Vonis Kace Tidak Kece

Pada awal bulan April 2022 lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ciamis mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan menjatuhkan vonis kepada M. Kace selama sepuluh tahun penjara. Karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, menyebarkan berita bohong yang menerbitkann keonaran di kalangan rakyat (hoax).

Sebelumnya, video dari M. Kace, yang bernama asli Kasman bin Suned ini menjadi viral di media sosial, karena dianggap menghina nabi dan mengganti ucapan salam dalam agama tertentu. M. Kace pun segera dilaporkan oleh Ketua Umum Barisan Ksatria Nusantara (BKN) ke Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Mabes Polri). Laporan ini segera diproses. Dengan cepat tanggap dan sigap M. Kace diburu dan akhirnya ditangkap di Bali.

Ada hal menarik pada putusan vonis ini. Awalnya M. Kace dilaporkan dengan dua sangkaan. Pertama, pasal 45 A ayat 2 Junto Pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang penyebaran ujaran kebencian berdasarkan SARA secara elektronik, yang tuntutan maksimalnya adalah enam tahun penjara. Yang kedua adalah pasal 156a KUHP tentang penodaan agama yang tuntutan maksimalnya adalah lima tahun penjara. Tapi akhirnya Jaksa Penuntut Umum menambahkan dakwaan dengan pasal penyebaran hoax. Mungkin karena tuntutan maksimalnya lebih lama durasinya.

Pada prosesnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa M. Kace dengan tiga model alternative. Yang mana dakwaan pertama primer justru menggunakan pasal 14 ayat (1) UU No.1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Junto Pasal 64 ayat (1) KUHP subsider melanggar pasal 14 ayat (2) Junto Pasal 64 ayat (1) KUHP, mengenai tindak pidana menyebarkan berita bohong yang menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. Tuntutan hukuman maksimalnya adalah sepuluh tahun penjara. Model alternatif, maksudnya adalah hanya satu dari tiga pilihan yang akan diputuskan sebagai dakwaan.

Tak disangka, majelis hakim memberi vonis maksimal sesuai tuntutan JPU: sepuluh tahun penjara! Vonis majelis hakim tentu harus dihormati secara hukum. Namun rasa keadilan dan hati nurani sontak terusik setidaknya karena dua hal. Pertama, logika orang yang awam hukum saja akan melihat kasus ini lebih cocok dikenakan pasal UU ITE (maksimal enam tahun penjara), atau mungkin pasal penodaan agama (maskimal lima tahun penjara). Alih-alih penyebaran hoax, apa yang dipaparkan M. Kace dalam videonya adalah tafsiran personalnya atas kitab suci dari agama yang dia anut sebelumnya, yang menyinggung rasa keberagamaan umat agama tertentu. Kedua, vonis maksimal sepuluh tahun penjara amatlah berlebihan. Apalagi jika dibandingkan dengan kasus lain yang serupa dan setimbang tingkat keseriusannya, yaitu kasus Yahya Waloni yang menghina agama lamanya. Yahya Waloni “hanya” divonis lima bulan penjara. Maka vonis terhadap M. Kace dua puluh empat kali lebih berat daripada vonis terhadap Yahya Waloni. What? 24x lebih berat?! Iya begitulah rasio perbandingannya. 5:120 bulan sama dengan 1:24. Ngeri amat. Terjadi disparitas putusan yang amat lebar. Begitu timpang, jomplang, membuat nurani terjengkang. Ah, sangat disayangkan. Tapi sebagian orang yang begitu geram dan marah terhadap M. Kace memang terpuaskan.

Vonis terhadap Kace tidak Kece (baca: tidak bagus dan tidak adil). Kesan bahwa hukum lebih “ramah” terhadap kelompok mayoritas dan begitu “marah” kepada kelompok minoritas segera muncul ke permukaan. Karena itu M. Kace dan kuasa hukumnya menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat demi mencari keadilan. Kalau perlu sampai ke tingkat Mahkamah Agung. Kita doakan agar proses peradilan berjalan adil dan majelis hakim mengambil keputusan dengan pertimbangan yang objektif dan komprehensif. Doakanlah agar hukum menjadi panglima di negeri ini, yang tegak berdiri tanpa terintimidasi oleh intervensi kumpulan massa yang gemar memekik nama ilahi. Ikuti terus prosedur sesuai mekanisme yang ada di Negara tercinta ini.

#SUP ini hangat, sekaligus nikmat dan menambah semangat. Juga bermanfaat. Kiranya pembaca boleh diberkati serta menjadi berkat dengan membaca dan membagikannya.

Recommended For You

About the Author: Reformata

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *