. Padahal untuk bisa memahami Allah, kita tidak perlu marah-marah tetapi duduk diam mendengarkan suara Allah, supaya kita bisa mengerti.
Allah tidak termakan oleh jaman. Jaman boleh berganti, dari pramodern–modern–post-modern. Yang dulu modern, suatu saat menjadi usang. Manusia menjadi tua dan mati. Tetapi Allah tidak termakan oleh jaman itu. Allah tidak akan menjadi tua oleh perjalanan waktu. Karena Dia Allah yang kekal, tidak termakan jaman, sehingga kehadiran-Nya selalu up to date di sepanjang jaman. Maka tidak heran jika Alkitab juga up to date sepanjang jaman. Yang tidak up to date adalah bagaimana orang Kristen memahaminya atau mengerti. Sering kali kita menjadi cupet, dikurung oleh pengertian-pengertian yang salah, sehingga orang-orang mencemooh, seakan-akan Alkitab itu buku kuno. Padahal Alkitab luar biasa hebat, dahsyat. Pengertian kitalah yang seringkali menjadi kacau karena malas mendalami, menggali dan menemukan mutiara di dalam Alkitab.
Kemudian, Allah yang kekal adalah Allah yang menguasai sejarah. Tidak ada suatu sejarah yang lewat kalau bukan karena Dia. Maka Dialah yang memulai sejarah, yang membuka sejarah, menciptakan sejarah. Allah yang kekal itulah pusat kehidupan setiap orang percaya. Allah menjadi pusat pengharapan kita. Pengharapan kita bukan dunia dan ipteknya yang luar biasa, tetapi penghidupan yang Allah berikan. Karena Dia yang memberi dan memelihara hidup, lalu apa yang kita takutkan? Kita boleh takut jika tidak ada yang menjamin hidup. Tetapi Allah yang kekal, pusat pengharapan penghidupan ada bersama kita, menuntun, membimbing dan mengarahkan kita pada satu kehidupan yang sesuai kehendak-Nya, dan pengharapan kehidupan itu dapat dipertanggungjawabkan karena Dia kekal. Dia tahu hidup masa lampau, masa kini, masa depan, semua ada di tangan-Nya.
Dalam kepastian
Karena itu Allah sebagai pusat pengharapan kehidupan, DIA-lah satu-satunya yang dapat diandal-kan. Di tangan-Nya ada masa depan kita. Dia merangkai masa depan yang baik bagi kita. Itu sebabnya, kepercayaan kepada Allah yang kekal seharusnya memberikan ketenangan pada batin manusia. Kepercayaan kepada Allah yang kekal seharusnya memberi kita kekuatan yang mahadahsyat dalam menjalani kehidupan. Allah sebagai pusat pengharapan masa depan menjadi satu rangkaian perjalanan kehidupan kita. Allah adalah pusat pengharapan yang abadi. Seringkali kita mengalami kepahitan dan kesulitan, sehingga istilah abadi sulit kita mengerti. Tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali pengharapan kepada Allah. Pengharapan yang abadi. Kita semua akan tua dan mati, tetapi pengharapan itu sendiri adalah pengha-rapan yang abadi. Itu yang penting, karena pengharapan itu akan membawa kita kepada kekekalan yang sejati.
Percaya kepada Allah yang menghidupkan, maka mati bukan masalah. Karena itulah pusat pengharapan. Dia yang abadi seha-rusnya menjadi semangat dan gairah di dalam hidup ini. Orang percaya harus terus belajar menemukan kesejatian, di dalam pergumulan dan kesulitan. Karena itu, manusia harus takluk dan menaklukkan diri kepada Allah. Percaya kepada Allah adalah tindakan yang sangat bertanggung jawab. Percaya kepada Allah itulah yang paling penting dalam hidup manusia. Percaya kepada Allah, maka Dia akan memberikan gairah yang menghidupkan, dan itu menjadi kekuatan.
Karena Allah adalah Allah yang kekal, maka sudah seharusnya kita menggantungkan seluruh kehi-dupan kepada Dia. Berjalan dalam kepastian, melewati ketidak-pastian. Karena Allah itu kekal, seharusnya Ia menjadi pusat pengharapan kita menyongsong masa depan, sehingga dari ketidakpastian kita berjalan dalam kepastian. Dunia memang penuh ketidakpastian, tetapi Kristus Tuhan yang datang, Allah yang mengubah seluruh kehidupan manusia, memberi harapan yang sangat kuat. Manusia harus bergantung kuat kepada Dia. Bersama Dia, manusia mempunyai pengharapan yang solid.
Oleh karena itu, di tengah-tengah persoalan dan pergumulan hidup, jangan pernah menyerah, karena Allah ada bersama kita, menuntun dan membimbing kita. Berbahagialah setiap orang percaya yang menaruh harapnya kepada Dia karena mereka akan dikuatkan, dimenangkan dalam hidupnya. Berbahagialah mereka yang beriman teguh kepada Allah yang kekal, karena mereka memiliki sifat kekal, di dalam hidupnya.
(Diringkas dari kaset Khotbah Populer oleh Hans P.Tan)