
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pendidikan dasar gratis untuk sekolah negeri dan swasta menimbulkan euforia sekaligus tanda tanya besar. Apakah kebijakan ini benar-benar akan mewujudkan keadilan, atau justru menciptakan beban baru bagi negara dan sekolah swasta? Artikel ini mengulas risiko, tantangan implementasi, dan solusi realistis agar pendidikan gratis tidak sekadar slogan.
Sekilas tentang Putusan MK
MK menegaskan bahwa pendidikan adalah hak konstitusional warga negara yang wajib dijamin oleh negara tanpa diskriminasi. Sekolah swasta, yang selama ini menjadi tumpuan sebagian besar siswa di kota maupun desa, juga masuk ke dalam cakupan. Dengan demikian, norma “sekolah gratis” berlaku universal.
Di atas kertas, prinsip ini mulia. Negara memang tidak boleh membedakan hak pendidikan anak hanya karena mereka bersekolah di lembaga negeri atau swasta. Namun, tantangan muncul ketika norma tersebut harus diterjemahkan ke dalam kebijakan teknis. Pendidikan bukan hanya soal idealisme, melainkan juga soal pembiayaan yang kompleks dan berlapis.
Aspek Implementasi: Setengah Jalan yang Berisiko
MK memang membuat norma, tetapi eksekusinya ada di tangan pemerintah. Sementara regulasi teknis, mekanisme subsidi, dan pengawasan belum jelas. Jika tidak dirancang hati-hati, putusan ini bisa menjadi kebijakan “setengah jalan”: sekolah swasta tetap memungut biaya, orang tua bingung, negara tidak punya mekanisme kontrol yang efektif.
Risiko lain adalah munculnya pungutan terselubung. Pemerintah, betapapun kuatnya APBN, tidak mungkin menanggung seluruh kebutuhan operasional sekolah swasta – dari gaji guru, listrik, perawatan gedung, hingga program pengembangan. Tanpa pengawasan ketat, sekolah bisa saja mencari “jalan pintas” lewat iuran informal yang membebani orang tua. Hasilnya, gratis hanya ilusi.
Transparansi dan Akuntabilitas Dana
Di titik ini, transparansi dan akuntabilitas menjadi kata kunci. Ketika dana publik digelontorkan untuk membiayai jutaan siswa, mekanisme pengawasan harus super ketat. Tanpa itu, kebijakan sekolah gratis berpotensi membuka ladang baru korupsi dan mark up anggaran.
Publik sudah sangat sensitif dengan isu penyalahgunaan dana pendidikan. Kasus-kasus korupsi dana BOS atau pengadaan barang masih segar dalam ingatan. Jangan sampai putusan MK ini malah memperbesar lubang penyimpangan, hanya karena negara ingin tampil manis di mata rakyat tanpa menyiapkan infrastruktur pengawasan yang memadai.
Gratis Bukan Jaminan Mutu
Pendidikan gratis memang menghapus hambatan akses, tetapi ia tidak otomatis menjamin kualitas. Gratis bisa berubah menjadi murah – dan murahan – jika tidak diimbangi dengan peningkatan mutu guru, kurikulum, serta fasilitas.
Orang tua tidak hanya menginginkan pendidikan tanpa biaya, tetapi juga pendidikan yang mampu membentuk karakter, keterampilan, dan daya saing anak. Di sinilah dilema muncul: ketika negara fokus mengejar target “gratis”, apakah aspek kualitas tidak akan terabaikan?
Simpulan
Sekolah gratis adalah janji mulia. Namun, tanpa perencanaan matang, ia bisa berubah menjadi beban baru, bahkan bom waktu yang menggerogoti kualitas pendidikan nasional.
Putusan MK ini perlu dibaca bukan hanya sebagai kemenangan hukum, melainkan sebagai tantangan kebijakan. Negara harus memastikan regulasi jelas, subsidi tepat sasaran, dan pengawasan ketat. Jika tidak, cita-cita kesetaraan pendidikan justru akan melahirkan ketidakadilan baru.
Gratis seharusnya bukan sekadar slogan, melainkan jalan menuju pendidikan yang benar-benar adil, bermutu, dan berintegritas.
YMP
Malang, 20 September 2025
Sumber Data & Referensi
- Regulasi & Anggaran Pendidikan Indonesia
- Putusan MK Nomor 28/PUU-XXI/2023 tentang pembiayaan pendidikan dasar (27 Mei 2025).
- UUD 1945 Pasal 31 ayat (1), (2), dan (4): kewajiban negara membiayai pendidikan serta alokasi minimal 20% APBN untuk pendidikan.
- APBN 2025: anggaran pendidikan Rp 665 triliun (Kemenkeu, 2025).
- PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.
- Hasil Kajian & Evaluasi
- Laporan Balitbangristek 2024: ketimpangan akses pendidikan negeri dan swasta.
- World Bank (2023–2024): Education Financing in Indonesia – tantangan subsidi sekolah swasta.
- UNICEF Indonesia (2023): Policy Brief on Equitable Education Access.
- Data & Perbandingan Internasional
- OECD Education at a Glance 2024: pembiayaan pendidikan swasta di berbagai negara.
- UNESCO (2023): Global Education Monitoring Report.
Data ASEAN Secretariat (2023): model subsidi silang pendidikan di negara anggota.