
Lebih dari sebulan terakhir jagat nusantara terhisap atensinya ke dalam suatu kasus yang memilukan dan memalukan, di mana terjadi pembunuhan polisi oleh oknum polisi. Ada banyak cerita yang berbeda menghiasi ruang media, sebagiannya diduga hasil rekayasa. Adu wacana dan duga terus bergelora, namun sedikit demi sedikit mulai terkuak kebenaran yang sesungguhnya. Tidak ada tembak-menembak seperti yang dikisahkan pada mulanya. Sang Jendral juga sudah mengaku terlibat dan siap bertanggung jawab atas perbuatannya, walau masih menyisakan banyak tanda tanya berdasarkan alur cerita yang dirangkaikannya. Publik menantikan kelanjutan kisahnya. Uniknya, banyak orang percaya yang terlibat di sana, baik itu inisiator, eksekutor dan tentu saja korbannya.
Namun demikian SUP kali ini tidak menyoal perkara hukum yang mencari siapa tersangka, terdakwa, apa motifnya, siapa saksinya, bagaimana rekonstruksi peristiwa serta barang buktinya. Kita membahas soal kemerdekaan, yang tidak jarang disalahgunakan oleh manusia. Mengapa manusia menyalahgunakan kemerdekaan? Tentu sejak mulanya karena manusia telah jatuh ke dalam dosa. Adam dan Hawa diberikan kemerdekaan yang amat leluasa di Taman Eden, asalkan mereka tidak memakan buah yang memang dilarang untuk dimakan. Semua pohon dalam taman itu boleh dimakan buahnya (Kejadian 2:16), kecuali buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Kejadian 2:17). Ada banyak sekali yang dibolehkan, hanya satu saja yang dilarang. Ini adalah gambaran kemerdekaan, namun kemerdekaan tentu ada batasnya, ada aturannya. Kemerdekaan tidak tak terbatas.
Kemerdekaan (dan kedaulatan) suatu bangsa dibatasi oleh kemerdekaan bangsa lainnya. Jika berusaha menguasai daerah lain dengan tujuan ekspansi kekuasaan, itu disebut penjajahan. Kemerdekaan personal dibatasi oleh kemerdekaan personal lainnya dan bahkan kemerdekaan komunal. Hak asasi manusia dari seseorang tidak boleh melanggar hak asasi dari manusia lainnya. Dalam suatu korps, terutama di korps Militer dan Kepolisian, memang dikenal dengan semboyan bawahan harus tegak lurus dengan atasan. Maksudnya, bawahan harus taat pada komando atasan. Namun demikian patut diingat bahwa nilai-nilai kebenaran (ajaran agama) dan penghargaan terhadap kemanusiaan haruslah dijunjung tinggi.
Sebuah adagium yang dicetuskan sejarawan Inggris bernama Lord Acton yang hidup di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjadi satu pengingat yang sangat baik: “Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely.” (Kekuasaan cenderung korup; kekuasaan mutlak pasti korup). Korup di sini dalam arti yang paling luas (buruk, kotor, jahat, tidak murni, tidak jujur dll). Kemerdekaan terkait erat dengan kedaulatan dan kekuasaan. Seorang atasan tentu punya kemerdekaan dan kekuasaan lebih daripada yang dimiliki bawahannya. Di sinilah pentingnya kesadaran dan pengendalian diri ketika memegang kekuasaan.
Banyak orang bersikap baik ketika baru meniti jenjang karir maupun kekuasaan. Itu membuat promosi bisa didapatkan. Namun ketika kekuasaan semakin besar, tabiat seseorang akan lebih diuji lagi. Sebagaimana dikatakan oleh Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, “Semua orang bisa tahan dengan kesengsaraan, tapi bila kau ingin mengetahui karakter sejati seseorang, berilah dia kekuasaan.”
Kasus pembunuhan polisi oleh oknum polisi ini menjadi peringatan bagi setiap kita, bahwa ada bahaya di balik kemerdekaan (dan kekuasaan). Firman Tuhan menjelaskan bahwa kemerdekaan rohani yang dimiliki umat Kristiani diberikan oleh Kristus Yesus (Yohanes 8:36) melalui pengorbanan di atas kayu salib. Namun demikian kemerdekaan yang diberikan secara cuma-cuma tersebut tidak boleh dianggap enteng, apalagi disalahgunakan. Kemerdekaan diikuti oleh tanggung jawab yang besar. Charles R. Swindoll mengatakan bahwa kemerdekaan adalah kebebasan … kebebasan dari sesuatu dan kebebasan untuk melakukan sesuatu. Kemerdekaan seharusnya membuat kita bebas melakukan sesuatu, tentunya yang berkenan kepada Tuhan. Dua ayat berikut perlu untuk dibaca dan direnungkan.
Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. (Galatia 5:13)
Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah. (1 Petrus 2:16).
SUP ini benar-benar berani bumbu dan seru. Tidak sekadar nikmat namun bermanfaat. Silakan dibagikan kepada handai tolan jika dirasa menjadi berkat di momen bulan kemerdekaan. Merdeka!