Doa Bukan Mantera

Dalam tiap agama pasti dikenal yang namanya doa. Tak sedikit yang menempatkan doa sebagai mantera. Ini sangat berbeda dengan iman Kristen, sekalipun ada saja pemimpin dan tentu juga umat yang menjadikan doa sebagai mantera. Dalam praktek ilmu kebathinan doa sejatinya memang mantera. Jadi bisa dibayangkan ketika orang yang menyebut dirinya Kristen, tapi menjadikan doa sebagai mantera demi terkabulnya apa yang dimintanya. Apa kata Alkitab soal doa, penting bagi kita memaknainya dengan tepat.

Dalam iman Kristen, doa adalah dialog umat dengan Tuhan (Yeremia 33:3). Antara ciptaan dan Penciptanya. Karena itu amat sangat penting umat mengenal dirinya, agar tahu diri dan bisa menempatkan diri. Juga mengenal Penciptanya sehingga tak salah dalam dialognya. Allah yang maha tahu, maha kuasa, dan yang maha dalam segalanya. Sementara umat adalah ciptaan yang terbatas, tidak maha dalam aspek hidupnya. Bahkan umat adalah pendosa yang penuh dengan hawa nafsu dihidupnya. Berbanding terbalik antara Pencipta dan ciptaan, dalam bentang jarak tak terhingga.

Tuhan Yesus telah mengajarkan tentang doa yang sangat terkenal, yaitu Doa Bapa kami (Matius6:5-13). Berdoa jangan munafik seperti para pelaku agama yang merasa suci, lebih benar dari yang lainnya. Orang Farisi selalu mengganggap dirinya lebih mulia dari pemungut cukai dan non Farisi. Berdoa suka pamer dengan mengklaim doanya mujarab. Ada perbedaan besar antara yang terucap dimulut dan isi hatinya. Orang munafik lupa bahwa Allah tak bisa ditipu, karena Dia memandang hingga kelubuk hati terdalam.

Berdoa juga jangan bertele-tele, panjang lebar, supaya orang tahu dia “hebat” berdoa. Merasa bangga karena panjangnya waktu doanya. Ingin dikenal sebagai pendoa yang luarbiasa. Padahal sejatinya doa bukan soal susunan kata, panjang atau pendeknya, lama atau sebentarnya. Doa bukan mantera, tak ada metode disana. Doa adalah ungkapan hati yang tulus kepada Bapa disurga, yang mengetahui segalanya. Pendoa yang baik dikenal bukan karena “rajinnya berdoa”, melainkan kualitas kehidupannya. Alkitab berkata doa orang yang benar besar kuasanya (Yakobus 5:16). Jadi mengenal pendoa yang baik sangat sederhana, yaitu kehidupan sehari-harinya benar dan baik. Dia dikenal berintegritas, bisa dipercaya, dan penuh tanggungjawab. Sangat aneh dan penuh kebohongan jika seseorang menyebut dirinya suka berdoa, tapi kehidupannya sering menjadi batu sandungan, baik pribadi, keluarga, atau berjemaat dan bermasyarakat.

Doa adalah sebuah pujian kepada Allah (Mazmur 65:1-2). Dalam doa Bapa kami pujian itu sangat terasa dipengakuan akan kebesaran Allah. Doa adalah sebuah pujian, penyembahan, demikian juga sebaliknya. Ini tak bisa dipisahkan. Karena hal itu memang sudah semestinya mengingat kemahaan Allah, yang kepada Nya umat tunduk sepenuhnya. Biarlah segala pujian diberikan kepadanya. Dalam doa, tak melulu hanya permintaan, apalagi dalam keserakahan keinginan belaka.

Doa adalah sebuah ucapan syukur (Filipi 4:6). Bersyukur hanya bisa dinaikkan orang yang merasakan betapa baiknya Tuhan dalam kehidupannya. Yang tak mengalami pasti tak mampu bersyukur kepada Nya. Namun harus diingat, sekalipun kata syukur terucap, belum tentu hati bersyukur, karena kata syukur bisa saja sebagai bagian dari tradisi bacaan doa. Orang yang bersyukur dalam doanya pasti tidak memaksa dalam permintaannya, melainkan berserah pada kedaulatan Allah. Seperti doa Yesus yang dalam permohonannya berkata; Bukan kehendak Ku, tapi kehendak Mu yang jadi. Karena percaya keputusan Bapa itulah yang terbaik. Doa Bapa kami mengajarkan, jadilah kehendak Mu dibumi.

Doa adalah sebuah pengakuan (Nehemia 1:4-6). Pengakuan dosa adalah kesadaran tinggi dalam kehidupan orang percaya dihadapan Allah yang suci. Mengakui segala dosa dan tidak menyembunyikannya, sangat penting sebagai sikap yang rindu hidup kudus. Pada masa ini doa pengakuan dosa hilang dari banyak gereja. Bagian penting yang terabaikan. Tak ada manusia yang luput dari salah, bahkan dari hari ke hari. Kepekaan akan kehendak Allah hanya bertumbuh jika kita jujur mengaku dosa, bukan sekedar tradisi. Dalam doa Bapa kami permohonan ampun sangat jelas.

Doa adalah sebuah permohonan (1 Timotius 2:1-3). Menarik ketika rasul Paulus mengajarkan kita sebagai gereja agar menaikkan doa permohonan untuk kebaikan negara dimana kita ada. Dia mengatakan, itulah yang baik dan berkenan kepada Allah. Bukan permintaan soal materi yang tidak bertepi. Dalam doa bapa kami, Yesus mengajar kita agar memohon roti atau rejeki yang secukupnya. Karena Allah Sang Pemelihara tahu berapa kebutuhan kita lebih dari diri kita sendiri. Jangan ajari Tuhan seperti yang diajarkan oleh banyak orang tentang berdoa. Berdoa yang detail sebagai wujud iman. Seperti menyebut makanan yang dikehendaki, jumlahnya, bahkan rasanya. Sebaliknya, orang beriman justru mempercayakan diri sepenuhnya kepada kedaulatan Allah. Hanya penyembah berhala yang mengajari “allahnya” agar memenuhi keinginannya. Dengan jelas Yesus berkata; Sebelum engkau meminta, Bapa tahu apa yang menjadi keperluanmu. Lalu mengapa kita harus meminta? Bukan supaya Allah tahu apa yang kita perlukan, melainkan supaya kita belajar apakah permintaan kita sesuai dengan kehendak Nya atau tidak. Jawaban doa dan pemahaman Alkitab akan jadi pembelajaran penting.

Doa bukan mantera, karena itu jangan mengucapkannya berulang-ulang, dan mengutip ayat Alkitab sebagai bentuk klaim. Matius 7:7; Mintalah maka akan diberikan, seringkali dipelintir sebagai mantera, bahwa apapun yang kita minta akan diberikan oleh Tuhan. Pemelintiran ayat ini mengabaikan ayat 21-23 dari pasal yang sama, bahwa ada orang yang meminta mujijat, kuasa, dan dikabulkan oleh Tuhan, namun ketika ia mati ditolak Tuhan. Jika Tuhan menolak doa kita yang salah itu pertanda kasih Nya, seperti yang diperingatkan dalam Yakobus 4:4. Permintaan yang ditolak karena hanya untuk kepuasan hawa nafsu. Namun jika Dia meluluskan semua permintaan dari hati yang tidak jujur, yang sarat dengan kepentingan diri, ini pertanda kita dibiarkan Nya. Hati-hatilah.

Doa yang adalah nafas orang percaya sudah seharusnya murni terbebas dari virus dunia. Sayangnya, kebanyakan doa sudah terpolusi dengan keinginan duniawi, sehingga semua permintaan berbicara tentang mau ku, bukan lagi maunya Tuhan ku. Sungguh tak sejalan dengan Doa Bapa kami jadilah kehendakmu dibumi, dihidup kita, seperti disurga. Dan doa Yesus sendiri di Matius 26:39; Bukanlah kehendak Ku, melainkan kehendak Mu yang jadi. Ah, miris sekali, ketika dengan dalih iman yang kuat, umat justru mengajari Allah dan menuntut agar permintaannya dikabulkan. Dan, lebih miris lagi ketika masing-masing berlomba bersaksi betapa kuatnya doa mereka. Iman merekalah yang membuat doa terkabul, bukan lagi kemurahan Tuhan yang mengetahui semuanya sebelum kita memintanya. Akhirnya, ketika kita berdoa, apakah itu mantera? Selamat menyadarinya.

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *