Pdt. Bigman Sirait
Salam kasih dalam Kristus. Saya ingin konsultasi mengenai baptisan. Saya memang dilahirkan dari keluarga yang mengakui Kristus sebagai Tuhan namun pengenalan akan pribadi-Nya secara sungguh-sungguh tidak pernah saya alami, hingga 2006 melalui retreat, saya mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus Kristus. Sejak saat itu saya benar-benar bisa mengalami hidup bersama-Nya. Masalah saya saat ini adalah, saya pernah melakukan baptisan selam sebelum 2006. Saya bingung karena ada yang menyarankan saya baptis ulang, ada juga yang tidak. Apa yang harus saya lakukan, karena saya benar-benar cinta dengan Yesus Kristus dan mau selalu ikuti kehendak-Nya.
Meirta Intan P
intan_p79@hotmail.com
Yogyakarta
Reformata.com – MEIRTA yang dikasihi Tuhan, soal baptisan, selam atau percik, dewasa atau anak-anak, memang seringkali menim-bulkan perdebatan yang sesung-guhnya tidak perlu. Karena semua perdebatan lebih berwarna tafsir denominasi ketimbang pesan Alki-tab itu sendiri. Mari kita coba pa-hami pesan Alkitab tentang bapti-san. Apakah ini sejak Perjanjian Lama (PL) atau baru di Perjanjian Baru (PB). Kita mulai dengan surat Paulus yang sangat jelas dalam Kolose 2:11-12, yang menghu-bungkan sekaligus mempararel antara sunat dalam PL dengan baptisan dalam PB.
Dalam ayat 11 Paulus menyebut sunat yang benar bukan sekadar sunat yang dilakukan manusia melainkan Kristus. Di sini jelas sekali Yesus Kristus (PB), dihubungkan dengan sunat (PL), yaitu ritual sunat yang mencucurkan darah sebagai lambang perjanjian antara manusia yang percaya dengan Allah. Ini dengan jelas dapat kita baca dalam Kejadian 17. Seluruh anak laki-laki yang ada di rumah Abraham disunat, mulai dari Abra-ham (99 tahun), Ismael (13 tahun), dan semua orang yang ada di rumah Abraham, apakah itu ke-luarga atau pembantu. Ini menjadi tanda keterikatan perjanjian Abra-ham dengan Allah, dan semua orang yang ada di rumahnya juga mendapat berkat perjanjian karena Abraham.
Namun dalam ketentuan beri-kutnya, anak disunat pada usia 8 hari (Kejadian 17:12). Darah yang tertumpah itu sebagai simbol per-janjian telah digenapi dalam diri Yesus, yang darah-Nya tertumpah di kayu salib. Sama seperti dalam PL, darah domba menjadi korban penebusan dosa, yang juga dige-napi dalam darah Kristus. Sangat jelas, semua yang bayang-bayang dalam PL telah genap dalam PB (Ibrani 10). Itu sebab Yesus Kris-tus berkata: “Aku datang bukan untuk meniadakan Taurat melain-kan untuk menggenapinya” (Ma-tius 5:17). Setelah kematian Kris-tus di kayu salib tidak ada lagi korban domba sebagai penebus dosa. Demikian juga tidak ada lagi sunat (tertumpahnya darah) se-bagai simbol perjanjian. Ganti dom-ba korban penebus dosa, sudah jelas yaitu doa pengakuan dosa dengan hati sungguh-sungguh (1 Yohanes 1: 8-9). Lalu ganti sunat apa? Dalam Kolose, Paulus jelas me-ngingatkan umat, bahwa baptisan adalah ganti sunat. Baptisan adalah simbol perjanjian anugerah. Ini juga dengan jelas diungkapan oleh Petrus dalam Kisah 2:38-39. Bah-wa janji Tuhan bagimu dan anak-anakmu. Apa itu karunia Roh Kudus yang dimaksud oleh Petrus, jelas jika dibaca dari ayat 1, yaitu keselamatan dalam Yesus Kristus, yaitu penggenapan janji Allah. Yesus adalah Mesias yang dijanjikan dan kini digenapi, Dia adalah Raja Shaloom dan kini telah datang.
Nah, sekarang soal anak atau dewasa yang dibaptis, dengan jelas pula ada contoh di Alkitab dalam kasus penyunatan keluarga Abraham. Dikatakan, ketika Abra-ham disunat berumur 99 tahun, dan Ismael 13 tahun. Ishak sudah pasti mengikuti peraturan yaitu 8 hari karena lahir kemudian, demi-kian juga dengan Yesus sebagai anak Maria dan Yusuf (Lukas 2: 21). Artinya anak-anak dibaptis itu sejalan dengan Alkitab. Namun bukan berarti dewasa tidak bisa, tapi itu tergantung pada kondisi pengenalannya akan Tuhan. Arti-nya, jika dia anak dari keluarga ber-iman tentu saja sejak anak-anak. Tetapi jika dia bukan dari keluarga beriman, lalu kemudian hari mene-rima Yesus Kristus tentu saja pada waktu itu (berapa pun usianya).
Soal pendapat bahwa anak-anak belum mengerti apa-apa, sangat tidak sejalan dengan konsep kasih karunia. Adakah orang yang mampu mengerti perjanjian kasih karunia Allah. Dan, ini juga sama dengan mengatakan bahwa ketika Allah menuntut Abraham untuk menyunatkan anak pada usia 8 hari sebagai yang salah. Karena usia 8 hari anak-anak mengerti apa? Perlu diingat bahwa ini bukan soal intelektual, atau psikologis, si anak, tetapi soal teologis yaitu kemura-han Allah kepada umat kepunyaan-Nya. Ingat pula, bukan kita yang memilih Allah tetapi Allahlah yang berinisiatif dalam perjanjian-Nya. Jadi, jika sebuah gereja membaptis anak atau dewasa dapat memper-timbangkannya dengan baik, tapi yang pasti adalah jangan melaku-kan baptis ulang, karena itu sama saja mengabaikan baptisan yang dilakukan dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Semua baptisan formulanya kan sama, yang berbeda adalah pemahaman gerejanya. Sudah waktunya gereja bisa memilah mana yang esensial atau tidak, se-hingga tidak membingungkan umat. Dibaptis itu harus, anak atau dewasa silahkan dipikirkan matang.
Sekarang soal cara baptis. Kata “baptiso” (Yunani) dalam Alkitab memiliki beberapa arti, sebagai berikut: membersihkan (Markus 7: 4, band Bilangan 19:18); mem-basuh (Lukas 11: 38,1 Korintus 10:1-2); memerciki (Ibrani 9:10,19,21); mencelupkan (Matius 26: 23), yang juga berarti meneng-gelamkan, atau selam. Jadi kata “baptiso” memiliki beberapa arti dan dipakai dalam Alkitab. Ada se-orang penulis menuliskan arti kata “baptiso” dengan mengambil seba-gian dan mengabaikan yang lain, ini menjadi penggelapan arti dan kurang bijaksana. Tidak jelas apa-kah karena memang yang dia tahu hanya itu, sehingga tindakannya tidak sengaja, entahlah. Semen-tara contoh baptisan yang sering dikutip adalah ketika Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis.
Pertama harus disadari bahwa baptisan Yohanes Pembaptis ber-beda dengan baptisan dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Yoha-nes Pembaptis membaptis dengan air dan sebagai bukti pertobatan (Matius 3:11), manusia berinisiatif. Sementara Yesus dengan kuasa Roh Kudus (tidak kelihatan, dan akan menjadi kelihatan dalam kehidupan yang benar yaitu buah Roh, (Galatia 5:22-23), dengan ritual baptisan yaitu air. Yohanes tidak membaptis dalam formula Allah Tritunggal. Sementara dalam praktek cara pem-baptisan tidak jelas di sana. Dalam Matius 4:16; kata Yesus keluar dari air, sama sekali tidak menunjukkan cara, dalam bahasa Yunani memakai kata depan apo yang artinya sangat jelas, yaitu keluar dari sebuah tempat air (sungai) bukan dari air (tenggelam). Begitu pula dalam kasus sida-sida Ethiopia (Kisah 8: 38-39), tidak menunjukkan cara, karena ada yang berkata mereka keluar dari air. Jika memang begitu berarti Filipus juga telah ikut tenggelam bersama-sama.
Jadi tak satu pun kasus pembap-tisan di Alkitab yang mengacu ke-pada caranya. Bagi saya ini me-ngagumkan karena menjadi ujian bagi kedewasaan umat dalam beriman. Dan sekaligus tuntutan yang tinggi untuk memahami pesan Alkitab itu sendiri, dan bukan sekadar mewarisi perbedaan di waktu lampau. Jika Anda ingin selam atau percik silahkan saja. Karena dibaptis bukan soal cara, melainkan iman kepada Allah Tri-tunggal itu, dan keterikatan ke-pada perjanjian kasih karunia. Hanya saja baptisan ulang jangan dipraktekkan oleh gereja sebagai tubuh Kristus. Berbahagialah anak orang beriman, karena janji itu bukan hanya untuk orang tua me-reka saja melainkan juga anak-anaknya. Dan kepada setiap orang tua, ajarkanlah kepada anak-anak-mu yang sudah terikat pada per-janjian Allah, berulangkali, kapan dan di mana pun, tentang kebenaran Firman Tuhan (Ulangan 6: 4-9). v