Saat Teduh

 Harry Puspito
(harry.puspito@yahoo.com)*

Dalam artikel sebelumnya, kita membahas perlunya suatu “tali” yang mengikatkan kita kepada Tuhan, agar badai kesibukan, masalah dan lingkungan tidak memporak-porandakan relasi kita dengan Tuhan. Sementara di luar relasi dengan Sang Pencipta, kita tidak bisa berbuat apa-apa (Yohanes 15:5). Kita sudah melihat bukti-bukti kekalahan yang berulang-ulang orang-orang beriman, yang tidak diragukan pengetahuan Alkitab dan imannya, dalam diri orang lain maupun dalam diri kita sendiri. Sungguh kita memerlukan sarana yang menjaga hubungan kita kepada Sang Pencipta.
Tali itu adalah berbagai aktivitas yang mengikatkan kita kepada sumber kekuatan kita, Sang Pencipta sendiri. Kita memerlukan apa yang dikenal dengan “disiplin rohani”, yaitu suatu kebiasaan atau pola teratur dalam hidup orang yang secara berulang-ulang membawa kita kembali kepada Allah dan membuka kita kepada apa yang Allah mau katakan kepada kita. Satu bentuk disiplin rohani itu adalah aktivitas orang percaya yang dikenal dengan“Saat Teduh”.
Saat Teduh menunjuk kepada waktu dimana orang percaya secara sengaja menyendiri untuk berbicara dan mendengar dari Allah melalui doa, pembacaan Alkitab, meditasi dan mendengarkan suara Allah. Banyak orang memilih melakukannya pada pagi hari, segera setelah mereka bangun tidur. Tapi dengan banyaknya orang yang tinggal jauh dari tempat kerja, banyak yang akhirnya “tidak sempat” ber-Saat Teduh pada pagi hari, tapi mereka memilih melakukan pada malam hari sebelum tidur. Ada banyak alasan sebaiknya kita memilih praktek yang pertama agar kita mengawali seluruh kegiatan kita dalam satu hari dengan berkomunikasi dengan Allah kita. Tapi sudah barang tentu lebih baik yang tidak ideal daripada tidak melakukan sama sekali.
Sekali kita menentukan waktu jumpa Tuhan itu, kita perlu menjaga disiplin dan mengusahakan agar semaksimal mungkin bisa bertemu dengan Dia pada waktu yang sama. Penulis sudah menjalanai Saat Teduh selama bertahun-tahun, hampir tanpa gagal, bahkan ketika dalam perjalanan. Tuhan telah memberkati dengan kekuatan, pesan dan sukacita dari waktu ke waktu. Kita perlu menetapkan perkiraan waktu berapa lama kita akan melakukan Saat Teduh, yang bisa kita jalani. Kita bisa memulai dengan waktu yang realistis, misalnya 10 menit; dan membuka diri untuk meningkatkan jumlah waktu itu ketika kita sudah semakin terbiasa dengan mengisi waktu Teduh kita. Ada orang yang kemudian ber-Saat Teduh 20 menit, 30 menit, 60 menit bahkan lebih. Waktu dengan Tuhan jelas tidak akan sia-sia, karena kita memberikan untuk Bapa sejati kita.
Saran praktis berikut, setelah menetapkan waktu teratur itu, adalah memilih tempat dimana kita bisa menyendiri dengan Tuhan. Tuhan Yesus sendiri menjadi contoh bagi kita. Dalam Markus 1:35 diceritakan: Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana. Yesus sengaja memilih waktu dan tempat yang memungkinkan Dia “ber-Saat Teduh” tanpa gangguan dari para murid dan orang-orang yang meminta pelayanan. Dia lakukan itu pada dini hari sebelum memulai kegiatan pelayanan-Nya sepanjang hari. Oleh karena Yesus terus dalam perjalanan pelayanan bisa dipastikan tempat Dia bersekutu dengan Sang Bapa selalu berubah-ubah. Kita tidak sedang membuat hukum Taurat tersendiri dengan Saat Teduh tapi mencoba mendisiplinkan diri, karena kelemahan kedagingan kita yang cenderung menjauhi aktivitas rohani, apalagi pada waktu awal kita memulainya. Kita tahu roh memang penurut, tetapi daging lemah (Matius 26:41b). Diperlukan kemauan kuat dan latihan agar kita bisa mempraktekkan suatu disiplin rohani ketika kita masih ada dalam darah dan daging ini.
Dalam ber-Saat Teduh kita melakukan dua hal, yaitu mendengar suara-Nya melalui pembacaan dan meditasi Firman Tuhan; dan kedua, berkomunikasi dengan Dia melalui doa. Untuk bagian pertama, di samping Alkitab, kita bisa menggunakan berbagai buku-buku bantu seperti Daily Bread, Santapan Harian, Renungan Harian dan sebagainya.  Dari meditasi Firman Tuhan itu, kita ingin menangkap pesan Firman Tuhan untuk hari itu dan memberikan respon terhadap Firman itu, yaitu dengan melakukan sesuatu seperti bertobat dari suatu dosa, mengubah keyakinan yang salah, mengambil tindakan nyata tertentu – misalnya, meminta maaf ke orang tertentu yang Tuhan ingatkan, memberikan dukungan dana untuk pekerjaan Tuhan tertentu atau untuk memenuhi kebutuhan orang tertentu yang Tuhan dorong, dan sebagainya.   Sedangkan pada bagian kedua, kita menyampaikan pujian, permohonan ampun atas dosa-dosa yang Tuhan ingatkan, doa syafaat untuk orang-orang lain, para pemimpin, misi, dan lain-lain. Dan sudah barang tentu untuk berbagai kebutuhan pribadi.
Penulis sangat menyarankan agar pembaca memiliki buku jurnal atau catatan tentang kegiatan ber-Saat Teduh itu. Catatan itu berisi baik pesan firman Tuhan, respon kita maupun pokok-pokok doa yang kita panjatkan. Kita juga bisa mencatat jawaban-jawaban Tuhan atas doa-doa kita yang kita lihat terjadi dalam hidup kita. Catatan-catatan ini akan menjadi sangat berharga dan menolong kita bertumbuh tidak saja dalam ber-Saat Teduh, tapi juga dalam kita berelasi dengan Tuhan dan menjalani hidup bersama Dia itu.
Satu hal yang perlu kita ingat, bahwa Saat Teduh adalah waktu kita melakukan “tune in” (penyesuaian) terhadap kehendak-Nya; dan tidak berarti setelah selesai kita melupakan Dia. Allah kita adalah Allah Imanuel, Allah yang bersama kita, sekali kita mengundang-Nya masuk dalam hidup kita. Kita membutuhkan kehadiran-Nya dalam hidup kita setiap saat agar kita bisa melakukan kehendak-Nya dalam hidup kita. Amin.
 

 

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *