Alkitab sangat mendorong orang percaya untuk terus belajar, baik belajar Firman Tuhan maupun pengetahuan-pengetahuan di luar Alkitab. Orang Kristen dalam Alkitab bahkan lebih sering disebut sebagai 'murid' daripada sebutan-sebutan lain, yaitu lebih dari 250 kali. Penyebutan mereka sebagai orang Kristen pertama baru terjadi di Antiokia dan dalam keseluruhan PB terjadi hanya tiga kali. Mereka adalah orang-orang yang terus menerus belajar dari Kristus, bersama Kristus dan tentang Kristus (Matius 11:29).
Orang Kristen mengamini pernyataan Agustinus bahwa 'All truth is God's truth' ('Semua kebenaran adalah kebenaran Allah'). Allah adalah Pencipta alam semesta dan semua yang baik adalah dari Dia (Yak 1:17). Mendukung pernyataan Agustinus itu Johanes Calvin mengatakan oleh karena kebenaran demikian bernilai, semua orang (percaya) harus mengakuinya. Dan oleh karena Allah sendiri adalah sumber segala kebaikan, kita tidak boleh ragu bahwa segala kebenaran yang kita temukan dimana pun adalah keluar dari Dia.
Oleh karena itu orang percaya harus belajar semua pengetahuan, baik pengetahuan tentang Tuhan dari Alkitab mau pun tentang pengetahuan-pengetahuan yang berkembang di luar Alkitab, karena pengetahuan-pengetahuan itu juga bersumber dari Allah yang sama. Semua ini diperlukan manusia untuk mengerjakan Amanat Agung-Nya (misal, Matius 19:20-21) maupun Mandat Budaya-Nya, yaitu menaklukkan bumi untuk kesejahteraan manusia dan kemuliaan nama-Nya (Kejadian 1:28).
Namun apakah ada keburukan-keburukan dari sikap suka belajar? Ternyata Alkitab juga memuat kisah pembelajar yang buruk dan mencatat beberapa peringatan bagi mereka yang suka belajar. Jika tidak hati-hati pengaruh belajar bisa demikian buruk bagi mereka sehingga membuat mereka tidak bisa kenal Tuhan dan berperilaku yang dikutuk Tuhan seperti kita bisa belajar dari interaksi Yesus dengan orang-orang Farisi ahli-ahli Taurat (misal, Lukas 11:42-46), yaitu mereka yang sangat banyak belajar, khususnya Taurat. Yesus bahkan sampai mengutuk perilaku kemunafikan mereka, yaitu orang yang tahu tapi tidak menjalani apa yang mereka tahu. Mereka menampilkan perilaku-perilaku agamawi tidak untuk menyenangkan Allah tapi untuk puji-pujian manusia.
Yesus bahkan menyebut mereka yang sekedar belajar tapi tidak melakukan apa yang mereka pelajari sebenarnya adalah orang yang bodoh (Matius 7:26-27). Ketika persoalan besar menghadang mereka, pengetahuan mereka tidak menolong sehingga mereka dihancurkan oleh persoalan-persoalan itu. Sementara Tuhan mengajar bagaimana menghadapi persoalan-persoalan di dunia, bahwa Tuhan itu setia dan tidak akan mengijinkan persoalan-persoalan yang melampaui kemampuan orang percaya menimpa mereka; dan bahkan dalam segala hal Tuhan akan menjadikannya kebaikan bagi mereka, sehingga mereka bisa bersyukur dalam segala hal. Tuhan juga mengajar bagaimana doa akan menolong mereka dan memberikan damai sejahtera dalam situasi sulit itu.
Peringatan lain adalah agar ketika seseorang menambah pengetahuan jangan sampai pengetahuan menjadikan mereka orang yang sombong – merasa lebih tahu dari yang lain, tidak mau mendengar, menggunakan pengetahuan mereka untuk menghakimi, merendahkan atau menyerang orang lain. Jika demikian mereka tidak bisa menjadi pengikut Kristus sejati karena tidak bisa menyangkal diri, belum memikul salib-Nya. Pengetahuan perlu diterapkan secara utuh dengan kasih, untuk kebaikan, untuk saling membangun sesama, seperti tersirat dalam ayat: "Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun." 1 Kor 8:1
Pengkotbah punya peringatan lain: "Lagipula, anakku, waspadalah! Membuat banyak buku tak akan ada akhirnya, dan banyak belajar melelahkan badan." Pengkotbah 12:12. Baca terlalu banyak buku atau sumber-sumber lain akan melelahkan dan bisa menyesatkan. Orang percaya perlu mengutamakan belajar Firman untuk menemukan kebenaran-kebenaran Tuhan yang memerdekakan dan menyehatkan jiwa.
Peringatan ini juga mengingatkan hanya belajar secara kognitif saja dari banyak sumber akan melelahkan dan membebani hidup kita. Kita perlu mengaplikasikan apa yang kita pelajari untuk mengubah hidup kita menuju lebih baik. Paulus mengingatkan bahwa orang percaya perlu mengalami perubahan dari pengaruh-pengaruh dunia sehingga kita semakin mengenal Allah, melalui perubahan akal budi (Roma 12:2). Pembelajaran mengawali transformasi hidup kita, tapi perlu dilanjutkan dengan penerapan-penerapan dalam kehidupan kita. Inilah hikmat, belajar untuk kehidupan, bukan sekedar pengetahuan.
Bagaimana dengan sikap kita ketika kita belajar? Apakah kita belajar sekedar mengisi kepala kita sehingga kepala kita semakin besar dan selalu berpikir orang lain yang perlu berubah berdasarkan apa yang kita dengar dan belajar itu? Apa kita belajar menjadikan kita bangga dengan pengetahuan kita, atau menjadikan kita rendah hati melihat kebesaran Sumber Pengetahuan itu? Apakah kita belajar tentang kehidupan terlalu berlebihan sehingga membingungkan kita sendiri akhirnya? Mari kita menjadi 'tanah yang baik' yang siap belajar, khususnya Firman Tuhan, dan dengan rendah hati mengerjakan dalam kehidupan kita, sehingga hidup kita 'berbuah.' Roh Kudus kiranya menolong kita dalam pembelajaran kita. Amin!