Pernikahan Beda Iman

Pertanyaan:

Shalom Pak Pendeta,

Bagaimana menurut Alkitab tentang pernikahan dengan orang yang berbeda imannya?

Mohon jawabannya

Salam

David, Tangerang

 

Jawaban:

Saudara David,

Pernikahan adalah bagian penting yang dirancang Allah bagi kehidupan manusia. DisatukanNya laki-laki dan perempuan untuk tujuan yang mulia, saling melengkapi, menolong dalam keterbatasannya. Kebahagiaan harusnya menjadi selimut pernikahan, namun semua berubah, ketika manusia jatuh dalam dosa.

Alkitab menuliskan: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging (Kejadian 2:24). Menjadi satu daging, tidak mungkin terpisahkan, kecuali kematian. Maka, pernikahan yang seperti apa yang dikehendaki Allah?

Pernikahan, bukan hanya berbicara ikatan laki-laki dan perempuan, tetapi dengan siapa seseorang  harus menikah? Alkitab menjelaskan: “Janganlah juga engkau kawin-mengawin dengan mereka: anakmu perempuan janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki”(Ulangan 7:3). Tuhan menghendaki pernikahan itu dilakukan oleh umatNya (Israel), tetapi, jangan dengan bangsa-bangsa lain, yang tidak percaya kepada Allahnya orang Israel. Mengapa demikian? “sebab mereka akan membuat anakmu laki-laki menyimpang dari pada-Ku, sehingga mereka beribadah kepada allah lain. Maka murka Tuhan akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan memunahkan engkau dengan segera” (Ulangan 7:4).

Allah mengetahui kelemahan umatNya, maka Allah memberi pagar (larangan) bagi mereka, agar tidak sembarangan membangun kehidupan keluarga. Keluarga dibangun oleh Allah untuk tujuan mulia. Maka, jangan menjadi salah dalam memilih pasangan hidup. Kecerobohan dan kelalaian manusia memilih pasangannya, akan berakibat fatal bagi dirinya sendiri. Persis seperti yang terjadi pada Simson, ayahnya dan ibunya berkata kepadanya: ”Tidak adakah di antara anak-anak perempuan sanak saudaramu atau di antara seluruh bangsa kita seorang perempuan, sehingga engkau pergi mengambil isteri dari orang Filistin, orang-orang yang tidak bersunat itu?” Tetapi jawab Simson kepada ayahnya: ”Ambillah dia bagiku, sebab dia kusukai.” (Hakim-Hakim 14:3). Cinta yang buta, seringkali membuat seseorang tidak peduli dengan larangan Tuhan dan nasehat dari orang tua, yang akibatnya menjadi kerugian besar bagi diri sendiri.

Firman Tuhan dengan tegas mengajarkan, pernikahan tidak bisa dilakukan oleh pasangan yang berbeda imannya. Jika hal itu dipaksakan, maka konsekuensinya sangat berat dan berbahaya. Tidak ada alasan apapun yang membuat kita tolerir dan menerima pasangan berbeda iman. Mengapa? Pertama, Tuhan sendiri yang melarangnya. Menikah dengan berbeda iman adalah bentuk perlawanan seseorang terhadap ketetapan Tuhan. Akibatnya, seseorang akan menyimpang dari jalan yang benar, cenderung akan menjauh dari Tuhan, bahkan dapat mengakibatkan murka/hukuman dari Tuhan. Kedua, karena cinta, seseorang menjadi “buta” dan “tuli” terhadap peringatan dan nasihat orang lain (orang tua). Yang penting keinginan saya terpenuhi, pilihan yang salahpun dilakoninya. Hati-hati!

Salomo menjadi hancur, karena Ia mengabaikan ketetapan Tuhan. Salomo bukan hanya menikahi banyak perempuan, tetapi, ia juga mengambil perempuan-perempuan yang tidak percaya kepada Tuhan.   Adapun raja Salomo mencintai banyak perempuan asing. Di samping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het, padahal tentang bangsa-bangsa itu Tuhan telah berfirman kepada orang Israel: ”Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan mereka pun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka.” Hati Salomo telah terpaut kepada mereka dengan cinta (1 Raja-Raja 11:1-2). Salomo yang berhikmat, kehilangan kendali dalam dirinya. Kekuatan cintanya pada wanita-wanita tidak seiman, mengakibatkan ia menjauh dari hadapan Tuhan. Raja yang hebat dan berhikmat, yang membangun Bait Allah, menjadi salah diakhir kejayaannya, hanya karena hidup bersama dengan perempuan yang tidak seiman. Sangat menyedihkan! Bagaimana dengan pernikahan orang percaya saat ini?

Pernikahan bukan hanya ikatan pasangan suami istri, tetapi ketetapan Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan. Zaman modern ini, nilai pernikahan semakin mengalami degradasi, banyak hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan, tetapi menjadi sah atas keinginan sendiri. Dunia pernikahan terus dipertontonkan dengan kesenangan sesaat, tanpa melihat konsekuensi yang akan terjadi. Salah satunya, pernikahan beda agama. Rasul Paulus berkata: Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?”

Akhir-akhir ini, pernikahan beda iman terjadi di semua agama, termasuk agama Kristen. Persoalannya, ada banyak pasangan yang memilih untuk berbeda, semua didasari karena rasa cinta, kepedulian, bahkan ada karena sakit hati dan balas dendam. Maka, inilah perjuangan kita sebagai Gereja saat ini. Di sisi yang lain, tidak boleh ada perceraian, namun di lain pihak keduanya berbeda iman.

Gereja harus melihat ini sebagai ancaman yang semakin menjamur, yang berakibat pada pemberontakan manusia terhadap ketetapan Allah. Pasangan-pasangan beda iman, tidak mungkin dipisahkan. “Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus” (1Korintus 7:14). Artinya, mereka harus menerima akibat dari keputusan yang salah, perbedaan, ketidaknyamanan bahkan kekecewaan dan penderitaan, berani mempertaruhkan diri untuk tetap menjadi pasangan. Hidup dalam kesucian sekalipun mengalami makian, menunjukkan teladan kasih walaupun tidak merasakan kasih, karena itu adalah pilihan hidupnya.

Hidup bertanggung jawab dengan pilihan sendiri, bukanlah hal yang mudah, apalagi memilih pasangan yang tidak seiman. Nasi sudah menjadi bubur, tapi tidak mungkin dibuang, itu hal yang sangat menyakitkan. Tanpa kita sadari, kita sedang menghukum diri sendiri sekaligus mengalami bagian hukuman dari kemarahan Tuhan.

Dengan demikian, Pernikahan adalah rancangan Tuhan bagi manusia, yang diikuti oleh ketetapan-ketetapanNya. Jangan pernah mengabaikan ketetapanNya, karena akan berakibat fatal bagi kita. Pasangan yang menikah, yaitu laki-laki dan perempuan yang seiman dan bukan yang tidak seiman. Tuhan memberkati!

Jika anda membutuhkan konsultasi teologi,
silakan mengirim pertanyaan ke sekretariat yapama WA: 0811-8888-804

Recommended For You

About the Author: Pdt. Julius Mokolomban

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *