Pertanyaan:
Saya S (32 thn) baru 1 tahun menikah, memiliki seorang bayi usia 3 bulan. Saya dikenalkan dengan suami (N) usia 40 thn, anak dari teman ayah saya. Awal perkenalan, N terlihat baik dan sopan. Tanpa berlama-lama dalam masa berpacaran serta desakan dari orang tua, akhirnya kami menikah sebelum 1 tahun perkenalan. Dengan harapan saya bisa berbahagia dengan N.
Awal pernikahan kami baik-baik saja, tetapi selang setelah anak kami lahir, terlihat perilaku N yang agak aneh. Dia mulai pulang larut malam, dengan alasan rapat dan ada pekerjaan yang harus dikerjakan. Tanpa disengaja, saya melihat HP nya dan terlihat ada foto-fotonya bermesraan dengan wanita penghibur. Saya marah dan membanting HP nya di depan matanya. Dia terkejut dan mengaku bahwa dia diajak oleh pimpinannya untuk menemani kliennya. Ia minta maaf dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. Setelah kejadian itu N tetap tidak berubah dan suka berbohong, selalu mengatakan tidak punya uang padahal N suka memberikan uang kepada wanita-wanita penghibur.
Sekarang saya merasa tidak bersemangat dan menyesali pernikahan dengan N. apa yang harus saya lakukan? saya tidak mau hidup bersama dengan suami yang suka berbohong dan berzinah.
Jawaban:
Kami memahami keadaan ibu S tidaklah mudah ketika menghadapi situasi seperti saat ini, ketika harus merawat bayi yang masih kecil, diperhadapkan dengan kondisi rumah tangga yang tidak menyenangkan. Ibu merasa kecewa dan bingung dalam menentukan pilihan untuk berpisah atau tetap bertahan.
Memang pernikahan adalah milik orang yang sudah dewasa bukan hanya usia, tetapi juga kematangan dalam jiwa. Menjalani pernikahan tidaklah semudah seperti yang diharapkan dan perlu dipersiapkan dengan matang pula. Itupun tetap saja ada berbagai masalah yang harus dihadapi, apalagi ketika memasuki pernikahan dengan persiapan yang minim.
Menghadapi situasi seperti yang ibu alami saat ini, ada beberapa hal yang perlu dipahami:
- Untuk mengambil keputusan yang terbaik diperlukan ketenangan hati dan pikiran, dengan mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi. Untuk itu kita perlu berbicara dengan orang-orang yang dapat dipercaya dan bijaksana sebelum memutuskannya. Jangan sampai malah berdampak lebih buruk dari kondisi saat ini.
- Penyesalan yang sungguh-sungguh akan terlihat dalam perubahan perilaku, bukan malah mencari pembenaran dan menutupi kesalahannya dengan tindakan lain yang salah atau bahkan menyalahi orang lain. Penyesalan tanpa perubahan adalah penyesalan yang semu.
Untuk mengetahui penyebab permasalahan yang terjadi, perlu dilakukan komunikasi dan komitmen bersama pasangan dengan memperhatikan nilai-nilai berdasarkan iman dari pasangan dan janji pernikahan untuk mencapai tujuan dari pernikahan itu.
Pilihannya antara tetap bertahan meskipun tidak merasa bahagia, atau berpisah dengan konsekuensi merasa malu, kesulitan ekonomi, saling menyakitkan baik diri sendiri, pasangan maupun keluarga.
Langkah penting yang perlu diambil ketika ingin tetap bertahan adalah melakukan perubahan untuk saling membahagiakan pasangan dan keluarga, bukan hanya memikirkan dan memenuhi kesenangan diri sendiri. Saling mengoreksi diri sendiri dan pasangan untuk memahami dan menerima keberadaan pasangan. Lakukan perbaikan bukan untuk saling menyalahkan, serta tidak mengungkit-ungkit kesalahan yang telah lalu.
Dalam menjalani proses tidak ada yang instan, langsung selesai dan sempurna, tetapi melalui hal yang tidak menyenangkan dan sulit sekalipun ada hal yang dapat dikerjakan bersama untuk mendatangan kebaikan bagi pasangan dan keluarga, ketika semua dilakukan dengan hati yang tulus.
Selamat menemukan kebahagiaan sejati.
Jika anda membutuhkan konsultasi keluarga,
silakan mengirim pertanyaan ke sekretariat yapama WA: 0811-8888-804