Shalom

Harry Puspito
(harry.puspito@yahoo.com)*

Kita sering mendengar ucapan salam ‘shalom’ disampaikan, baik ketika seseorang memulai bicara dalam kelompok orang percaya, pidato, mengajar, kotbah, dsb; maupun, dalam pergaulan sehari-hari ketika sesama orang Kristen bertemu. Saudara-saudara yang beragama Islam menggunakan ungkapan ‘Assalamualaikum’ untuk memberikan salam kepada orang lain. Gus Dur, tokoh NU legendaris, diisukan pernah menyarankan mengganti ungkapan salam bahasa Arab itu dengan ‘Selamat pagi.’ Karena kedua kata ini adalah dari bahasa asing dan begitu sering kita gunakan untuk basa-basi, kita kehilangan pemahaman akan arti kata ungkapan itu sesungguhnya. Atau, akhirnya kata ‘shalom’ digunakan semakin terlepas dengan arti semula kata itu. Sementara kata ‘shalom’, walau memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia ‘damai’, tapi sesungguhnya kata ‘shalom’ memiliki makna yang lebih luas dan dalam bagi orang percaya.
KBBI sendiri belum memasukkan kata ‘shalom’ ke dalam kamusnya tapi mengenai kata damai memberikan beberapa arti, yaitu ‘tidak ada perang, tidak ada kerusuhan, aman; tenteram, tenang; keadaan tidak bermusuhan, rukun. Damai diartikan sebagai ‘ketiadaan’ pertikaian antar pihak, baik dalam skala besar seperti perang maupun skala kecil seperti permusuhan antar individu.
Kata ‘shalom’ dari Alkitab datang dari bahasa Ibrani yang banyak digunakan dalam PL. Ada yang menghitung kata ‘shalom’ dan turunannya muncul di Alkitab lebih dari 500 kali – menunjukkan pentingnya konsep ‘shalom’ dalam Alkitab, yang berarti juga pentingnya pesan ini bagi dunia, khususnya bagi orang percaya. Padanan kata ‘shalom’ dalam bahasa Yunani kuno, bahasa internasional pada masa penulisan PB, adalah ‘eirene.’ Arti dasar kata shalom ini adalah ‘membuat lengkap’, ‘membuat utuh.’ Kata shalom menyiratkan kesehatan, keutuhan, kesejahteraan individu, antar orang, dalam kelompok-2 dan masyarakat, dalam dunia alam.
Alkitab menggambarkan ‘shalom’ adalah desain Allah mengenai bagaimana dunia seharusnya. Dalam kisah penciptaan, berkali-kali Allah mengatakan alam ciptaan-Nya itu ‘baik’ (Kej 1:4, 10, 12, 18, 21, 25,). Dan setelah Dia melengkapi semua ciptaan-Nya itu dengan sepasang manusia pertama – Adam dan Hawa, Allah melihat ‘segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” (Kej 1:31). Kata ‘shalom’ memiliki dimensi jamak dan mengandung arti harmoni, keindahan, kesatuan, kebajikan, keamanan, kepastian dan keadilan – lebih dari ketiadaan permusuhan.
Kata ‘shalom’ menggambarkan keadaan kehidupan umat manusia secara positif seperti yang Tuhan maksudkan, hidup bersama, dalam alam ciptaan, di bawah Allah. Menurut para ahli Alkitab, kata shalom mengandung arti, paling tidak berisi: 1) Hubungan-hubungan yang diperdamaikan dengan Allah; 2) Hubungan antar orang dalam komunitas terus menerus yang aktif; 3) Kreatifitas konstan kemungkinan-2 baru; 4) Penggenapan berbagai potensi orang-orang dalam suatu komunitas; 5) Penyelesaian konflik yang merusak dengan kegiatan yang positif, konstruktif; 6) Pembebasan kelompok-kelompok yang tertindas; dan, 7) Perasaan umum kesejahteraan (well-being) individu dan komunitas.
Di dalam Alkitab, baik dalam PL maupun PB terdapat banyak gambaran kehidupan ‘shalom’ itu. Satu contoh yang indah dapat dilihat di Yesaya 65:17 – 25. Kita tahu setelah dosa memasuki kehidupan manusia, kehidupan ‘shalom’ itu telah rusak. Dunia kehilangan ‘shalom’. Namun Allah menjanjikan kehidupan yang dipulihkan melalui karya keselamatan Kristus sehingga sesungguhnya gambaran-gambaran kehidupan ‘shalom’ itu adalah visi Allah bagi orang percaya – gambaran kehidupan di masa depan yang pasti akan terjadi. Ini adalah gambaran Kerajaan Allah yang akan Yesus jadikan dan pimpin sendiri.
Sangat mengherankan kalau visi kerajaan ‘shalom’ ini tidak banyak disampaikan di mimbar-mimbar atau dalam pelajaran-pelajaran keimanan Kristen. Tidak heran kalau kebanyakan orang Kristen tidak memiliki gambaran mengenai masa depan kehidupan ini dan bagaimana mereka menjadi bagian di dalamnya. Sebaliknya, tidak saja seperti orang-orang yang tidak kenal Tuhan, banyak orang percaya tidak hidup dalam ‘shalom’ bahkan saling bermusuhan seperti orang yang tidak kenal Allah. Negara-negara yang dipimpin oleh orang-orang percaya terus saja terlibat dalam peperangan dengan negara-negara lain, kadang dengan sesama negara berlatar-belakang Kristen.
Tidak hanya parpol lain, parpol di negeri kita yang bernafaskan Kekristenan, bahkan namanya memiliki kata-kata yang dekat dengan ‘shalom’ dan dipimpin oleh banyak pemberita ‘shalom’ terus saja mengalami perpecahan di dalam organisasinya. Organisasi gereja dimana saya berjemaat tidak mau kalah, membentuk kelompok tandingan. Sampai pada rumah-tangga Kristen, mungkin boleh dibilang kebanyakan, tidak dalam situasi ‘shalom’.
Kita perlu bertobat dan memahami visi ‘shalom’ bagi orang percaya. Menerima, mengusahakan dan mengerjakan kehidupan ‘shalom’ itu di dunia dimana Tuhan tempatkan kita. Maka komunitas-komunitas ‘shalom’ itu akan menjadi kesaksian akan Yesus, Sang Raja Shalom (Yohanes 17:21). Amin!

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *