Pendidikan: Memanusiakan Manusia Muda

Hakikat Pendidikan Sejati

Pendidikan bukan sekadar urusan transfer pengetahuan. Ia proses panjang menumbuhkan manusia muda agar mengenal diri, menghargai sesama, dan berbuat baik dalam kehidupan bersama. Pendidikan sejati tidak berhenti pada penguasaan materi, tetapi bergerak menuju kesadaran dan kebijaksanaan. Di sanalah letak hakikatnya — memanusiakan manusia muda.

Ketika Sekolah Kehilangan Arah

Dalam praktiknya, pendidikan kita sering kehilangan arah. Sekolah terjebak pada administrasi, tumpukan kurikulum, dan tekanan angka evaluasi. Murid diperlakukan sebagai objek yang harus diukur, dikategorikan, bahkan dibandingkan. Yang tumbuh bukan manusia merdeka, melainkan generasi yang takut salah dan haus pengakuan.

Siswa Bukan Objek, Melainkan Subjek

Pendidikan yang memanusiakan manusia muda berarti melihat siswa seutuhnya sebagai pribadi yang layak dihormati. Mereka bukan penerima instruksi, melainkan manusia yang berpikir, merasa, dan berkehendak. Setiap anak membawa potensi dan dinamika batin yang unik. Guru sejati tidak hanya mengajar, tetapi menemani. Ia mendengarkan sebelum menasihati, memahami sebelum menilai.

Interaksi yang Menyembuhkan

Setiap perjumpaan di kelas adalah perjumpaan antar-manusia. Sapaan guru, intonasi suara, bahkan cara memberi umpan balik dapat menguatkan atau melukai jiwa anak. Ketika guru bersikap otoriter, yang terkikis bukan hanya semangat belajar, tetapi juga harga diri siswa. Namun ketika guru memperlakukan murid dengan hormat dan kasih, nilai-nilai kemanusiaan tumbuh diam-diam di ruang kelas sederhana.

Belajar dari Kesalahan

“Memanusiakan” juga berarti memberi ruang bagi kesalahan dan kegagalan. Dunia pendidikan tidak seharusnya menakut-nakuti anak dengan ancaman nilai atau hukuman. Anak perlu dituntun belajar dari kekeliruan dengan bijak. Dalam suasana aman dan penuh kepercayaan, mereka berani mencoba, bereksperimen, dan berpikir kritis. Dari situlah kreativitas dan karakter bertunas.

Keteladanan Guru yang Rendah Hati

Pendidikan yang memanusiakan manusia muda menuntut kehadiran guru yang jujur dan rendah hati. Seorang pendidik tidak sedang membangun citra dirinya di hadapan siswa, melainkan menanam nilai kehidupan di hati mereka. Ia menjadi saksi tentang bagaimana manusia bisa hidup dengan integritas, bukan hanya dengan kecerdasan. Keteladanan seperti inilah yang membentuk jiwa anak jauh lebih kuat daripada seribu nasihat.

Menolak Logika Pabrik

Kita hidup di zaman yang memuja kecepatan dan hasil instan. Namun manusia muda tidak bisa dibentuk dengan logika pabrik. Mereka tumbuh seperti tanaman — butuh waktu, perhatian, dan kasih. Tugas pendidikan bukan menyeragamkan, melainkan membantu setiap anak menemukan makna dan arah hidupnya. Di situlah keindahan pendidikan sejati: ketika guru dan murid sama-sama belajar menjadi manusia yang lebih manusiawi.

Penutup: Kembali ke Martabat Manusia

Kini saatnya meninjau kembali arah pendidikan kita. Apakah kita sedang membentuk manusia pintar, atau manusia bijak? Apakah kita hanya menyiapkan tenaga kerja, atau pribadi berhati nurani? Pendidikan yang memanusiakan manusia muda tidak butuh jargon besar. Ia tumbuh dari kejujuran, ketulusan, dan penghargaan terhadap martabat manusia. Jika semangat itu terjaga, sekolah akan kembali menjadi tempat di mana manusia muda belajar bukan hanya untuk hidup — tetapi untuk menjadi manusia seutuhnya.

YMP

Surabaya, 28 Oktober 2025

Sumber Data & Referensi

  1. Ki Hadjar Dewantara. Pemikiran tentang Pendidikan Nasional. Taman Siswa, 1935.
  2. Paulo Freire. Pedagogy of the Oppressed. Continuum, 1970.
  3. Kemdikbudristek (2024). Profil Pendidikan Indonesia dan Tantangan Abad 21.
  4. UNESCO (2023). Education for Human Flourishing: Rethinking Learning Beyond Skills.
  5. Kompas R&D (2024). Laporan Refleksi Pendidikan Indonesia Pasca-Pandemi.

Dr. Drs. Yohanes Moeljadi Pranata, M.Pd

Selaku ahli Kurikulum, Pembelajaran, dan Asesmen

Recommended For You

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *