
Harry Puspito
(harry.puspito@yahoo.com)*
Salah satu penyebab orang tidak bisa Finish Well, adalah kemorosotan rohani yang umum terjadi dalam perjalanan hidup orang percaya. Banyak hal lain juga bisa menjadi penyebab. Misalnya gaya hidup yang bisa menyeret orang kepada cinta dunia dan disaat yang sama menjauhkan dia dengan Tuhan. Layaknya gambaran katak yang ditaruh dalam air lantas dipanaskan secara perlahan – orang sering tidak merasa panas, tahu-tahu sudah lumpuh, bahkan mati rohani. Di tengah dunia yang dikuasai dosa, orang percaya akan dengan mudah dikalahkan dan dirusak dosa, ketika gaya hidupnya salah. Akhirnya, dia kehilangan ‘hidup’ itu sendiri. Tidak sedikit orang seperti ini adalah mereka yang masih berada di tengah jemaat, dalam aktivitas pelayanan yang sibuk, tapi api dan semangat cinta Tuhan-nya sudah pudar. Pelayanan bahkan dianggap sebagai kegiatan yang membebani. Sudah barang tentu jiwa yang demikian akan mempengaruhi dalam pekerjaan dan relasi dengan sesama. Motivasi bekerja dan melayaninya berubah, dari berpusat kepada Tuhan menjadi kepada diri.
Apa kita mengalami kelelahan rohani seperti ini? Misalnya, suatu kali seseorang menghubungi Anda dan mengajak melayani di kebaktian penghiburan bagi pengunjung gereja – bukan anggota gereja – secara mendadak, sementara jadwal Anda sudah penuh, bagaimana reaksi Anda? Sebagai pengurus gereja, mungkin Anda akan mengatakan, kenapa permintaan ini mendadak, aturan kita kan mengatakan bahwa permintaan kebaktian harus diajukan satu minggu sebelum hari H? Seorang pengerja mungkin memberikan jawaban yang hati-hati, kita harus hati-hati, jangan sampai kita kelihatan ‘overacting’, minta pelayanan, sementara mungkin dia punya gereja sendiri. Atau, boleh saja, tapi saya sendiri tidak bisa ikut. Atau, Anda masih bisa dengan hati tergetar dan tanpa pikir panjang menjawab, mari kita lakukan apa yang bisa kita lakukan!
Dalam rapat-rapat gerejawi, apakah Anda selalu berpikir pertemuan ini sebaiknya kita buat lebih jarang, lebih pendek? Atau Anda masih berpikir, seandainya kita bisa lebih sering dan lebih lama bertemu untuk menggumuli pekerjaan Tuhan? Dalam pekerjaan, apakah Anda masih melihat atasan, kolega dan bawahan sebagai sesama manusia, atau sekedar sebagai bagian dari sistem? Seorang pemimpin yang menghadapi tuntutan yang bertambah bisa kehabisan energi dan kewalahan. Atau dia bergeser dari melayani dengan hati, kepada memusatkan pada kepuasan diri. Banyak gejala-gejala lain yang sebenarnya menunjukkan seseorang sedang mengalami kemerosotan rohani.
Dalam pelayanan kita melampaui masa-masa yang penuh gairah, menghadapi realitas-realitas yang tidak mudah, situasi-situasi yang membangkitkan kemarahan. Bagaimana sikap kita? Kita mungkin berontak dan undur, atau menyelesaikan masalah yang menjadi penyebabnya. Bangun kembali dengan semangat dan terus mengalami gairah pelayanan itu, atau kita marah, berontak dan menyerah.
Lingkungan seseorang cenderung melemahkan orang. Sakit penyakit, usia, kesibukan juga melemahkan orang. Lingkungan sosial yang negatif, penuh dengan kritik dan sikap menghakimi, itu melemahkan orang. Pengalaman buruk dalam hidup dan pelayanan melemahkan semangat orang untuk terus maju dan berkarya. Dunia yang mem-brainwash pikiran manusia, bahwa mereka tidak memerlukan Allah, mereka berperilaku tidak memerlukan Allah. Di balik ini kita tahu ada musuh besar yang terus berusaha melemahkan dan menjatuhkan manusia, khususnya orang percaya, sehingga mereka tidak berdaya dan tidak melayani Tuhannya.
Sungguh orang percaya memerlukan ‘revival’ atau penyegaran rohani. Pemazmur menyatakan demikian: “Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela!” (Mazmur 51:12). Dan dari waktu ke waktu dia mendapatkan kesegaran jiwanya itu: “Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.” (Mazmur 23:3).
Revival menjadi kebutuhan orang percaya seumur hidup, kalau dia bermaksud Finishing Well dalam hidupnya. Tuhan Yesus dalam hidup-Nya pun memberi teladan kepada kita bagaimana melakukan berbagai hal yang membangkitkan semangat-Nya kembali. Secara teratur Dia menjaga hubungan-Nya dengan Bapa, melakukan retreat dengan para murid. Menurut Dr. J. Robert Clinton, seorang professor senior kepemimpinan di Fuller Theological Seminary, mengalami revival adalah salah satu faktor keberhasilan seorang pemimpin untuk mengakhiri pelayanannya dengan baik.
Apa yang dimaksud dengan revival atau penyegaran itu? Dalam bahasa Inggris digunakan istilah ‘restore’, ‘renew’ atau ‘revive’. Langkah ini adalah untuk membawa kembali kepada keadaan yang sudah pernah dialami yang lebih baik ketika kita mengalami kelemahan atau kemunduran. Revival adalah memperbaharui kerohanian kita, kembali kepada hidup yang bersemangat. Kita kembali ke jalan yang lama, kepada Alkitab, kepada kekuatan Allah, kepada rencana-Nya, kepada jalan-Nya. Sesungguhnya Dia tidak pernah meninggalkan kita, tapi dalam hidup kita sering menjauhi Dia.
Hidup adalah anugerah Allah, termasuk di dalamnya pengalaman-pengalaman ‘revival’. Karena itu jika kita ingin mengalami dinamika kehidupan dalam anugerah Allah itu, kita seyogyanya secara disiplin memberikan waktu untuk bergaul dengan Allah melalui ibadah-ibadah pribadi mau pun bersama. Allah punya rencana dan bekerja di luar pikiran manusia, karena itu kita perlu membuka diri untuk karya Allah itu. Satu kunci revival, adalah pemahaman kepada Firman yang benar. Karena itu, penting kita mengusahakan agar banyak belajar Firman dan bergumul dengan Firman dalam menjalani kehidupan kita. Secara praktis kita bisa mengambil inisiatif melakukan retreat pribadi atau korporat, mengikuti seminar, membuat goal setting pribadi baru, dsb.
Tuhan memberkati!!!