
Kebanyakan dari kita bangga dan senang bila disebut sebagai pelayan Tuhan. Kita senang dan bangga bila melayani Tuhan. Ya, kita semua seolah berlomba untuk melayani Dia. Padahal Yesus sendiri pernah mengatakan bahwa Dia datang ke dunia ini untuk melayani, bukan untuk dilayani. Bagaimana kita mengaktualisasikan ucapan Yesus tersebut di atas?
Sahat Halomoan
Sahat di Depok yang dikasihi Tuhan, bicara soal melayani memang memerlukan perspektif yang komprehensip, agar kita tak salah menilai dan pada akhirnya salah menjalani. Mari kita mulai dengan ucapan Yesus Kristus sendiri, yang berkata: “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Matius 20: 28; Markus 10: 45). Kata yang dipakai di sini untuk pengertian “melayani” adalah “diakonein”, yang meluksikan pelayanan di meja makan. Sehingga gambarannya adalah bagaimana Yesus melayani setiap mereka yang membutuhkan, dengan penuh kasih dan tanggung jawab penuh. Hal ini juga mengingatkan kita akan apa yang dilakukan Yesus ketika membasuh kaki para murid-Nya.
Guru membasuh kaki murid, sungguh tak lazim, dan sangat merendahkan diri guru iru sendiri. Ucapan Yesus Kristus ini sangat tepat sasaran untuk mengoreksi sikap para murid yang justru berlomba untuk menjadi yang terbesar. Sikap yang justru mewarnai kebanyakan para pelayan masa kini, yang memakai pakaian serba wah, mobil mewah, bahkan bodyguard, dengan berbagai alasan diberkati dan lain-lain.
Apakah Yesus tidak diberkati hanya karena Dia tidak naik kereta kuda, atau berbaju mewah seperti para ahli taurat, bahkan menghardik murid-murid-Nya ketika berlaku bagai bodyguard dengan menghalangi anak-anak dibawa pada-Nya? (Sebuah perenungan!) Dengan segera kita bisa mengerti apa yang dimaksud Yesus dengan melayani, yakni bukan melayani diri melainkan memberi diri. Yesus Kristus yang melayani, dengan mencari orang berdosa, menebus dosa mereka, bahkan dengan memberikan nyawa-Nya sendiri di salib. Dia yang tidak berdosa, harus menanggung banyak dosa manusia berdosa, sehingga dalam kematian-Nya manusia dibebaskan, dan dalam kebangkitan-Nya manusia dimenangkan.
Yesus Kristus telah tampil seutuhnya sebagai seorang pelayan yang tidak pernah memikirkan kepentingan diri-Nya sendiri. Hanya saja, awas, jangan sampai salah mengerti, karena Yesus sudah melakukan itu semasa pelayanan-Nya di bumi. Nanti pada kedatangan-Nya yang kedua kali, tentu Dia tidak akan berkata sama, karena Dia akan datang bukan lagi sebagai pelayan melainkan Hakim Agung yang akan menghakimi manusia (Yohanes 5: 22; Ibrani 10: 30; 1 Petrus 2: 23). Jadi, harus dilihat konteksnya.
Sekarang Yesus Kristus telah bertakhta di surga mulia, dan akan datang kembali sebagai Hakim Agung yang adil. Maka sementara bentang waktu antara kenaikan Yesus Kristus dan kedatangan-Nya yang kedua, kita diperintahkan Tuhan untuk melayani, dan Dia telah mengatakan dengan tegas: “Siapa yang melayani Aku harus mengikut Aku” (Yohanes 12: 26). Para rasul menyebut diri mereka sebagai pelayan-pelayan Tuhan (Kolose 1: 23; 1 Timotius 4: 6). Kemudian sebagai sesama tubuh Yesus Kristus, orang Kristen diperintahkan agar saling melayani (Markus 9: 35; 1 Petrus 4: 10), juga pelayanan khusus kepada para janda (Kisah 6: 1). Bahkan ketika Yesus masih hidup-Nya melayani Dia (Matius 8: 15). Dan masih banyak catatan Alkitab yang menyebut kita sebagai pelayan Tuhan yang memang dipanggil untuk melayani Tuhan.
Jadi, Sahat yang dikasihi Tuhan, tidak ada yang salah dengan sebutan pelayan Tuhan, dan melayani Tuhan, karena memang itulah kita sebagai murid Yesus. Apa yang dimaksud Yesus dengan “datang untuk melayani, bukan untuk dilayani”, adalah tujuan kedatangan-Nya yang pertama ke bumi. Ingat, kedatangan kedua akan lain lagi. Nah, sebagai orang berdosa yang telah ditebus, dan dijadikan-Nya umat kepunyaan-Nya, kita dipanggil untuk melayani Tuhan, sebagai pelayan-pelayan-Nya. Ucapan Yesus mengingatkan kita akan semangat pelayanan-Nya, yaitu untuk melayani, bukan dilayani. Kita dipanggil untuk memberitakan Injil kepada orang berdosa, membawa mereka mengenal Yesus Kristus dengan benar. Sebagai pelayan Tuhan, kita harus sadar sesadar-sadarnya, bahwa kita hanyalah pelayan, bukan bos.
Yang memang menjadi masalah sekarang ini adalah orang berlomba-lomba bukan untuk menjadi pelayan Tuhan yang melayani Tuhan, melainkan melayani kepuasan diri sendiri. Kebanggan pelayanan masa kini berpusat pada kehebatan organisasi, kemegahan bangunan gereja, banyaknya jumlah kolekte, kepopuleran nama, dan lain-lain yang bersifat sangat kuantitatif. Pola hidup modern yaitu: all about you, memang telah menjebak banyak hidup orang percaya. Diri menjadi centre point dari pelayanan, bukan Tuhan Yesus lagi. Nama Yesus masih terus dan akan terus disebut, namun tanpa penyerahan diri kepada-Nya, bahkan sebaliknya menjual nama-Nya untuk keuntungan diri. Ini memang perlu kita sikapi dengan hati-hati.
Akhirnya saudaraku, Sahat, di Depok, mari kita terus bersama mengkritisi realita pelayanan masa kini yang banyak selubungnya. Semoga kemurnian Injil tetap dikumandangkan dalam melawan relativisme, dan setiap orang yang terpanggil sebagai pelayan-Nya senantiasa menjaga kemurnian hatinya. Kiranya ini boleh menjadi berkat buat kita semua, sampaikan salam saya pada rekan-rekan seiman pembaca REFORMATA di Depok.
REFORMATA:
Tabloid Kristen Berwawasan Nasional, Menyuarakan Kebenaran dan Keadilan.
Pendiri: Pendeta Bigman Sirait
website: www.reformata.com
Alamat Redaksi
WISMA BERSAMA
Jl. Salemba Raya No. 24B, Jakarta Pusat 10430
Telp: +62 21 392 4229 (Hunting), Fax: +62 21 314 8543