
Singapura bukan hanya terkenal bersih dan tertib. Mereka juga unggul dalam pendidikan. Sejak 1990-an, Singapura secara konsisten menggelontorkan anggaran besar ke sekolah, tapi bukan sekadar untuk beli buku atau menambah ruang kelas. Strategi mereka jauh lebih luas: guru berkualitas, kurikulum adaptif, digitalisasi, dan budaya belajar seumur hidup.
Hasilnya? Luar biasa. Dalam PISA 2022, Singapura menempati posisi juara dunia dalam literasi membaca, numerik, dan sains. Dampaknya jelas: siswa tidak hanya menguasai kompetensi akademik, tetapi juga mampu berpikir kritis, memecahkan masalah kompleks dan kontekstual, serta siap bersaing di tingkat global. Anggaran besar di sini benar-benar menghasilkan mutu tinggi. Titik.
Pendidikan: Mesin Utama Bangsa
Singapura minim sumber daya alam. Modal utama mereka adalah manusia. Guru dipandang sebagai “nation builder”—pembentuk masa depan bangsa. Gaji kompetitif, seleksi ketat, pelatihan berkelanjutan, dan penghargaan nyata menjadi standar. Sekolah mengikuti perkembangan zaman: siswa diajari berpikir kritis, literasi digital, kreativitas, dan kemampuan problem solving. Semua anak, tanpa memandang latar belakang, mendapatkan akses pendidikan berkualitas.
Indonesia: Anggaran Melimpah, Hasil Memprihatinkan
Indonesia mengalokasikan 20% APBN untuk pendidikan, nominalnya ratusan triliun per tahun, termasuk salah satu yang terbesar di Asia Tenggara. Namun hasil PISA 2022 masih rendah: literasi membaca, numerik, dan sains masuk kelompok bawah. Dampaknya? Generasi muda berisiko kesulitan bersaing di era global, kualitas SDM rendah, dan bonus demografi bisa menjadi beban jika kompetensi tidak memadai.
Penyebabnya antara lain:
- Distribusi anggaran – Sebagian besar habis untuk gaji, tunjangan, dan belanja rutin. Investasi ke kualitas belajar masih minim.
- Kualitas guru belum merata – Banyak guru, kompetensi berbeda-beda. Sertifikasi dan tunjangan belum cukup meningkatkan mutu secara signifikan.
- Pemerataan sulit – Indonesia luas dan terdiri dari ribuan pulau. Sekolah di daerah terpencil tertinggal jauh di belakang.
- Budaya belajar – Masih banyak menekankan hafalan, bukan berpikir kritis atau kreatif.
Belajar dari Singapura
Indonesia memiliki potensi besar: populasi banyak, budaya kaya, bonus demografi. Tapi yang dibutuhkan adalah perubahan mindset: dari sekadar “menghabiskan anggaran” menjadi “menghasilkan mutu”. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Guru dulu, duit belakangan – Fokus pada pelatihan kecakapan berkelanjutan, seleksi ketat, dan penghargaan nyata bagi guru. Guru kompeten mendorong mutu siswa.
- Anggaran tepat sasaran – Kurangi kebocoran, alihkan dana ke kurikulum inovatif, digitalisasi, dan riset pendidikan kontekstual. Investasi pada kualitas lebih penting daripada kuantitas.
- Persempit kesenjangan – Teknologi bisa membantu, tapi harus didukung infrastruktur: internet, listrik, dan perangkat belajar yang murah dan merata di seluruh wilayah.
Simpulan
Singapura membuktikan satu hal: anggaran besar hanya efektif bila digunakan secara strategis. Indonesia punya dana, tapi hasil masih tertinggal. Pertanyaan sederhana: berani tidak menggeser paradigma? Dari sekadar “menghabiskan anggaran” ke “menghasilkan mutu”?
Kalau berani, kelas dunia bukan sekadar impian. Itu tujuan yang bisa dicapai, dimulai dari akar: guru, siswa, dan sistem pendidikan yang jelas berorientasi pada mutu. Dengan strategi yang tepat, Indonesia bisa melompati angka ketertinggalan, bukan sekadar memenuhi kuota anggaran. Mulai dari langkah kecil hari ini, masa depan pendidikan Indonesia bisa setara dengan juara dunia.
YMP
Malang, 28 Agustus 2025
Sumber Data & Referensi
- Singapura
- Fakta bahwa Singapura ranking 1 dunia PISA 2022 tercatat jelas di laporan OECD (PISA 2022 Results).
- Anggaran pendidikan Singapura memang konsisten besar sejak 1990-an. Misalnya, pada 2023 Kementerian Pendidikan Singapura dapat alokasi SGD 13,3 miliar (15% dari total belanja negara). Itu selalu masuk 3 besar sektor penerima anggaran terbesar.
- Indonesia
- Konstitusi 1945 pasal 31 ayat 4 menetapkan minimal 20% APBN untuk pendidikan (sejak amendemen 2002).
- APBN 2023: total anggaran pendidikan Rp 612,2 triliun (Kemenkeu). Tapi komposisi dominan dialokasikan ke belanja pegawai (gaji, tunjangan guru, TPG, BOS, dll).
- Hasil PISA 2022: Indonesia masuk kelompok bawah → peringkat 69 dari 81 negara untuk matematika, 72 untuk membaca, dan 71 untuk sains.
- Perbandingan Efektivitas
- Beberapa kajian (mis. World Bank, UNESCO) menyebut bahwa masalah utama Indonesia bukan pada besarnya anggaran, tetapi efektivitas penggunaan. Banyak terserap untuk belanja rutin, sementara pengembangan mutu pembelajaran dan inovasi relatif kecil.
- Guru: tunjangan profesi (TPG) sejak 2005 memang meningkatkan kesejahteraan, tetapi penelitian LIPI, Bank Dunia, dan Kemendikbud menunjukkan dampaknya terhadap kualitas pembelajaran belum signifikan.