Bahasa Roh, Karunia Atau Kursus ?

Pdt. Bigman Sirait

Bapak Pendeta yang terhormat, saya Fredy yang dahulu mau konsultasi mengenai bahasa roh. Saya tunggu-tunggu penjelasannya, sampai sekarang belum ada. Sekadar mengingatkan konsultasi saya tentang bahasa roh yang sebagian gereja begitu mudahnya mengucapkannya tetapi dengan bunyi yang hampir sama, “…cth, lala, labalabalabalaba…”, dan meminta umat mengikutinya, bagaikan kursus bahasa. Lalu tidak ada yang menerjemahkannya, sehingga kita tidak mengerti arti semuanya atau apa tujuannya. Tolong diberikan pencerahan, agar kami tidak kebingungan, terima kasih.
Fredyanto
Batam

FREDY yang dikasihi Tuhan, maaf jika pertanyaan kamu  memang pernah terlewat-kan, karena saya sendiri tidak bisa mengingatnya. Namun, sekarang pertanyaan ini kamu ulang dan saya menerimanya, maka dengan senang hati akan coba menjawabnya. 
Yang pertama, pada umumnya dikenal dua bahasa yang disebut Xenolalia yaitu bahasa yang bisa dimengerti. Dalam konteks Alki-tab, hal ini terdapat dalam Kisah 2, yaitu peristiwa hari Pentakosta. Pada waktu itu para rasul yang berasal dari Galilea, berkata-kata dalam bahasa yang mereka sendiri tidak mengerti, namun para pen-dengar mengerti. Karena oleh kua-sa Roh Kudus para rasul berbicara bahasa Arab, dan berbagai bahasa yang lainnya, yang digunakan oleh orang-orang yang pas ada di Yeru-salem, bahasa sehari-hari mereka. Itu membuat mereka heran, karena kemampuan para rasul oleh kuasa Roh Kudus. Yang kedua adalah apa yang disebut Glosolalia, yang disebut bahasa roh (2 Korin-tus 14: 2), bahasa yang tidak di-mengerti baik oleh yang menggu-nakan maupun yang mendengarkan.

Nah, tentu saja segera menjadi pertanyaan apa gunanya bahasa roh yang tidak dimengerti oleh yang menggunakan maupun yang mendengarkan. Mari kita perhatikan 1 Korintus 14 dan menelitinya dengan cermat. Namun sebelum-nya perlu dimengerti lebih dulu, bahwa surat 1Korintus adalah surat penggembalaan sekaligus surat teguran kepada gereja Korintus yang sering berselisih paham (band. 1 Korintus 1:10-17), terma-suk soal-soal karunia. Itu sebab, sesudah Paulus membicarakan berbagai karunia dalam 1 Korintus 12, di pasal 13 Paulus berbicara tentang kasih sebagai yang ter-penting, yang rupanya diabaikan oleh umat di Korintus yang sangat getol meribut-kan karunia-karunia Roh.

Nah, dalam pasal 14 kembali Paulus mengingatkan tata tertib bagi jemaat yang tidak tertib ini. Dalam kasus bahasa roh, mari kita telusuri. Pertama, bahasa roh ada-lah bahasa yang tidak bisa dime-ngerti sehingga diperlukan karunia untuk menafsirkan, yang jika ditaf-sirkan menjadi bahasa akal budi yang bisa dimengerti. Setelah ditafsirkan barulah bahasa roh menjadi bahasa yang berguna umum (1 Korintus 14: 5). Bahasa roh yang ditafsirkan menjadi nubuat yang bersifat membangun, mena-sihati dan menghibur (ayat 3). Jadi jelas, bahasa akal budi yang mem-bangun, menasihati, menghibur lebih bernilai daripada berbahasa roh, ini dikatakan sendiri oleh Paulus sebagai rasul (ayat 6). Dengan bahasa akal budi orang mengajar, sementara dengan bahasa roh dikatakan hanyalah seperti bunyi suara seruling yang tanpa nada dan akhirnya juga tanpa makna (ayat 7). Lalu, jika demikian mengapa ada karunia bahasa roh?

Nah, sekarang alasan kedua. Bahasa roh adalah sebagai tanda bagi orang tidak beriman, bukan orang beriman (ayat 22). Artinya, orang tidak beriman mengalami karunia dan berbahasa roh sebagai sebuah peristiwa supranatural, yang menolong dia merasakan, ada kuasa Allah yang sedang bekerja pada dirinya. Pengalaman itu mem-buatnya percaya kepada Allah yang Mahakuasa. Hal ini dengan mudah kita temukan dalam Kisah 8: 4-25, yaitu pertobatan orang Samaria yang memang dikenal penyembah berhala. Bahkan di sana ada Simon si penyihir yang coba menawarkan uang agar men-dapatkan karunia. Simon dihardik oleh Petrus, mirip seperti orang masa kini yang ingin mendapatkan karunia padahal hidupnya tidak sesuai kehendak Allah. Begitu juga dalam Kisah 10:1-48, peristiwa pertobatan Kornelius yang adalah seorang perwira pasukan Roma (seorang kafir).

Lagi-lagi peristiwa yang dicatat Alkitab menunjukkan karunia berbahasa roh diberikan kepada orang yang tidak beriman, agar dia menjadi beriman. Begitu juga Kisah 19:1-12, tentang pertobatan umat di Efesus yang juga berlatar belakang kafir. Dan akhirnya, tentu saja Paulus, yaitu si pembunuh murid Yesus sebelum pertobatannya, dan yang sadar dia adalah rasul ter-hina atas tindakannya. Dia meng-alami peristiwa berbahasa roh dalam pengalaman pertobatannya. Itu sebab, semakin dia matang dan masuk dalam pengertian iman Kristen yang utuh, dia tahu betul bahwa lebih baik lima kata akal budi yang bisa dimengerti daripada beribu-ribu bahasa roh yang tidak bisa dipahami.

Perbandingan lima dengan beri-bu-ribu menunjukkan dengan jelas betapa lebih pentingnya bahasa akal budi dari pada bahasa roh, khususnya dalam pertemuan je-maat. Yang ketiga, dengan jelas Paulus melarang agar jangan berbahasa roh dalam pertemuan jemaat, karena bisa membingung-kan, bahkan disebut orang sebagai gila (ayat 23). Ucapan Paulus ini sangat keras. Sehingga, ketika masih saja ada orang yang meng-ajak umat untuk berbahasa roh da-lam pertemuaan jemaat, sungguh mengerikan, karena melawan apa yang diajarkan Alkitab. Apalagi jika bahasa roh dianggap sebagai wujud lahir baru, sangat jauh dari apa yang diajarkan Alkitab, ini sebuah penyelewengan.

Tiga peristiwa pertobatan di atas tidak menujukkan bahasa roh sebagai kualitas yang mengikuti baptisan, karena dalam catatan Alkitab ada yang berbahasa roh lebih dulu, baru dibaptis (Kisah 10: 45-47). Tanda lahir baru, adalah hidup baru yaitu hidup yang ber-buah (band. Galatia 5: 22-23). Ingat para rasul yang pertama, sebelum Paulus menerima karunia bahasa yang bisa dimengerti orang lain (sekalipun mereka sendiri tidak mengenal bahasa itu). Posisi para murid saat itu adalah sebagai orang yang sudah bertobat, bahkan melayani. Sementara Paulus jelas punya pengalaman yang berbeda, namun bebahasa roh pun adalah sebagai bentuk pengalaman past bukan present. Jika Paulus berkata berdoa dan memuji dengan rohku (1 Korintus 14:15), itu sama sekali tidak menunjuk pemakaian bahasa roh melainkan lebih kepada kepe-kaan rohani, itu sebab lebih baik lima bahasa akal budi daripada beribu-ribu bahasa roh. Jadi bahasa roh adalah tanda bagi orang tidak beriman.

Nah, jika umat yang berkumpul merasa mereka adalah petobat baru sehingga mendapatkan pe-ngalaman bahasa roh, ya silahkan saja. Tapi yang pasti sungguh tidak konsisten dengan peristiwa di Alkitab karena mereka belum ber-jemaat. Sementara Korintus yang telah menjadi jemaat ribut-ribut soal bahasa roh, malah ditegur oleh Paulus. Bahasa roh adalah karunia, pemberian Roh Kudus (1 Korintus  12: 10), bersifat pribadi, bukan hasil kursus seperti kebanyakan saat ini. Itu sebab di suatu tempat yang sama bunyinya ya sama. Semoga kita jujur pada kebenaran, dan tertantang mewujudkan kasih, dan bukan bersembunyi di balik karunia rohani, namun hidup tak berbuah. Baiklah Fredy yang dika-sihi Tuhan, semoga ini menjadi pencerahan dalam memahami ke-benaran seutuhnya, dan meno-long umat lainnya untuk berani bersikap benar dan bukan “sok rohani”.

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *