Pdt. Bigman Sirait
Follow @bigmansirait
Bapak Pengasuh yang baik!
Saya ingin bertanya, jika anak adalah anugerah Tuhan, mengapa masih banyak orang yang membuang anaknya, membunuh anaknya, bahkan menjerumuskan anaknya dalam kejahatan dunia ini?
Bukankah Tuhan harusnya melindungi anak-anak itu supaya mereka bisa aman dari tindakan berdosa orang tua/orang dewasa pada mereka? Mengapa Tuhan membiarkan hal itu terjadi?
Jika anak adalah anugerah Tuhan, mengapa dia harus dikandung oleh seorang ibu yang menolak kehadirannya saat di kandungan? Bukankah benih itu dihidupkan dari Tuhan?
Terimakasih sebelumnya untuk perhatian dan jawaban Bapak pengasuh.
Ibu Maya, Jakarta Barat Bapak Pengasuh yang baik! Saya ingin bertanya, jika anak adalah anugerah Tuhan, mengapa masih banyak orang yang membuang anaknya, membunuh anaknya, bahkan menjerumuskan anaknya dalam kejahatan dunia ini?
Bukankah Tuhan harusnya melindungi anak-anak itu supaya mereka bisa aman dari tindakan berdosa orang tua/orang dewasa pada mereka? Mengapa Tuhan membiarkan hal itu terjadi?
Jika anak adalah anugerah Tuhan, mengapa dia harus dikandung oleh seorang ibu yang menolak kehadirannya saat di kandungan? Bukankah benih itu dihidupkan dari Tuhan?
Terimakasih sebelumnya untuk perhatian dan jawaban Bapak pengasuh.
Ibu Maya, Jakarta Barat
Ibu Maya yang terkasih!
Pertanyaan ini memang merupakan realita yang seringkali membuat kita trenyuh. Anak yang tertolak, teraniaya, yang sejatinya tak pernah meminta untuk dilahirkan, namun hadir di dunia yang menolaknya. Bagaimana memahaminya secara Alkitab? Mari kita coba menelusurinya.
Pertama yang perlu kita ingat adalah bahwa Alkitab mengajarkan: Keluarga ideal, kehidupan ideal, itu ada, diberikan oleh Allah, yaitu sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Semua sempurna adanya. Tak ada yang kurang apalagi salah, sampai kemudian manusia jatuh ke dalam dosa. Semua rusak, baik manusia, maupun dunia.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh dosa, manusia mati, baik rohani (langsung), maupun jasmani (berproses oleh waktu). Terpisah dari Allah sumber hidup, membuat manusia kehilangan arah hidup yang benar. Dalam keterpisahannya, manusia menjadi self oriented, dan relasi antar manusia berubah, dari saling mengasihi menjadi saling menguasai, menyakiti. Begitu juga dengan alam yang mendatangkan bencana, baik darat, laut, dan udara, silih berganti.
Dengan jelas kita melihat bagaimana Kain membunuh Habel adik kandungnya. Kekerasan semakin menjadi, pembunuhan, perkosaan, juga penyembahan berhala. Manusia makin jauh dari citranya sebagai gambar dan rupa Allah. Kekerasan ini juga menghampiri anak-anak, yang dalam agama kuno, seringkali dijadikan korban untuk dipersembahkan pada dewa Molokh. Jadi kekerasan pada anak sudah terjadi sejak ribuan tahun sebelum Masehi, bahkan dengan alasan keagamaan. Realita keberdosaan.
Bagaimana Alkitab berbicara mengenai hak anak? Di dalam PL, bahkan di era perbudakan, ketika Israel keluar dari Mesir, telah diatur perlindungan bagi budak Ibrani, khususnya anak-anak. Sementara bagi orangtua Israel ada kewajiban untuk mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang karya Allah, yang jika tidak dijalankan akan dihukum oleh Allah (Ulangan 6). Semua ini menunjukkan perlindungan Allah bagi anak-anak.
Begitu juga dalam PB, para ayah diingatkan agar tidak melukai hati anak-anak mereka (Efesus 6:4). Bahkan jika ada orang yang menyesatkan anak-anak, maka mereka lebih baik dihukum mati (Matius 18:6). Alkitab sangat keras terhadap mereka yang melukai seorang anak, karena anak sejatinya adalah masa depan dunia. Dan secara teologis, anak adalah titipan Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan. Lalu mengapa masih ada kekerasan pada anak? Yang pasti Alkitab melarang hal itu.
Kekerasan pada anak, jelas menunjuk kepada orang yang tidak mengenal Tuhan dalam pengertian seutuhnya. Yaitu mereka yang tak hanya menyebut nama Tuhan (beragama), melainkan melakukan kehendak Tuhan di kehidupannya (Matius 7:21). Jadi, jika dipertanyakan mengapa masih ada orangtua yang membuang anaknya, maka jelas alasan teologisnya, tidak mengenal Allah. Sementara dari perspektif lain, kesulitan ekonomi, gangguan psikologis, rasa malu, tidak ada rasa bertanggung jawab, dan hal lainnya menjadi alasan. Namun apapun alasannya, hal ini jelas salah! Jangankan Alkitab, bahkan negarapun wajib melindungi anak, dan menghukum orangtua yang melakukannya.
Sementara pertanyaan mengapa Tuhan membiarkannya, bukanlah pembiaran. Harus dipahami, setiap orang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Tuhan, itu jelas, dan serius! Nah, soal cara, tentu sangat berbeda dengan hukum Negara. Alkitab mengatakan orangtua akan dituntut atas dosa-dosanya, begitu juga anak. Dosa orangtua tidak akan dituntut kepada anak-anaknya (2 Tawarikh 25:4).
Dalam kenyataan kehidupan, ada banyak anak yang dibuang orangtuanya, ternyata menjadi orang sukses di kemudian hari. Jelas pemeliharaan Tuhan atasnya, namun jangan lupa, cara pemeliharaan Tuhan bukan satu warna. Dalam Alkitab ada janda miskin, ada Yusuf Arimeta yang kaya, ada kepala pasukan yang sehat, tapi juga Lazarus yang sakit-sakitan dan miskin. Semua orang percaya yang dalam pemeliharaan Tuhan. Di sini kita perlu memahami arti pemeliharaan Tuhan seutuhnya.
Sola hidup, anak lahir, adalah anugerah Tuhan, itu pasti. Tapi jangan lupa, bukan hanya anak lahir dibuang orangtuanya, juga ada orang bunuh diri, padahal hidup adalah anugerah Tuhan. Nah, tiap orang yang mempermainkan anugerah Tuhan pasti akan dihukum, disini di bumi, dan nanti disana di akhir kehidupan. Allah itu adil, tapi memang tak mudah memahaminya.
Akhirnya ibu Maya yang dikasihi Tuhan, ada banyak anak yang dibuang, mengalami kekerasan, dari orangtuanya sendiri. Maka, adalah panggilan kita untuk menolong mereka. Kehadiran kita adalah perintah Allah untuk mengasihi sesama, dan berkat bagi mereka yang terbuang.
Betapa indahnya jika semua gereja melakukannya. Selamat berlomba.