
Pdt. Bigman Sirait
Dalam Injil Lukas 22: 44 dikatakan: ”Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ketanah”.
Pertanyaan saya, mengapa Yesus dikatakan ketakutan dan keringat-Nya seperti titik-titik darah? Apakah keringat-Nya berwarna merah seperti darah?
Salam,
Yodi di Karawang
Yodi yang dikasihi Tuhan! Ini sebuah pertanyaan yang tepat di suasana Jumat Agung dan Paskah. Injil Lukas satu-satunya yang membuat catatan, peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah, dalam peristiwa pergumulan di taman Getsemani. Injil Matius 26:38, dan Markus 14:34, dalam kisah yang sama mencatat ucapan Yesus: Jiwa-Ku seperti mau mati rasanya. Pendekatan yang khas, namun menggambarkan hal yang sama, sebuah pergumulan yang terasa amat sangat berat. Bukan pergumulan tentang kebutuhan diri, melainkan penyerahan diri, pergumulan bathin, yang berarti keterpisahan Yesus Kristus dari Bapa-Nya.
Mengapa terpisah? Karena ketika Yesus Kristus tersalib di bukit Golgota, seluruh dosa manusia tertumpuk kepada-Nya. Dia menjadi berdosa, bukan karena berbuat dosa, melainkan karena menanggung dosa seluruh manusia yang hendak ditebus-Nya. Semua manusia telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Manusia berdosa terpisah dari Allah karena keberdosaannya. Allah maha suci dan manusia total berdosa, itu sebab tidak ada persekutuan disana. Manusia yang berdosa, terpisah dari Allah yang suci. Inilah yang disebut kematian karena dosa, keterpisahan dari Allah.
Nah, katerpisahan Yesus Kristus dari bapa-Nya, jelas menjadi cawan pahit yang amat sangat mengerikan. Bukan soal penyalibannya. Bukan juga soal cambukan yang menyakitkan. Bukan pula soal mahkota duri, atao olok-olok. Dan juga, bukan soal paku ataupun tombak yang menusuk-Nya di kayu salib. Bukan soal penderitaan fisik, bukan itu! Tapi soal perpisahan dari Bapa. Ingat, kematian dalam keberdosaan, adalah keterpisahan dari persekutuan dengan Allah. Itu yang mengerikan. Karena itu, dari perspektif teologis, ketakutan Yesus Kristus, tak akan pernah bisa dipahami manusia. Karena tidak ada manusia yang suci, semua telah berdosa. Ini menjadi peristiwa satukali, dan satu-satunya.
Di ketakutan yang sangat puncak, di pergumulan bathin itu, menuju Golgota, di taman Getsemani, di pergumulan jalan salib, di situlah Dia berpeluh. Berpeluh, sangat tidak lazim, mengingat taman Getsemani berada di bukit Zaitun. Dan waktu itu peralihan musim dingin ke musim semi. Artinya udara pasti dingin, bahkan ekstra dingin. Dan, itu berarti tidak mungkin orang berkeringat di kondisi seperti itu. Tapi itulah yang dialami oleh Tuhan Yesus Kristus. Berpeluh bukan karena udara yang panas. Juga bukan karena habis bekerja keras. Melainkan berpeluh karena pergumulan bathin yang amat sangat hebat. Pergumulan yang satu kali, dan satu-satunya. Yesus Kristus berpeluh di udara malam yang ekstra dingin, di taman Getesemani yang sepi, yang menambah dinginnya malam. Sebuah pergumulan hati yang suci, yang akan penuh noda karena dosa manusia. Seperti mau mati rasanya, kata injil Matius dan Markus.
Sekarang, kita teliti apa yang dikatakan injil Lukas sebagai titik-titik darah. Ada dua pandangan tafsir soal hal ini. Yang pertama mengatakan bahwa itu betul-betul darah yang keluar dari pembuluh darah dan bercampur dengan keringat. Ini menjadi darah pertama di pergumulan, sebelum darah yang lebih banyak tertumpah di bukit Golgota. Sementara tafsir yang satu lagi memandang itu sebagai keringat yang lebih tebal, sehingga menyerupai darah. Bagaimana kita memahami ini?
Mengatakan darah yang keluar dan bercampur keringat, dan memaknainya sebagai darah awal di Getsemani, tampaknya cukup menarik perhatian. Karena isu soal darah terasa sejalan dengan penumpahan darah di bukit Golgota. Dan, darah itu, pesan maknanya sangat penting. Tetapi jika itu adalah betul darah bercampur keringat, dan sekaligus pesan yang penting, mengapa injil Matius dan Markus, injil yang lebih tua, tak mencatatnya? Tak mungkin ini kelalaian! Artinya, memang bukan itu pesan utamanya, bukan soal darah yang bercampur keringat.
Pesan ketiga injil ini sama, yaitu bahwa ada ketakutan Yesus Kristus yang amat puncak, pergumulan bathin yang amat berat. Injil Matius dan Markus mengatakan: Jiwa-Ku seperti mau mati rasanya. Sementara injil Lukas berkata: Keluar keringat seperti titik-titik darah. Persamaan inilah yang menjadi pesan penting. Pesan kengerian akibat dosa, yaitu keterpisahan dari Allah.
Nah, soal bagaimana memahami Lukas menulis seperti titik-titik darah, menurut hemat saya sangat pas, sesuai dengan mind set penerimanya. Kita tahu, bahwa Lukas menuliskan Injil ini kepada Theopilus (Lukas 1:1), seorang Yunani. Tampaknya ketertarikan Theopilus pada injil sangat kuat sehingga Lukas juga mengirimkan kepadanya kitab Kisah para rasul (Kisah 1:1). Mengisahkan pergumulan Yesus Kristus dengan gambaran jiwa-Ku seperti mau mati rasanya, akan terasa kurang komunikatif. Theopilus bukanlah orang Yahudi seperti penerima injil Matius, yang mengerti arti pergumulan itu. Pergumulan seperti ini ada banyak di kitab Mazmur, seperti Mazmur 6, 22, 39. Jadi, bagi pembaca injil Matius dan Markus, perkataan jiwa-Ku seperti mau mati rasanya, sangat tepat.
Kembali kepada injil Lukas, maka mengatakan kepada Theopilus, keluar keringat seperti titik-titik darah, di bukit Zaitun, di malam yang dingin, semua keterangan ini ada di sana. Maka ini dengan segera dapat dipahami oleh Theopilus seorang Yunani, sebagai pergumulan yang amat sangat berat. Bagi saya pemakaian bahasa yang dipilih oleh Lukas sangat komunikatif. Seperti titik-titik darah, bukan berarti darah. Sehingga adalah lebih baik kita memahaminya sebagaimana yang tertulis, dan memahami siapa penerimanya pada saat itu.
Yodi yang dikasihi Tuhan, cukup jelas bukan, arti keringatnya seperti titik-titik darah. Jadi bukan darah yang berjatuhan ke tanah, dan juga berarti bukan merah bercampur air keringat. Ingat injil Matius dan Markus juga mencatat peristiwa ini, dan pesannya sangat jelas, betapa amat sangat beratnya pergumulan bathin Yesus Kristus di taman Getsemani. Pergumulan karena dosa-dosa kita. Dan betapa amat sangat terangnya bagi Theopilus, penerima injil Lukas, untuk memahami keunikan iman Kristen, dimana Kristus bergumul dengan sungguh-sungguh sehingga mengeluarkan peluh seperti titik-titik darah. Gambaran yang sangat kuat tentang pergumulan yang sangat berat.
Akhirnya Yodi yang dikasih Tuhan, selamat menikmati betapa indahnya, dan betapa kokohnya, iman Kristen di dalam Yesus Kristus Tuhan.
Selamat hari Jumat Agung, dan selamat Paskah.