Kelola Sampah, Itu Tanggung Jawab Iman

Oleh Pdt. Bigman Sirait

KEJATUHAN manusia ke dalam dosa berdampak pula pada ekologi. Dalam Kejadian 3: 17-19 dikatakan, “Lalu firman-Nya kepada manusia itu; ‘karena engkau mendengarkan perkataan isterimu…….., maka terkutuklah tanah karena engkau……”

Semak duri dan rumput duri menjadi penghalang bagi manusia untuk mencapai kebutuhan hidupnya. Artinya ada tantangan dalam alam. Bukankah sebelumnya seluruh tumbuhan menjadi kenikmatan dan makanan bagi manusia? Bukankah sebelumnya manusia bersahabat dengan alam? Tetapi dosa telah merusak seluruh struktur sistem nilai sehingga terjadilah peristiwa-peristiwa yang akhirnya lari dari desain awal.

Tuhan menciptakan alam ini untuk menjadi tempat tinggal manusia, menikmatinya, dan manusia diberi kepercayaan mengelolanya. Tetapi dosa mengakibatkan alam menjadi lawan manusia. Alam tidak lagi menjadi tempat tinggal yang meneduhkan dan menenangkan. Alam menjadi problem dalam kehidupan manusia. Akhirnya kita melihat pertumbuhan dan perkembangan di dalam hidup manusia justru menunjukkan grafik menurun, bukan menuju kema-panan atau kebaikan. Yang terjadi adalah kerusakan-kerusakan yang tak terhidarkan. Alam semesta tak lagi menjadi sahabat manusia tetapi menjadi ancaman.

Para ahli berpendapat, jutaan ta-hun ke depan bumi akan meledak. Panas bumi makin meninggi akibat efek rumah kaca. Lapisan ozon makin bolong karena bumi makin panas akibat penggun-dulan hutan, asap ken-daraan, dan sebagainya. Maka apa pun yang kita ciptakan menjadi masalah. Contoh sederhana, ma-nusia tidak bisa lagi terlepas dari plastik. Plastik menjadi suatu kebu-tuhan. Tas belanja dari plastik. Kita makan minum dari plastik. Alat-alat rumah tangga didominasi plastik. Plastik digunakan karena memang memiliki keung-gulan, mudah dirawat, murah harga, kuat daya tahan.

Masalahnya, plastik terbuang di mana saja. Di dalam tanah, plastik tidak hancur. Dibutuhkan ratus-an tahun supaya plastik hancur. Jadi, dalam jang-ka waktu pendek saja plastik sudah menimbulkan masalah bagi manusia. Alam rusak karena gaya hidup manusia. Kita membuat polusi, udara tak lagi sehat. Udara yang kita hirup membuat daya tahan hidup kita menurun. Hidup tak lagi menarik karena muncul problem, seperti berbagai penyakit. Karena populasi manusia bertambah, kebutuhan akan air terus meningkat, perse-diaan air menipis, sama seperti persediaan minyak bumi yang terus menipis karena kebutuhan hidup. Kita memakai sumber alam serba over, sementara peme-liharaan, pengendalian kurang. Bukan tidak mungkin suatu saat nanti air akan mahal luar biasa. Sangat mengerikan jika air menjadi barang langka.

Gaya hidup dan pola hidup yang tidak karuan terus menciptakan kekisruhan pada alam. Pohon-pohon ditebang mengakibatkan berkurangnya daya serap, akibatnya banjir. Ketika banjir melanda, kita berkata kalau Tuhan marah. Padahal kita yang bikin masalah. Toh Tuhan sudah mem-buat ketentuan bahwa kita harus mengelola alam, tetapi kita meru-sak sistemnya. Jika muncul banjir, seharusnya kita tidak berkata, “Tuhan tolong!” Seharusnya kita berdoa, “Ampunilah kami yang menimbulkan baniir ini…”. Tetapi rasa tanggung jawab tak muncul karena kesadaran tidak ada. Padahal kita seharusnya mengelola alam sebagai wujud respon tanggung jawab iman, karena tugas kita adalah mengelola alam yang Tuhan berikan, bukan merusaknya.

 

Mengelola sampah

Bagaimana mengelola alam dan mempertanggung-jawabkannya kepada Tuhan? Ini isu penting yang seharus-nya diangkat orang-orang Kristen, serta bagaimana kita memainkan peran itu. Mungkin proses kerusakan tidak bisa dihentikan, tetapi paling tidak kita bisa memperlihatkan tanggung jawab kita, di jaman kita. Oleh karena itu tugas dan tanggung jawab ini perlu dibangun secara utuh. Tidak sederhana, tetapi perlu dipikirkan.

Wujud tanggung jawab itu misalnya mengelola sampah dengan baik. Sampah-sampah organik ditanam untuk menyuburkan tanah, sementara sampah seperti plastik didaur ulang menjadi barang yang bermanfaat. Mungkin tidak mudah, tetapi tidak salah jika mulai saat ini kita belajar berdisiplin dan melakukannya. Atau membuat kandang ayam di atas kolam ikan. Kotoran ayam jadi makanan ikan, sementara di samping kolam ada kebun sayuran, disiram pakai air kolam, tanaman jadi subur. Coba buat kesinambungan mengelola apa yang ada secara sistematis supaya tercipta sebuah keseimbangan, yang akibatnya sampah memberikan kehidupan, bukan merusak dan mengganggu.

Di Jakarta, kita setiap hari melihat sampah terbuang sembarangan, memenuhi selokan mengakibatkan banjir. Sampah mendatangkan penyakit. Terlalu banyak problema yang akan kita hadapi. Oleh karena itu mari berpikir betapa seorang Kristen itu sebetulnya punya wawasan yang luas, melihat seluruhnya dari perspektif yang sehat dan bertanggung jawab. Maka orang Kristen seharusnya terlatih memahami realita kehidupan. Bukankah tertib merupakan semangat dari Alkitab? Alangkah indahnya jika alam ini hijau dan segar, mudah mendapatkan air sehat, menghirup udara sehat sehingga kita tidak menjadi stres. Kalau kita tidak stres, kerja tenang dan nyaman. Ternyata mudah menuju jalan bahagia, tetapi kita membuatnya panjang karena tidak mau bertanggung jawab pada lingkungan. Karena itu mari menjadi agen pembaharuan untuk ekologi di dalam iman Kristen yang bertanggung jawab.

Selamat memandang sekitar. Lihat sekeliling, siapa tahu sudah kering kerontang. Ambil pacul, ciptakan kesuburan di tanah di mana kau tinggal. Pikirkan apa yang bisa kau kerjakan. Paling tidak sampahmu bisa kau kelola menjadi hal yang berguna. Selamat berjuang Tuhan memberkati kita semua yang mau mewujudkan setiap ketetapan dan perintah-Nya. Amen.q

 

(Diringkas dari kaset Khotbah Populer oleh Hans P.Tan)

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *