Apakah Kita Memiliki Kasih Allah?

Oleh Pdt. Bigman Sirait —

 

MENGENAL kasih Allah adalah bagian yang penting kita pikirkan untuk menyadari nilai atau makna kasih itu dalam kehidupan kita. Allah adalah kasih. Tidak ada yang lebih besar daripada kasih Allah.

Allah adalah kasih. Dia merancang bangun itu di tengah-tengah manusia, menolong dan membimbing manusia sehingga masuk di dalam pemahaman yang utuh ten-tang itu. Allah adalah kasih karena Dialah yang lebih dulu mengasihi manusia. Kasih Allah adalah kasih yang datang dari inisiatif-Nya sendiri, suatu kasih yang luar biasa yang melintasi batas hitung yang bisa kita punyai, yang melintasi batas yang ada di dalam dunia. Sehingga dikatakan kasih yang tidak masuk akal, dan akhirnya orang tidak mau percaya. Dan itulah yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Kasih yang ajaib itu, kasih yang tidak bisa disamakan dengan pengalaman-pengalaman kasih yang biasa kita mengerti, atau kasih yang coba diberi definisi berdasarkan ukuran kita. Kalau kita membicarakan kasih adalah Allah maka kasih Allah harus kembali kepada ketetapan yang Allah katakan, ukuran yang Allah berikan.

Allah adalah kasih bukan karena Allah berespon terhadap apa yang dikerjakan oleh manusia, tetapi kasih yang diberikan-Nya berda-sarkan kerelaan kehendak-Nya yang dinyatakan-Nya di dalam kasih dan kedaulatan-Nya, menjangkau manusia. Ia datang kepada manusia. Oleh karena itulah maka kasih Allah ini ajaib dan luar biasa di tengah-tengah kehidupan dan pengharapan manusia.

Kasih Allah itu dapat menjangkau apa pun sehingga orang yang paling berdosa se-kalipun tertegun akan kasih Allah, menangis disentuh kasih Allah, dan akhirnya mempunyai kepastian dalam hidup. Kasih Allah adalah kasih yang membangun harapan, sehingga manusia yang dikasihi itu mempunyai kekuatan, gairah menyongsong masa depan. Kasih itu ada, jauh sebelum manusia ada. Karena kasih-Nyalah Allah men-ciptakan manusia. Karena kasih-Nyalah Allah menciptakan manusia dalam kesempurnaan. Dan karena kasih yang sama pula, Allah masih memberikan pintu pengharapan ketika manusia jatuh ke dalam dosa.

Pada hakekatnyalah manusia tidak mampu, tidak pernah bisa mengerti, tidak bisa merespon pada kasih Allah. Maka bersyukurlah ketika kasih karunia me-warnai pengakuan dan pemahaman kita. Adalah tidak masuk akal ketika orang berkata, “Aku telah mengalami pertobatan, kasih Allah ada dalam hidupku”, tetapi dia tidak pernah mampu mengasihi orang lain. Omong kosong kan? Bagaimana mungkin engkau dapat mengatakan, “Aku mengasihi Tuhan”, yang tak kelihatan, padahal saudaramu sendiri yang ada di sampingmu, jelas kelihatan, tahu penderitaannya, tapi engkau tidak mengasihinya? Ini harus menjadi suatu koreksi, di mana kasih sering kali dimunculkan dalam kepura-puraan, sekadar aksesoris atau lipstik.

Maka orang-orang percaya adalah orang-orang yang hidup di dalam kasih Allah. Dan orang-orang percaya adalah orang yang seharusnya hidup dikuasai kasih Allah sehingga dia dituntun, dibimbing dalam peri kehidupannya. Orang yang dikuasai kasih Allah tidak akan menghabiskan waktunya secara egois hanya untuk dirinya. Ia akan berbagi rasa de-ngan rekan-rekannya, ia akan berbagai cinta kasih kepada banyak orang. Ia akan coba menjangkau orang dan membawa orang datang kepada Tuhan.

 

Saling meng-klaim kasih

Jika setiap gereja, setiap orang Kristen mempunyai kasih, maka kita bisa mengurangi angka pengangguran. Kalau semua punya kasih, maka kita bisa mengurangi jumlah orang miskin. Kalau kita punya kasih, wajah gereja tak coret-moret seperti sekarang ini, tum-pang tindih tak karukaruan, saling mengklaim kasih tetapi terjebak dalam pertikaian, perpecahan, dan banyak ketidak-jujuran.

Kasih akan memampukan kita melakukan apa yang Allah kehendaki. Seperti Allah telah bertindak, sang anak diberikan bagi umat manusia, dan sang anak dengan kerelaan datang ke dunia meninggalkan surga mulia. Maka kasih yang sama mestinya membuat kita rela berbagi kepada siapa saja, membawa orang kembali ke dalam tangan Tuhan. Bukankah itu yang seharusnya ada di dalam hidup ini? Karena itu, mari kita memeriksa diri, jangan buang-buang waktu mencaci-maki orang lain, agama lain. Mari memeriksa diri, adakah kasih itu kita miliki? Atau kita hanya menyebutnya tanpa pernah melakukannya.

Kasih Allah menjadi kekuatan yang dahsyat dalam hidup, melampaui logika yang tidak mungkin diukur dengan apa pun juga. Kasih yang tak berbatas. Betapa tenteram seorang istri ketika suami memiliki kasih Allah. Betapa bangga dan puasnya sang suami ketika sang istri memiliki kasih Allah. Tidakkah kita rindu terhadap kasih, memiliki dan mendemonstrasikannya dalam hidup?

Kiranya Tuhan membangunkan dan menggugah kita untuk mendemonstrasikan kasih Allah. Karena itu, mulailah dengan orang yang paling dekat: antara suami dan istri, orang tua dan anak, saling mengasihi dengan seisi rumah sebelum kita menjelajah lebih jauh. Menghasihi tak ada batas, di mana bisa lakukankah, dan nama Tuhan dipermuliakan.

 

(Diringkas dari kaset Khotbah Populer oleh Hans P.Tan)

 

 

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *