
Oleh Pdt. Bigman Sirait —
AMOS adalah seorang peternak, yang dipanggil Tuhan untuk menyuara-kan suara Tuhan. Yang menarik di sini adalah pergerakan kaum awam ternyata telah dimulai dari Perjanjian Lama (PL).
Kaum awam dipakai Tuhan untuk me-nyatakan kebenaran, dan mem-permalukan institusi-institusi ke-agamaan. Kaum awam dipakai Tuhan untuk mengoreksi jaman-nya, memperbaiki dan melurus-kan situasi yang bengkok. Amos mengumandangkan tentang bagaimana kehidupan orang-orang Israel yang akan mendapat hukuman Tuhan. Karena itu Amos memulai kalimatnya dengan sangat luar biasa, “Tuhan mengaum dari Sion dan dari Yerusalem Dia memperdengarkan suaranya…” (Amos 1: 1-5). Tuhan mengaum hanya untuk mengatakan murka yang meluap.
Mengapa Tuhan harus murka? Karena kehidupan umat di Israel ternyata sudah mengalami banyak pergeseran. Israel mengalami pelacuran-pelacuran dalam kehidupan ibadah mereka. Tidak ada lagi kemurnian, melainkan penistaan atau peniadaan hak-hak orang susah, kelaliman, ketidak-adilan, termasuk suap di lingkungan institusi imam. Jorok dan najis sekali. Waktu itu Amos muncul menjadi tokoh sentral mengingat dia hanyalah seorang peternak yang datang untuk mengoreksi jaman-nya. Di bagian awal, jelas sekali status dia sebagai peternak itu ditonjol-kan. Itu mau mengingatkan dia bukan lahir dan berada di institusi agama. Dia datang dari luar institusi agama, untuk mengoreksi institusi agama. Dia nabi yang sejaman dengan Yesaya maupun Mika.
“Mengaumlah Tuhan”, itu mengatakan Tuhan yang murka karena perilaku berdosa orang Israel waktu itu. Itu semacam cross check pada realita kehidupan. Maka sekali lagi, pe-ngangkatan atau pengutus-an Tuhan kepa-da Amos seba-gai peternak untuk mengo-reksi jaman-nya, justru mau menggam-barkan realita kehidupan Israel jauh dari yang Tuhan mau. Di Israel kita akan me-nemukan pe-rilaku dosa yang sangat mengerikan, keadilan dijungkirbalikkan, kelaliman begitu luar biasa. Orang sudah miskin, diperas juga. Realita sama sekali tidak meng-ekspresikan kehidupan sosial orang percaya atau bangsa pilihan yang mestinya harmonis.
Dulu ada sistem yang men-jamin orang miskin tidak akan sampai mati kelaparan. Misalnya, buah yang jatuh ke bumi men-jadi milik orang yang mem-butuhkannya, siapa pun dia. Ada peraturan di mana orang-orang kaya mesti menyisihkan kekayaannya untuk orang miskin. Jadi, dalam hal ini nasib orang miskin dipedulikan. Si miskin mendapat penghidupan. Tetapi sekarang, hal itu diabaikan. Maka kehidupan sosial itu sangat menyedihkan. Mereka sudah mengabaikan hak rakyat, khususnya orang miskin. Secara politis mereka bergerak ber-dasarkan perhitungan matematis mereka. Mereka mengabaikan suara para nabi yang berteriak tentang apa yang harus mereka lakukan. Jadi kalau kita melihat murka Tuhan itu wajar sekali.
Manusia gagal
Kita harus bertanggung jawab pada kehidupan. Dari jaman PL Tuhan mendisain hidup seperti itu. Dari jaman Musa sudah dibuat peraturan sedemikian rupa. Semangat ini yang harus kita tumbuh kembangkan supaya Tuhan tidak mengaum. Jangan membuat Tuhan murka karena kita menindas orang-orang miskin. Bukankah Tuhan juga marah kepada ahli-ahli Taurat ketika mereka tidak memberikan apa yang menjadi hak janda-janda miskin? Hanya saja yang membuat kita tersentak dan heran adalah, dari jaman Amos yang ku-rang-lebih 700 tahun sebelum Yesus datang, lalu sampai Ye-sus datang, pe-rilaku orang Israel masih te-tap sama juga. Ini menunjuk-kan perilaku hidup manusia yang sering gagal belajar akan pimpinan Tuhan
Sebagai peter-nak, Amos bukan orang susah. Dia bukan orang miskin, atau orang yang tidak punya kerjaan. Amos manusia berkualitas, tapi memberikan diri untuk Tuhan. Dia melayani Tuhan bukan karena sedang terpojok, tetapi men-jawab panggilan. Oleh karena itu Amos meneriakkan penghukuman kepada orang Israel, sekaligus pengharapan, yaitu harus kembali kepada Tuhan.
Dalam memahami Amos kita harus mengerti bagaimana perjuangannya melawan arus jaman itu, dan bagaimana orang-orang Israel yang ternyata mengalami kebobrokan dalam kemakmuran, dan kemerosotan moral dalam kesuksesan hidup. Apa yang dilakukan Amos, mengumandangkan murka Tuhan, itu tidak sederhana, apalagi dia hanya peternak. Kalau kita melayani Tuhan jadi guru sekolah minggu, masih enak. Kemungkinan tidak ada lemparan batu. Tapi kalau disu-ruh Tuhan menyuarakan kebe-naran di hadapan pejabat, jen-deral dengan berkhotbah, “Ja-ngan korupsi, terkutuk kau ka-lau korupsi!”, apa yang akan ter-jadi? Jangan-jangan malah kita ditangkap, dipenjarakan. Maka berdoalah supaya hidup kita mengumandangkan suara kebe-naran, suara Tuhan, sekalipun mungkin tidak enak didengar. Tapi kalau kita mau melayani Tuhan, kenapa takut?
Biarlah kumandang suara Amos menjadi peringatan serius. Tuhan pun mengaum kepada kita. Kalau membuat dosa, maulah membayangkan murka Allah sehingga kita takut dan mohon ampun. Ingat murka Allah supaya jangan mengulangi dosa. Bayangkan murka Allah, ingat kasih karunia-Nya, layani Dia. Perhatikan tanggung jawab sosial dalam kehidupan kita. Kiranya Tuhan menolong kita.q
(Diringkas dari khotbah oleh Hans P.Tan)