Tak sedikit komentar lalu lalang tentang Ahok yang melalui keluarga dan pengacaranya mencabut dan membatalkan banding yang dalam proses pengajuan. Semua komentar sah-sah saja, saling beda karena berdasarkan sudut keilmuan dan situasi yang berbeda. Ada yang pasrah menerima, ada juga yang kecewa. Di sisi lain ada yang gembira, tapi tak sedikit juga yang bersedih. Yang sedih sudah pasti adalah mereka yang menilai kinerja dan integritas Ahok yang terbukti hingga akhir tugasnya dengan mengembalikan sisa dana operasional gubernur. Yang rela berkeringat secara cuma-cuma mengumpulkan KTP ketika Ahok bermaksud maju lewat jalur independen. Yang gembira tentu saja lawan politik Ahok yang memang rindu Ahok bisa dilengserkan tahun 2017 yang sekaligus memuluskan rencana tahun 2019 yang menjadi puncak pertarungan politik Indonesia. Dari sisi cara, ada SARA dengan isu agama yang dinilai sukses, sekalipun amat sangat berbahaya bagi NKRI. Namun godaan kekuasaan memang tak sederhana, sangat menggoda dan mampu melumpuhkan rasionalitas intlektualitas, bahkan moralitas, hingga spritualitas. Ah, ngerinya.
Nikmati Menu: #SUP — AIR MATA DUKA ATAS VONIS AHOK
Dalam perjalanan sejarah keagamaan di Alkitab jelas sekali jejak jahat para pemimpin agama yang selalu berhasil mendiskreditkan para nabi hingga dibui dan dibunuh. Di PB majelis agama menggila, bahkan rela melepas penjahat demi tersalibnya Yesus Kristus Sang Benar. Sementara umat sangat oportunis dan membeo pada apa yang menguntungkan dirinya. Ketika Yesus Kristus menyatakan mujizat surga, memberi makan lima ribu orang hanya dengan dua roti dan lima ikan, semua berharap pada-Nya. Yang sakit menjadi sembuh, bahkan mati dihidupkan, menjadi buah bibir dan membuat orang berbondong-bondong mengikut Dia. Semua umat merelakan waktu dan tenaga untuk “mengikut” Yesus. Namun ketika Pilatus sang gubernur Roma untuk Israel memenuhi tuntutan masa yang dimotori oleh para imam untuk menyalibkan Yesus Kristus, sontak semua umat penerima mujizat berbalik badan. Ucapan memuji berubah menjadi benci. Pilatus sang gubernur pemegang kuasa hukum tertinggi pada akhirnya mati bunuh diri karena tak kuat menghadapi kenyataan akan diadili di era yang berbeda. Dia hanya gagah mengadili, tapi lemah total menerima pengadilan. Sementara para Imam tak menyisakan keturunanannya yang baik dan layak rohani. Mereka hanya meninggalkan harta benda hasil rampasan dengan jubah agama sebagai warisan dosa. Jadi, jangankan pengusaha, politisi, pemimpin agama pun tak sedikit yang mabuk dan lupa diri demi harta, tahta, dan wanita. Ungkapan klasik namun tetap update.
Nikmati Menu: #SUP — AHOK, PENJARA DAN FENOMENA
Oh, hampir saja saya larut dengan perilaku busuk para pemimpin agama yang tercatat di Alkitab yang benar dan jujur itu. Maklum, kisah busuk mereka memang sangat busuk dengan jubah agama yang sangat suci, sehingga Yesus pernah mengkritik mereka dengan menyebutnya seperti kubur yang dilabur putih, bahkan dengan marmer mahal, tapi isinya tetap saja bangkai busuk. Eh eh, makin jauh dari judul, maklum gemas rasanya. Kembali ke Ahok alasan yang disampaikannya patut kita hargai yaitu mencabut banding demi kebaikan negara dan warga. Memang mudah sekali kita membaca reaksi yang akan terjadi. Jika banding dikabulkan maka masa haters Ahok pasti turun lagi ke jalan melakukan tekanan. Sebaliknya jika ditolak maka ganti Ahokers yang maju menentang. Bahkan sebelum putusan ada, dalam proses, akan jadi ajang adu demo yang lebih panas dari sebelumnya. Semua kelompok punya alasannya masing-masing. Ahok bukan orang bodoh, dia gubernur cerdas yang sudah membuktikan kelasnya. Dia memiliki kepemimpinan yang tegas yang sangat pas dengan Jakarta yang “beringas” suasananya. Karena itu dalam kecerdasan yang tak diragukan Ahok tak mau mengambil keuntungan bagi dirinya dengan membiarkan benturan keras terjadi. Dia memilih rela menanggung ketidak adilan yang dirasakannya demi kebaikan semua orang. Sikap mulia, Ahok dengan ini menambahkan bukti kenegarawanannya yaitu bertindak bukan untuk diri dan kepentingan sesaat, melainkan bertindak untuk negara dan keuntungan rakyat. Pembelajaran mahal dengan harga dua tahun penjara yang sepenuhnya ditanggung Ahok. Saya kagum, dan mengucapkan terimakasih atas pembelajaran ini. Sejarah kepemimpinan Indonesia pasti mencatatnya dan akan jadi diskusi di generasi berikutnya.
Nikmati Menu: #SUP — AIR MATA DUKA ATAS VONIS AHOK
Namun, ini bukan berarti pecinta kebenaran dan keadilan tinggal duduk manis, melipat tangan dan berdoa. Sebaliknya berpikir dan bertindak elegan menyuarakan kebenaran dan keadilan dan berjuang menegakkannya. Jangan seperti politisi atau pengusaha kaya yang membicara kesenjangan kaya dan miskin tanpa risih dan terus bernafsu memperkaya diri. Kita harus jadi pelaku dengan berbagi rejeki. Tumbuhkan rasa malu pada diri, dengan latihan bercermin diri. Jangan memberi seribu rupiah untuk mendapatkan pujian sejuta, itu pembodohan. Yang banyak berdoa harus banyak bertindak benar. Yang berkhotbah harus melakukannya, tak boleh bersembunyi apalagi jadi munafik. Yang menyebut diri rakyat, warga, ayo melek iman, ilmu, dan moral, kan tak susah mengenali sipenjahat munafik, kecuali memang kita juga salah satunya. Ada banyak orang yang berkata cinta Indonesia tapi membawanya ketepi jurang berbahaya. Ada yang menyebut dirinya pahlawan namun selalu menuntut pengakuan dan jasa. Ada juga yang menyebut diri penegak hukum tapi justru mempermainkannya. Ada yang rajin menuntut orang dihukum karena diyakininya salah dan alasan demi tegaknya hukum, namun tak berani bertanggungjawab ketika berurusan dengan hukum yang katanya dijunjungnya. Yang lainnya tutup mata, atau pura-pura tidak tahu, atau bahkan mengalihkan isu, sementara diwaktu lain mereka berbicara lugas tentang penegakan hukum dan keadilan. Ayo mari melek melihat sekitar kita dan belajar membuat penilaian untuk kemudian melahirkan sebuah tindakan berarti bagi tanah air, bangsa, dan bahasa kita Indonesia yang satu. Minimal anda menjadi warga yang cerdas sehingga tak bisa diperalat.
Akhirnya, selamat menjalani masa perenungan bernilai tinggi bagi pak Ahok. Anda pemimpin yang kali ini membuat saya merasa kehilangan. Jangan hiraukan orang yang membenci dengan seribu satu dalih, tapi menutup mata dan membunuh nurani atas karya bakti anda melayani warga.
Mari kita makan #SUP nya hari ini, sendok demi sendok, sambil merenung apa yang bisa kita kerjakan. Tapi jangan larut, besok mulai lakukan apa yang menjadi sumbangsih nyata bagi Ibu Pertiwi.