Hari Natal telah tiba. Umat Kristiani menyambut dengan gembira. Ya, Natal adalah momen yang penuh sukacita dan kasih, ketika umat merayakan kelahiran Tuhan Yesus Kristus, Sang Juru Selamat dunia. Namun, di tengah gemerlap perayaan, hiasan, dan hadiah, umat diingatkan untuk kembali kepada esensi Natal yang sejati: kasih Allah yang memberi tanpa pamrih.
Beberapa waktu terakhir ada beberapa pemuka agama (baca: pendeta) yang mendapat sorotan karena gaya hidup mereka yang mewah dan serba wah. Barang-barang yang dipakai memiliki harga yang membuat orang geleng-geleng kepala. Mengingat masih banyak jemaat yang masih bergumul dengan kondisi ekonomi sulit, menjadi sebuah ironi ketika pemuka agama bertingkah bak kaum elit. Walau punya kekayaan, apakah mesti dipertontonkan?
Mari membaca kisah Natal pertama dalam Lukas 2:1-20. Lihat dan renungkan, bagaimana Tuhan memilih cara yang sangat sederhana untuk menyatakan diri-Nya kepada dunia. Yesus dilahirkan di kandang binatang dan dibaringkan di palungan, tempat yang jauh dari standar kepatutan, apalagi kemewahan. Ini adalah pengingat bahwa Allah tidak memandang status, kekayaan, atau harta duniawi, tetapi hati yang penuh kasih dan kerendahan hati.
Sebagai pengikut Kristus, umat dipanggil untuk meneladani kehidupan sederhana yang ditunjukkan oleh Tuhan Yesus. Natal adalah kesempatan baik untuk mengevaluasi kembali prioritas hidup. Apakah selama ini gandrung dengan hal-hal materi hingga melupakan esensi kasih dan pelayanan? Mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, menghindari konsumsi berlebihan, dan menggunakan berkat yang Tuhan berikan dengan bijaksana adalah langkah konkret yang dapat diambil. Dengan hidup sederhana, tentu akan memiliki lebih banyak ruang untuk berbagi dengan sesama yang membutuhkan dan mendukung pekerjaan Tuhan.
Paulus memberi nasihat dalam 1 Timotius 6:6-7 bahwa “ibadah disertai rasa cukup memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa apa pun ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar.” Natal adalah momen yang tepat untuk merefleksikan bagaimana umat dapat hidup dengan rasa cukup dan menjadi saluran berkat bagi orang lain. Mulailah dengan hal-hal sederhana, seperti membantu tetangga yang membutuhkan, memberikan dukungan kepada keluarga yang sedang mengalami kesulitan, atau mempersembahkan lebih banyak untuk pelayanan gereja dan lembaga-lembaga pelayanan lainnya.
Hidup sederhana bukan berarti hidup tanpa sukacita. Sebaliknya, itu adalah hidup yang memprioritaskan hal-hal yang kekal dan memuliakan Tuhan. Dengan memberi dari hati yang tulus, umat bukan hanya meneladani kasih Kristus tetapi juga membawa cahaya Natal ke dunia yang gulita. Dalam memberi, sukacita sejati dapat lebih dirasakan karena telah mengikuti jejak Tuhan Yesus, yang memberikan diri-Nya sepenuhnya bagi umat tebusan-Nya.
Mari menjadikan Natal tahun ini sebagai momen untuk hidup sederhana, berbagi kasih, dan memuliakan Tuhan. Dengan demikian, kelahiran Yesus dapat dirayakan dengan cara yang menyenangkan hati-Nya, menjadi terang dan garam di tengah dunia ini, serta membawa dampak kekal bagi sesama. Kiranya umat Kristiani tergerak dan bergerak untuk praktik hidup sederhana. Celaka tiga belas kalau justru pemuka agama yang mempertontonkan gaya hidup mewah mereka.
Kiranya SUP di masa Natal ini dapat menutrisi mata batin pembaca yang budiman. Semoga juga bermanfaat untuk kalibrasi pikiran. Sila dibagikan kepada keluarga dan teman. Kepada siapapun yang dinilai membutuhkan. Salam damai Natal bagi kita yang merayakan.
Soli Deo Gloria!