Pdt. Bigman Sirait
Syalom Pak Pendeta. Menurut Matius 12: 40, Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi selama 3 hari 3 malam. Kemudian dalam Markus 8: 31, 9: 31, 10: 34 dikatakan, sesudah 3 hari Ia akan bangkit. Lukas 24: 21 sesudah lewat 3 hari. Bahwa Yesus berada dalam kubur selama 3 hari 3 malam, berarti 3 x 24 jam atau 72 jam. Jika penyaliban dan kematian-Nya terjadi pada hari Jumat, maka Dia berada di dalam kubur antara 30 – 34 jam saja, tidak sesuai dengan kata-kata-Nya sendiri.
Saya sudah memperoleh konfirmasi dari 4 sumber bahwa penyaliban dan kematian Yesus adalah hari Rabu, menjelang perayaan Paskah Yahudi yang jatuh pada 15 Nisan hari Kamis kalender Yahudi. Sayangnya, keempat sumber itu tidak menjelaskan mengapa gereja memperingati hari kematian-Nya pada hari Jumat. Apa Pak Pendeta punya referensi? Terima kasih atas jawabannya Tuhan memberkati.
Mahisah Jusuf
Jakarta Timur
MAHISAH yang dikasihi Tuhan, sebuah pertanyaan yang menarik tentang waktu Yesus Kristus mati dan bangkit. Saya tidak tahu sumber apa saja yang Anda pakai, tapi yang pasti kita ingin mengetahui bagaimana memahami kebenaran akan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Hitungan yang coba diajukan sangat familiar dengan perhitungan waktu modern, yaitu perhitungan yang biasa kita pakai saat ini. Sementara Alkitab ditulis dalam terminologi Yahudi, begitu juga soal perhitungan waktu yang dipahami.
Jika kita membaca Matius 12: 40, dikatakan seperti Yunus tiga hari tiga malam di perut ikan, demikianlah Anak Manusia akan tinggal di perut bumi tiga hari tiga malam. Sementara dalam Matius 16: 21, dikatakan Yesus Kristus dibangkitkan pada hari ketiga. Perhatikan, penulis yang sama yaitu Matius memakai istilah yang tidak sama, yaitu tiga hari tiga malam dengan hari yang ketiga. Namun, tentang Yunus disampaikan dalam gaya bahasa Semit, dan ini bukanlah perbedaan prinsip, melainkan penuturan. Ini biasa dalam pendekatan budaya saat itu, dan memang menjadi asing bagi kita saat ini. Sementara Lukas menyebutnya “setelah lewat tiga hari”, bukan berarti hari yang keempat bukan? Asumsi ini bisa terjadi jika kita memakai logika perhitungan waktu atau bahasa yang kita pahami.
Nah, ini problema awal. Jadi kita tak bisa memaksa pemaknaan ini kedalam konteks budaya kita sekarang ini. Tapi dalam ragam bahasa, apa yang disampaikan para penulis Injil, sama maksudnya, yaitu hari yang ketiga. Perhitungan yang coba ditekankan adalah tiga hari tiga malam, yang berarti sama dengan 72 jam.
Bagaimana memahaminya? Yang pertama, adalah soal kalender, ini penting. Kalender Yahudi tidak sama dengan kalender kita (Romawi). Hari dalam tiap bulan pada kalender Yahudi berjumlah 29/30 per bulannya. Sehingga ada selisih 11 hari, dan untuk itu dikenal bulan ketiga belas (yang disisipkan secara berkala), sehingga satu tahun jumlah harinya tetap sama, yaitu tiga ratus enampuluh lima hari. Hal ini juga berlaku pada kalender Arab, yang memungkinkan tanggal Lebaran bisa bergeser. Karena itu berdasarkan kalender Romawi (yang kemudian dikenal sebagai kalender modern), maka waktu Lebaran tidak sama setiap tahunnya. Jika dipandang dari kalender modern ini masalah, namun tidak jika berdasarkan kalender Arab yang berbasiskan pergerakan bulan. Ini penting, supaya tidak jadi permasalahan karena pendekatan konteks yang tidak sama. Inilah letak persoalannya.
Lalu bagaimana orang Yahudi menghitung hari? Yang pasti sangat berbeda dengan kita, yang setiap hari itu bergeser pada pukul 00.00 dinihari. Dalam perhitungan Yahudi satu hari berakhir pada pukul enam sore. Itu sebab ketika menjelang Sabat (pukul 6 sore hari Jumat), mayat Yesus harus diturunkan. Yesus mati di kayu salib pada pukul tiga. Jadi hari Jumat, sorenya (pukul 6) itu sudah satu hari, atau hari yang pertama. Besoknya hari Sabtu sudah hari yang kedua. Dan, Yesus bangkit pada hari Minggu pagi, atau hari yang ketiga.
Tak ada yang salah dengan hari Jumat sebagai hari kematian Tuhan Yesus, yang kita kenal sebagai Jumat Agung. Jika ada yang salah, adalah pendekatan pemahaman atas penanggalan dan waktu orang Yahudi. Hal ini seringkali menjadi kesulitan dalam memahami Alkitab yang ditulis dengan pemahaman makna sesuai jamannya. Yang diperlukan di sini adalah kerelaan kita untuk memahami terminologi nilai pada waktu itu. Dan, adalah sebuah kesalahan memaksakan pemahaman kita di kekinian, dalam memahami konteks Alkitab.
Nah, Mahisah yang dikasihi Tuhan, sekali lagi, tidak ada yang salah, bukan? Betapa sederhananya memahami Alkitab, cukup dengan memahami konteksnya. Mereka yang menghitung waktu 3 x 24 jam = 72 jam, dan berasumsi kematian Yesus hanya berlangsung 30 – 34 jam saja, tidaklah tepat. Apalagi kemudian menggesernya ke hari Rabu. Jangan lupa, Yohanes 19: 31, mencatat; bahwa hari kematian Yesus Kristus adalah menjelang Sabat, maka tidak boleh ada mayat tergantung, dan harus diturunkan. Ini adalah peraturan, karena mayat adalah najis, apalagi tergantung. Itu sebab ahli Taurat meminta Pilatus untuk menurunkannya.
Menjelang Sabat (persiapan Sabat adalah hari Jumat, dan Sabat itu sendiri hari Sabtu). Jika Yesus dikatakan mati tersalib pada hari Rabu, berarti Sabat jatuhnya hari Kamis. Belum pernah sekalipun hari Sabat Yahudi itu hari Kamis. Ini sangat menggelikan bukan? Lalu menjelang malam, sebelum Sabat, Yusuf Arimatea meminta mayat Yesus Kristus kepada Pilatus untuk dikuburkan (Matius 27: 57, Markus 15: 42, Lukas 23: 51-54). Ingat sekali lagi, menjelang Sabat yang adalah hari Sabtu, jadi jelas matinya hari Jumat. Dan Alkitab mencatat itu dengan jelas pula, dan ini ada di keempat Injil. Sehingga asumsi kematian hari Rabu sama sekali tidak berdasar.
Pendekatan hari Rabu karena merupakan persiapan Paskah, tidak jelas, karena hari itu adalah persiapan hari Sabat, yang memang Minggunya adalah Paskah atau Pesakh. Tetapi catatan jelas di keempat Injil menunjuk pada persiapan Sabat.
Akhirnya Mahisah yang dikasihi Tuhan, jelaslah fakta bahwa gereja tak pernah sembarang dalam membuat sesuatu, apalagi yang berdasarkan kesaksian Alkitab. Demikianlah jawaban ini saya sampaikan semoga menjadi berkat bukan saja buat kita, tapi semua pembaca setia Reformata. v