Di dalam Injil Matius 26:38 tertulis, lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku." Kalimat senada juga ditulis oleh Markus dalam Markus 14:34. Sementara itu, Injil Lukas 22:41 berkata, “Ia sangat ketakutan dan makin sungguh-sungguh berdoa. PeluhNya menjadi seperti titik darah yang bertetesan ke tanah”.
Pertanyaannya:
1. Apa yang membuat Yesus Kristus sangat sedih dan mau mati rasanya?
2. Gambaran ketakutan saat Yesus akan mengalami “saat-saat sulit itu”, Apakah ini bukti kalau Yesus juga “takut mati” (“Ya Bapa-Ku, Jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku;…)?
Hendrik, Jogjakarta
Hendrik yang dikasihi Tuhan pertanyaan menggilitik. Apakah Yesus Kristus takut mati, padahal Dia menyebut diri-Nya Roti Hidup, Air Hidup, Terang Hidup, Hidup yang Kekal. Di PB bertebaran ayat yang menggambarkan Yesus Kristus sumber kehidupan. Sangat bertolak belakang jika dikatakan Dia takut mati. Dia yang mati dan bangkit kembali, telah mengalahkan maut dan memberi orang percaya hidup. Jadi bagaimana memahami pergumulan Yesus di Getsemani?
Ada yang berkata rasa takut itu adalah sisi kemanusiaan Yesus Kristus, bukan sisi ke Allahan-Nya. Tapi jawaban ini justru menimbulkan pertanyaan yang lebih banyak lagi. Ini berarti dua natur Kristus, kemanusiaan dan keIllahian-Nya terpisah. Lalu natur ini keluar dan masuk bergantian. Jika demikian siapakah Yesus pada waktu ke Illahian-Nya keluar? Atau sebaliknya. Pemisahan dua natur sudah ada sejak abad awal, dan ini adalah kesalahan yang sudah dibahas dalam konsili. Hanya saja memang banyak pemimpin gereja masa kini yang tidak mau menginvestasi waktu untuk belajar sejarah gereja. Sehingga tak heran jika kesalahan yang sama terus bergulir dari waktu kewaktu.
Yesus Kristus adalah pribadi dengan dua natur, yaitu; Allah sejati dan manusia sejati, yang tidak terpisahkan dan juga tidak tercampurkan. Dia adalah Allah yang mengosongkan diri (Filipi 2:5-8), artinya Allah yang tidak terbatas tapi rela membatasi diri ketika menjadi manusia. Karena memang tidak mungkin Allah sekaligus manusia, karena berbeda hakekatnya. Karena itulah Dia rela mengosongkan diri-Nya (melepas atribut ke Illahian-Nya). Sehingga Dia ada di dunia, terlahir, berproses, mati, namun juga bangkit. Itu juga sebab Dia berkata tidak tahu tentang hari kiamat, kecuali Bapa. Ingat, itu bukan kerena Dia bukan Allah, melainkan Allah yang mengosongkan diri. Ini adalah pengorbanan yang amat besar, dan berujung di atas kayu salib. Sayangnya, sedikit sekali orang percaya yang melihat kasih-Nya sejak penyangkalan diri dari Allah menjadi manusia. Umumnya kita hanya ada disatu titik salib, tapi kurang memperhatikan proses awalnya.
Sekarang, soal ketakutan Yesus Kristus menuju salib. Jelas Dia tidak takut pada penderitaan atau kematian. Yesus mengajarkan itu pada kita untuk sangkal diri dan pikul salib. Dia juga mengajarkan pada kita soal hidup yang kekal bersama Bapa, Dia adalah jalan Nya (Yohanes 14:6). Dia mengatakan kepada putri-putri Sion dijalan salib; jangan tangisi diri Ku, tapi tangisilah dirimu (Lukas 23:27-28). Jelas tidak ada rasa takut disana. Dan, ucapan Nya diatas kayu salib yang berkata; Bapa ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat (Lukas 23:34-35). Yesus Kristus tidak takut, sebaliknya Dia bahkan mengasihani orang yang menyalibkan Nya. Jadi, tidak ada sedikitpun warna ketakutan disepanjang jalan salib, hingga penyaliban di Golgota. Rasa takut di Getsemani, hingga keluar keringat seperti darah, bukanlah rasa takut pada bahaya maut yang mengancam. Daud saja, di PL berkata; Sekalipun aku dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya (Mazmur 23). Dan di PB, rasul Paulus berkata; Hidup adalah Kristus dan mati keuntungan (Filipi 121). Apalagi Yesus Kristus! Cawan adalah darah suci yang tertumpah demi penebusan dosa manusia. Kita memperingati ini dengan sakramen Perjamuan Kudus (1 Korintus 10:16). Ketakutan atas darah suci yang tertumpah, bukan pada soal penyaliban ataupun kematian Nya, melainkan keterpisahan-Nya dari Bapa-Nya. Dan ini terucap jelas; AllahKu-AllahKu mengapa Engkau meninggalkan Aku (Matius 27:46). Yesus dan Bapa yang adalah satu, terpisah karena dosa manusia. Disinilah letak ketakutan yang saya sebut “ketakutan” suci. Yesus Kristus ditinggal oleh Bapa yang Suci karena berlumuran dosa, bukan yang diperbuat-Nya melainkan yang ditanggung-Nya, yaitu dosa-dosa kita. Semua ini untuk memperdamaikan kita manusia berdosa dengan Allah yang suci (2 Korintus 5:17-21). Seperti seorang ayah yang berani mengarungi lautan ganas demi masa depan anaknya, tapi dia takut kehilangan anaknya. Mengapa? Kasih sayang yang besar. Sia ayah tak takut, bahkan mati sekalipun dia siap, tapi kehilangan anak itu sangat berat. Ingat, ini ketakutan suci karena kasih yang besar.
Jadi sekali lagi, ketakutan Yesus bukan pada kematian melainkan keterpisahan dari kesatuan dengan Bapa. Tapi cawan itu harus diminum-Nya. Dia ingin menghindari-Nya, gambaran kengerian akibat dosa yang memisahkan manusia dari Allah sumber hidup, namun Dia tetap meminumnya gambaran kerelaan kasih-Nya yang sangat besar. Itulah karya salib.
Akhirnya Hendrik yang dikasihi Tuhan jelaslah makna ketakutan yang menjadi pesan penting pengorbanan Yesus Kristus. Semoga jawaban ini menjadi berkat.