Rosi L. Simamora, Melepas Karier Memeluk Anak

Spread the love

 

Terlihat sosok perempuan tangguh mendayung sepedanya dengan lincah. Pagi ceria, penuh kepadatan, tak menghentikan ayunan kakinya. Menerobos kendaraan yang lalu-lalang, keringat itu menetes, namun senyumnya lebar. Tatapannya begitu fokus menuju Gramedia Palmerah. Ternyata, Rosi bekerja disana, sebagai seorang editor. Bertanggungjawab khusus dalam penerbitan buku Anak, dan Remaja. Rutinitas yang menyenangkan, bahkan menarik seluruh perhatiaannya. ”Bagiku kantor lebih penting dari keluarga”,  tekad Rosi tak bergeming. Rosi berjuang sepenuh tenaga, mengejar puncak karier, dalam impiannya, namun apa yang terjadi, ketika pulang ke rumah?

ANTARA KARIER DAN ANAK

Tiba di rumah, suasana seakan diam membutuhkan keramaian. Seorang anak menyendiri sedih, diruang keluarga. Suasana itu, mencuri perhatian Rosi. Rosi mencoba mendekati dengan sejuta rasa ingin tahu.  ”Mama, aku kesepian. Aku tak punya teman, teman-temanku menjauhiku, tak ada yang mau menemaniku”, ungkap Hosea, putra bungsunya. Seketika, tetesan air mata menetes pipinya, seperti kehilangan tenaga dan sukacita dari tempat kerja, Rosi berjuang menenangkan putranya. ”Rosi, anakmu membutuhkanmu,” bisikan itu  terasa begitu kuat menusuk telinga, hati, dan pikiran Rosi. Suara itu seakan memanggil, sekaligus menggoncangkan jiwanya. Kini bukan lagi kantor namun Hosea, memanggil jiwanya.

Ibu tiga orang anak ini mengakui, Hosea sering kena rundung sejak SD, susah berteman. Di SMP, dia tidak bisa memilih teman, dan Guru BP terus memanggil ke sekolah. Perkembangan Hosea sangat memprihatinkan. Istri Erwin Siagian ini, seakan berada dalam dua pilihan: antara karier dan anak. ”Bagaimana dengan cicilan rumahku yang belum selesai?” Rosi seakan diambang kebimbangan, dunia seakan kacau. ”Oh Tuhan, tolonglah aku,” tangis Rosi penuh harap. Waktu terus bergulir, cicilan rumah terselesaikan, namun Hosea semakin membutuhkan ibunya. “Aku memiliki rasa takut, menyerahkan semuanya pada Tuhan, Aku takut,” kelu Rosi dalam tangis.

MELEPAS KARIER MEMELUK ANAK

Di puncak kariernya, Rosi mendapat kekuatan melepaskannya, demi memeluk Hosea ditahun 2012. Hosea kini jiwanya, itulah waktu Tuhan untuk tunduk pada rencana agung Tuhan. Rosi kembali menjadi Ibu penuh waktu, bersama keluarga. Memiliki kesempatan bersama Hosea, memeluknya dalam kasih dan doa.

Dua tahun melewati perjuangan bersama Hosea, tiba-tiba Hosea pingsan tak sadarkan diri. “Kini diriku baru mengerti, mengapa saat ini aku harus selalu bersama Hosea? Jika dikantor, bagaimana aku bisa memahami sakit dan deritanya anakku,” air muka Rosi penuh kesedihan. Tuhan memberi keteguhan dan pengertian bagi Rosi. Di bulan September 2014, akhirnya masalah penyebab sakit Hosea ditemukan. “Radang selaput otak, dua minggu kalau dia tidak bisa beres, dia meninggal,” vonis dokter kepada keluarga. Bumi seakan runtuh, mengetarkan jiwa orangtua yang membesarkannya.

Dengan kekuatan yang disadari dari Tuhan, Rosi mendekati putranya membawanya untuk siap meresponi semua yang tak terduga: “Kalau Tuhan Yesus tak menyembuhkan Hosea, bagaimana?” . Hosea menjawab: “ya sudah, never main.” Pertarungan Rosi kini berubah, tak hanya menjadi Ibu yang selalu ada bagi Hosea, namun menjadi sahabat bersama untuk mengenal rencana Tuhan. Segala upaya dilakukan demi kesembuhan Hosea, mulai dari medis hingga rohani. “Tuhan, aku menyerahkan semuanya dan mau mengikutiMu. Ku percaya, Kau menolongku menghadapi semua ini,” rintih Rosi, penuh harap. Rosi tetap disamping Hosea, menemaninya dalam sakit, melewati semua masalah yang menakutkan itu.

“Hidupku untuk Hosea,” tekad Rosi, untuk selalu bersama Hosea. Lama-kelamaan Hosea bisa hidup normal walau sudah tidak sempurna otaknya.  Masuk dan lulus Binus, hingga kini bekerja. Dokter menyatakan Hosea sembuh. Kesembuhan inilah yang mendorong Hosea menyerahkan dirinya mau jadi pelayan Tuhan.  “Kesembuhannya itu mujizat. Itu yang menguatkan iman kami, sampai sekarang,”imbuh Rosi penuh syukur.

Tuhan baik dan tetap memerhatikan Rosi bersama keluarga kecilnya. Terdengar dering telpon menawarkan penulisan, editing, bahkan karya-karyanya diapresiasi. “Hidup itu penuh dengan lika-likunya. Tangan Tuhan itu yang harus kita lihat, karena kita tidak sadar.” cetus Rosi dengan senyum yang semakin melebar. Perjalanan panjang seorang wanita karier, diproses untuk tidak meninggalkan keluarganya namun tetap bisa terus berkarya, melalui bakatnya. “Kalau kita mau berani berserah pada Tuhan. Semua bisa berjalan mulus, karena Tuhan turut campur tangan.” Urai penulis fiksi ini, membagi pangalamanya bersama Tuhan.

TUHAN KREATIF

Mungkinkah Tuhan membiarkan potensi seseorang tertanam beku, karena persoalan hidup? Tak mungkin itu terjadi. “Tuhan yang kreatif itu membukan banyak jalan baru. Menaruh panggilan-panggilan baru dan menyediakan jalan bagiku,” ungkap Penulis novel catatan Harian Menantu Sinting ini, yakin.

Setelah vakum menulis sejak tahun 2015-2016, Tuhan menuntun Rosi masuk ODBM di tahun 2021-2024, sebagai tim editor Our Daily Bread Indonesia. Kini, Tuhan-pun membawa Rosi bertemu dengan Yayasan Komunikasi Bina Kasih (YKBK), sebuah penerbit Kristen untuk terlibat sebagai pengajar atau trainer dalam memberikan pelatihan menulis untuk para penulis Kristiani. Kemampuan yang dimiliki Rosi sebagai penulis, penerjemah, writing coach, serta editor, tetap dipakai Tuhan untuk melayani banyak orang.

Akhirnya Penulis Novel bahkan 60 lebih judul buku anak ini, menutup percakapan dengan menyampaikan mimpi besarnya. “Saya ingin mengajar sebanyak mungkin orang, untuk menjadi penulis yang bagus, sehingga kita punya komunitas penulis Kristen yang kuat.  Tidak hanya berkati diri kita dan lingkungan kita, namun  juga keluar. Kalau tidak, kita tidak bisa mengabarkan Injil dengan luas,” urai Rosi menggebu-gebu. Karena baginya penulis Kristen sedikit, dan lemah. Suka jalan sendiri-sendiri, dan kurang terbuka menerima masukan. Rangkaian tangan Tuhan yang kreatif, membawa Rosi dari Karier, kembali pada keluarga, dan kini, dibawa-Nya untuk melayani banyak orang. Terpujilah Tuhan.

Lidya
25 September 2025

 

Recommended For You

About the Author: Lidya Wattimena

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *