Baru-baru ini ada video kontroversial yang viral. Seorang mantan Kristen membuat video yang layak dikategorikan sebagai tindakan pelecehan dan penistaan Alkitab. Orang ini meletakkan Alkitab di bokongnya. Tidak puas dengan tindakannya, ia lantas mengentuti Kitab Suci agama Kristen tersebut. Ditambah lagi, ia memberikan ‘tantangan’ kepada Tuhan. Apakah dengan bersikap demikian, ia akan mati dalam tempo tiga puluh hari? Pesan yang ingin disampaikan tampaknya adalah bahwa Alkitab bukanlah berasal dari Tuhan. Itu sebab ia berani melakukan tindakan yang jelas menantang Tuhan.
Orang ini memang gemar menjelek-jelekkan agama Kristen, yang notabene adalah agama lamanya. Entah apa yang membuatnya begitu bernafsu melakukannya. Mungkin ada akar kepahitan yang menjadi toxic/racun di batinnya. Atau pengalaman pahit yang masih membekas di hatinya. Entahlah.
Tak disangka tak dinyana, kurang dari tenggat waktu tiga puluh hari yang dicanangkannya sendiri, ia terbaring lemas tak berdaya. Di video lain yang beredar, tampaknya ia terkena serangan stroke. Ia sulit berbicara dengan jelas. Sontak warganet ada yang berujar bahwa ia terkena hukuman dari Tuhan.
Apakah ia sakit karena hukuman, atas perbuatannya menistakan Alkitab dan menantang Tuhan? Tentu pernyataan ini menyisakan ruang perdebatan. Ada yang menilai sakitnya itu tidak ada kaitan dengan perbuatannya. Dia sebelumnya juga pernah terkena stroke, ditambah dengan sifat emosional dan kelelahan fisik yang dialaminya dalam beberapa waktu terakhir. Jadi sakitnya itu biasa saja, alamiah. Itu pendapat pertama.
Pendapat lain menyatakan bahwa itu hukuman Tuhan. Sakit itu adalah jawaban kontan dari Tuhan. Dia yang jual, Tuhan yang beli. Begitu istilahnya. Bukan tidak mungkin ada yang berharap agar orang ini menerima hukuman yang setimpal dengan tantangannya sendiri: hukuman mati dari Tuhan.
Tentu kita tidak boleh dengan gegabah berseru bahwa sakit stroke yang dialami orang tersebut adalah hukuman Tuhan. Di sisi lain, tidak bisa pula memandang ringan bahwa sakitnya adalah kebetulan saja. Sebagai umat beragama, diyakini bahwa setiap peristiwa terjadi atas kehendak maupun izin Tuhan. Manusia perlu dengan peka menemukan makna di balik peristiwa. Sakit stroke yang dialami seseorang yang memang telah menantang Tuhan yang diyakini dalam agama lamanya, sudah sepatutnya dijadikan peringatan. Orang beriman hendaknya menjaga lisan dan tindakan.
Well, berpindah keyakinan adalah hak asasi manusia. Sikap terbaik orang yang berpindah agama adalah dengan menjadi pembelajar. Banyaklah belajar. Jadilah murid, alih-alih menjadi guru. Apalagi kalau modal bahan ceramahnya baru sebatas versi distorsi dari mantan agamanya. Tidak jarang membuat cerita halu yang dikarang. Tujuannya tentu untuk menarik perhatian dan mendapatkan banyak follower dan subscriber, yang bermuara pada penghasilan dan cuan. UUD! Ujung-Ujungnya Duit! Itu sangkaan spontan yang muncul dalam pikiran. Menjelekkan agama lama demi mendapat banyak pengikut dari agama baru bukanlah hal baru. Tapi ini sungguh memalukan dan memilukan. Sikap memantati dan mengentuti Alkitab Kristen, serta menantang apakah Tuhan akan mematikannya dalam waktu tiga puluh hari, pada hakikatnya adalah sikap menghina diri sendiri dan mempermalukan agama barunya sendiri. Karena bukan kedamaian, cinta dan persaudaraan yang digaungkan, justru kebencian dan kekonyolan yang dia pertontonkan.
Sikap terbaik kita kepada orang yang sakit stroke setelah menista Alkitab dan menantang Tuhan adalah mendoakan kesembuhannya dan agar dia sadar atas kesalahannya. Menjadikan pengalaman sebagai pembelajaran kehidupan. Kalau sudah punya pasangan baru, musti tetap sopan pada mantan. Jangan ada kebencian dengan cara menjelekkan. Itu baru sikap jantan!
Kiranya SUP ini menjadi penambah semangat, membantu raga dan jiwa tetap sehat. Nikmati mumpung masih hangat. Jadi lebih nikmat. Apalagi kalau dibagikan kepada kolega dan sahabat. Serunya jadi berkali-kali lipat.