Raymond Lukas
Reformata.com – KALIMAT di atas mungkin mengingatkan kita pada beberapa kejadian sehari-hari di rumah tangga kita. Mungkin seseorang melakukan ‘trespassing’ masuk ke halaman kita atau tiba-tiba seseorang tak dikenal ada di garasi kita, maka secara spontan kita bertanya, “Siape Lu? Lu mau ngapain di sini. Lu mo nyolong ya?” Tetangga saya, ibu rumah tangga, menemukan kalung aksesorisnya terletak di meja kamar pembantu. Dia sangat terperanjat. Begitu dilihatnya sang pembantu, dengan garang dia langsung bertanya, “Kenapa kalung itu ada di kamar kamu? Lu mau nyolong ya?” Sang pembantu balik berang kepada nyonyanya, “Hih, kalung plastik aja. Tadi kan Ibu tinggalin di kamar mandi belakang, saya mau kembalikan Ibu lagi ke pasar – jadi saya taruh dulu di kamar saya. Maksud saya, kalau Ibu pulang akan segera saya kembalikan…”
Kejadian seperti di atas menunjukkan bahwa sering kali kita menaruh curiga yang berlebihan terhadap orang lain. Berdasarkan rasa curiga itulah kita melakukan manajemen kita di pekerjaan kita sehari-hari, bahkan dalam perusahaan besar dan modern, lalu dengan mudah kita menuduh seseorang di lingkungan kerja kita. Memang tidak mengenakkan menjadi sasaran tuduhan yang tidak berdasar. Contoh di atas, si pembantu langsung tersinggung dan ingin minggat.
Sebagai pemimpin atau pemilik perusahaan, tanpa sadar seringkali kita membawa gaya manajemen rumahan ke perusahaan tempat kita bekerja. Seringkali kita menghendaki bahwa bawahan kita bekerja dengan baik dan jujur, tidak menipu atau mencuri dari perusahaan. Sebuah tujuan yang baik dan mulia. Namun dalam implementasi untuk mencegah seseorang tidak mencuri maka kita cenderung bertindak sebagai nyonya rumah yang gampang menuduh pembantunya.
Keponakan saya yang bekerja di sebuah toserba mengeluhkan atasannya yang mencurigai dia tidak membagikan hadiah berupa voucher kepada kastemer. “Sebel deh Om, …” katanya. “Masa saya dituduh tidak membagikan voucher ke kastemer dan membuat tanda terima palsu penerimaan voucher oleh kastemer”.
Saya menasihati, “Yang penting kan kamu tidak melakukannya. Seharusnya semua penyerahan voucher kan berdasarkan syarat-syarat dan prosedur yang ada di perusahaan kamu. Kalau kamu sudah mengikuti prosedur, itu sudah baik. Semua tuduhan harus ada buktinya, kalau tidak terbukti dan kamu masih bekerja di sana, ya mengucap syukurlah”.
Seorang sepupu saya bekerja bagi seorang bos yang cukup terkenal dan sedang naik daun. Tugasnya mengkoordinasi pemberitaan media bagi sang bos tersebut. Untuk itu, sepupu saya yang notabene seorang wartawan freelance, perlu mengorganisir rekan-rekannya sesama wartawan untuk hadir meliput suatu event dan kemudian menuliskan berita tentang event tersebut di media tempat mereka bekerja. Para wartawan yang hadir biasanya diberikan imbalan uang transpor. “Wah, gue dicurigain bos bahwa uang transpor wartawan gak gue sampaikan ke mereka…” keluhnya. Seringkali dalam menjalankan tugasnya tersebut, budget dana transport wartawan belum disetujui. “Itu menghambat saya dalam koorninasi Bang,” lanjutnya.
Rekan pemimpin, mencegah kebocoran demi menyelamatkan keuangan perusahaan memang penting. Itu adalah kewajiban setiap pemilik usaha atau manajemen perusahaan untuk memastikannya. Namun kecurigaan yang berlebihan sering menjebak para pemimpin perusahaan ke dalam mikro manajemen yang impaknya sangat merugikan perusahaan. Mikro manajemen adalah suatu keadaan di mana para atasan mengontrol pekerjaan anak buah mereka dengan sangat ketat, bahkan seringkali menyentuh kehidupan pribadi anak buah tersebut. Hal tersebut mungkin diperlukan dalam beberapa kasus spesifik, namun apabila diterapkan secara umum maka akibatnya kurang baik bagi perusahaan.
Beberapa akibat paling parah dari mikro manajemen antara lain: 1) Para pemimpin tidak fokus kepada pekerjaan yang lebih besar seperti bagaimana membuat perusahaan memiliki kemampuan lebih besar dalam menghasilkan bisnis atau memperoleh keuntungan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar enerji mereka dihabiskan pada hal-hal seperti di atas, yaitu bagaimana mencegah para bawahan mencuri dari perusahaan. Akibatnya mereka sibuk memikirkan cara mencegah hal tersebut, padahal mungkin keadaannya 99% dari pegawai kita memiliki integritas kerja yang baik. Tapi para atasan ini sibuk mencari cara untuk menangkal yang 1%;
2) Para pemimpin kehilangan respek dan kepercayaan dari bawahan mereka karena terlalu sering sembarangan menuduh. Akibatnya para bawahan segan datang kepada mereka untuk berdiskusi atau menyampaikan ide-ide brillian karena khawatir kedatangan mereka menghadap atasan dicurgai atau dipandang negatif terlebih dahulu oleh atasan mereka. Hal ini juga mengakibatkan para atasan kehilangan sumber informasi yang berharga tentang perusahaan mereka karena mereka terputus dari sumber informasi, yaitu para bawahan mereka sendiri.
3) Reputasi perusahaan memburuk. Seringkali, tanpa disadari para bawahan membawa cerita tentang perusahaan mereka keluar organisasi. Akibatnya reputasi perusahaan dikalangan pencari kerja menjadi kurang baik, dan perusahaan akan kesulitan mencari tenaga kerja berkwalitas karena banyak calon yang bagus menghindari perusahaan dengan reputasi buruk dalam menangani pekerjanya.
Para pemimpin kristiani yang budiman, sebagai pemimpin tentunya kita tidak menghendaki hal di atas terjadi dalam perusahaan kita. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk tidak terjebak kedalam mikro manajemen, misalnya, pertama – melalui SOP yang baik yang mampu menangkal kecurangan-kecurangan dalam bisnis. Untuk itu perusahaan, harus memiliki orang-orang yang mampu membuat SOP dengan baik, yang berwawasan luas – mampu memahami kebutuhan konsumen dan menjaga keinginan konsumen tersebut dengan prosedur internal yang ampuh.
Kedua, sebagai pemimpin kristiani, saatnya kita mulai banyak berdoa buat anak buah kita, supaya Tuhan menempatkan orang-orang yang memiliki integritas tinggi dalam perusahaan kita, sehingga dengan dengan demikian perusahaan kita akan lebih efektif. Ketiga, mungkin saatnya pula kita mengubah paradigma kita untuk tidak dengan mudah mencurigai dan menuduh. Seringkali kebiasaan kita sendiri di masa lalu yang kurang memiliki integritas, menghambat kita untuk mempercayai orang lain. Jadi, mulailah mengubah diri kita sendiri.
Saya yakin dan percaya bahwa kita sebagai pengusaha kristiani dan dengan bantuan Roh Kudus yang tinggal di dalam kita mampu menjadikan perusahaan-perusahaan kristiani adalah tempat yang terbaik untuk pegawai kita bekerja. v