SEPERTI sudah dibahas sebelumnya, masalah etika adalah masalah moral, yaitu soal benar dan salah dalam suatu tindakan. Nilai-nilai yang menjadi standar seseorang dalam menetapkan sesuatu benar atau salah sudah barang tentu berbeda-beda bergantung kepada latar belakang, lingkungan, keyakinan dan kedewasaan seseorang.
Satu sumber utama etika adalah Alkitab yang menghasilkan etika Kristen. Etika Kristen berdasarkan kehendak-kehendak Allah seperti yang diwahyukan kepada manusia melalui Alkitab. Karena Allah adalah Sang Pencipta dan yang mahakuasa, mahatahu dan kekal, etika Kristen bersifat mutlak, yaitu selalu benar, tidak bergantung kepada waktu, tempat dan lingkungan. Etika Kristen juga bersifat mengikat bagi umat-Nya, yaitu menuntut umat mematuhinya.
Sistem etika lain, etika Kristen berpusat kepada tugas (‘duty centered’) atau aturan tidak kepada hasil dari tindakan. Dalam sistem ini aturan-aturan adalah utama. Aturan-aturan etika yang akan menetapkan hasil, bukan sebaliknya. Aturan-aturan menjadi dasar seseorang bertindak. Dan aturan-aturan dipandang baik tidak bergantung kepada hasil dari menjalankannya. Dan bahkan suatu hasil harus dinilai berdasarkan aturan-aturan yang ada. Seseorang boleh kaya, namun jika itu didapat dari korupsi, dia adalah orang yang beretika buruk. Dia lebih buruk dibandingkan dengan orang miskin yang mendapatkan penghasilannya dari usaha-usaha yang jujur.
Lawan dari sistem etika duty centered adalah end centered atau berpusat kepada tujuan. Dalam sistem ini yang lebih utama adalah hasil dari suatu tindakan. Dengan kata lain hasil yang diinginkan akan menetapkan aturan-aturan yang diambil dan hasil menjadi dasar tindakan seseorang. Suatu aturan dinilai baik karena memberikan hasil yang diharapkan. Karena itu kadang-kadang demi hasil aturan dilanggar, sehingga aturan-aturan sering tidak bersifat mutlak.
Di dalam sistem etika Kristen ada prinsip adanya hukum moral yang lebih tinggi karena adanya suatu kebaikan atau prinsip yang lebih tinggi daripada yang lain. Misalnya, manusia dituntut untuk mengasihi Allah lebih dari manusia (Lihat Matius 22: 36 – 38) bahkan dirinya sendiri. Lukas 14: 26 bahkan mengatakan “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Sudah barang tentu kita harus hati-hati dalam menerapkan prinsip ini, tidak dengan semena-mena tapi dengan hati-hati dan dengan hati yang tulus.
Manusia harus mengasihi sesama manusia lebih daripada materi (lihat Matius 22: 39), termasuk harta, posisi, prestasi, nama, waktu, dsb. Manusia bagi Alkitab adalah utama sedangkan materi adalah sekunder. Alam semesta dengan segala isinya dicipta Tuhan untuk dieksplor oleh manusia dan digunakan untuk kesejahteraannya (Kejadian 1: 28). Untuk menebus manusia dari akibat dosa Allah rela mengirimkan Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, datang ke dunia, menderita bahkan mati di kayu salib yang hina. Karena Allah begitu mengutamakan manusia, orang percaya pun harus mengutamakan sesama manusia.
Manusia diminta mengasihi orang lain lebih daripada dirinya seperti diungkapkan dalam ayat yang sering disebut sebagai the golden rule dalam hubungan antarmanusia (Matius 7: 12). Kita diminta memiliki empati terhadap orang lain dan memperlakukan mereka seperti keinginan kita sendiri untuk diperlakukan orang lain. Manusia pada dasarnya memiliki sifat ego-sentris, sedang orang yang mau ikut Yesus harus menyangkal diri, yaitu tidak memusatkan perhatian pada diri sendiri tetapi kepada sesama manusia.
Dan walaupun Alkitab juga memerintahkan manusia tunduk kepada pemerintah, namun manusia harus mematuhi Allah lebih daripada pemerintah (KPR 5: 29). Kisah pembunuhan bayi-bayi oleh Firaun dalam Keluaran 1 menjadi ilustrasi sikap ini. Para bidan Yahudi yang takut Allah tidak mematuhi perintah Firaun itu sehingga bayi Musa selamat. Kisah Daniel yang tidak mau menyembah patung Darius sehingga akhirnya harus dihukum dimasukkan ke dalam kandang singa, dan kisah Sadrak, Mesak dan Abednego yang menolak perintah menyembah patung yang dibuat Raja Nebukadnesar juga menggambarkan manusia harus lebih taat kepada Allah daripada kepada pemerintah, raja atau pemimpin ketika apa yang mereka perintahkan tidak etis, yaitu bertentangan dengan prinsip-prinsip Firman Tuhan.
Banyak orang tidak ingin membahas masalah etika karena di negeri yang korup ini etika sulit dijalankan. Banyak orang melakukan hal-hal yang tidak etis tapi dianggap biasa oleh banyak orang. Namun orang percaya harus concern dengan etika dan hidup berdasarkan etika kristiani jika dia ingin berkenan kepada Allah dan memberikan dampak di lingkungannya. Tuhan memberkati.